Kelas rawat inap standar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat rencananya bisa mulai diterapkan pada 2022.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan kelas rawat inap standar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat semakin dimatangkan. Menurut rencana, kelas standar ini akan dijalankan secara bertahap sesuai dengan kesiapan rumah sakit.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Asih Eka Putri, mengatakan, penerapan kelas rawat inap standar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Pasal 23 Ayat (4) disebutkan, dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
Pada Pasal 54A Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 juga disebutkan, pemerintah akan menetapkan manfaat jaminan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat Desember 2020.
”Penerapan kelas standar seharusnya sudah dilakukan sejak program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) berjalan pada 2014. Sambil menunggu persiapan rumah sakit kemudian diharapkan selesai pada 2020 dan karena belum siap juga akhirnya ditargetkan bisa mulai berjalan pada 2022,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (8/12/2021).
Asih menuturkan, penerapan kelas standar akan dijalankan secara bertahap setelah peraturan presiden terkait diterbitkan. Saat ini berbagai persiapan masih dilakukan terutama untuk menghitung kebutuhan tempat tidur dan besaran iuran yang akan ditetapkan pada peserta.
Penerapan kelas standar ini bertujuan untuk memastikan layanan bagi seluruh peserta terstandar serta terjamin mutu dan keselamatannya. Standardisasi kelas rawat inap ini akan diukur dalam 12 indikator yang telah ditentukan, antara lain bahan bangunan, luas tempat tidur, jarak antartempat tidur, jumlah maksimal tempat tidur per ruangan, suhu ruangan, spesifikasi kamar mandi dalam ruangan, spesifikasi kelengkapan tempat tidur, serta pencahayaan ruangan.
Berdasarkan hasil self assessment KRI (kelas rawat inap) JKN 2021, sebanyak 81 persen rumah sakit sudah siap mengimplementasikan kebijakan KRI terstandar. Namun, dari jumlah itu 79 persen rumah sakit masih perlu penyesuaian kecil. Sisanya, sekitar 18 persen, rumah sakit memerlukan penyesuaian sedang-besar. Kendala penyesuaian infrastruktur rumah sakit umumnya ditemui pada rumah sakit yang tua dengan masa operasional lebih dari 20 tahun.
”Kita sedang berusaha, mudah-mudahan perpres bisa terbit pada pertengahan 2022. Masyarakat perlu paham bahwa kelas standar ini bukan berarti menjadi kelas abal-abal. Justru dengan kelas standar itu fasilitas yang diberikan terstandar dan memastikan mutu dan keselamatan peserta,” ujar Asih.
Masyarakat perlu paham bahwa kelas standar ini bukan berarti menjadi kelas abal-abal. Justru dengan kelas standar itu fasilitas yang diberikan terstandar dan memastikan mutu dan keselamatan peserta.
Ia menambahkan, persiapan kelas standar tidak hanya terkait dengan fasilitas tempat tidur, tetapi juga sumber daya tenaga kesehatan, termasuk ketersediaan dokter spesialis. ”Diterapkannya kelas standar ini tidak akan mengubah hak peserta untuk naik kelas. Jika memang akan menambah fasilitas, bisa membayar selisih biaya,” katanya.
Anggota Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Tonang Dwi Ardyanto, berharap, penerapan kelas standar tidak menurunkan unit cost pelayanan pasien JKN serta tidak mengurangi pendapatan rumah sakit. Dalam enam tahun terakhir program JKN berjalan, unit cost layanan JKN relatif tetap sementara biaya operasional rumah sakit terus meningkat.
”Kebijakan kelas standar pun diharapkan tidak dilakukan syarat fasilitas secara serta-merta. Perlu ada peralihan dari fasilitas kamar sekarang ke kamar standar. Pelaksanaan juga bisa dimulai dari rumah sakit yang sudah siap terlebih dahulu,” ujarnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan, penerapan kelas standar dalam program JKN sebaiknya bisa menjawab persoalan ruang perawatan dan pelayanan di ruang perawatan yang sering dialami oleh peserta JKN. Saat ini masih banyak peserta JKN yang sulit mengakses ruang perawatan.
Selain itu, masih ada pula rumah sakit yang mendahulukan pasien umum dibandingkan pasien JKN. Akibatnya, pasien JKN sulit mengakses ruang perawatan. Bahkan, terkadang ada pasien JKN yang mengalami masalah di ruang perawatan akhirnya harus pulang ketika kondisi belum layak pulang.
”Kesulitan mengakses ruang perawatan, salah satunya, disebabkan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dengan semakin banyak rumah sakit yang bekerja sama, akan meningkatkan jumlah tempat tidur untuk peserta JKN,” tutur Timboel.
Karena itu, rumah sakit yang selama ini sudah menjadi mitra BPJS Kesehatan dalam program JKN bisa tetap melayani peserta saat kelas standar diterapkan. Biaya iuran yang nantinya akan ditetapkan juga diharapkan tidak membebani peserta.
”Bila iuran nantinya ditetapkan lebih dari Rp 35.000 per orang per bulan, itu akan semakin menyulitkan peserta yang selama ini terdaftar sebagai peserta kelas tiga mandiri. Bagi yang tidak mampu sebaiknya bisa mendapatkan subsidi,” katanya.