Di balik ramainya isu WNA yang berulah di Bali, ada juga WNA inspratif yang memberikan kontribusi terhadap WNI. Mereka menganggap, kontribusi ini merupakan semacam balas budi terhadap keramahtamahan masyarakat lokal.
Oleh
DHANANG DAVID, JOHANES GALUH BIMANTARA, HARRY SUSILO, FAJAR RAMADHAN, COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
RIAN SEPTIANDI
Vera Granlof (37) pelatih selancar asal Swedia sedang melatih anak-anak disabilitas di Pantai Kuta, Bali (14/04/2023)
Meningkatnya jumlah warga negara asing yang menetap di Pulau Dewata memperpanjang pula daftar perilaku buruk serta pelanggaran yang mereka lakukan. Viralnya kelakuan buruk WNA di Bali ini seakan menyembunyikan bahwa sebenarnya ada banyak kepedulian sejumlah warga negara asing bagi warga lokal Bali dan Tanah Air yang membutuhkan bantuan.
Salah satunya Vera Granlof (37) WNA asal Swedia yang menjadi relawan yang melatih selancar bagi belasan anak disabilitas. Ia berkolaborasi bersama pelatih lokal supaya anak-anak tunawicara bisa lihai melenggok di atas ombak.
"Saya baru sekitar satu minggu melatih mereka (anak-anak disabilitas) ini menjelang persiapan acara hari Kartini. Mereka akan berselancar dengan menggunakan kebaya nantinya," ucapnya di Pantai Kuta, Jumat (14/04/2023).
Pada sesi latihan kali itu, Vera juga mengenakan kebaya yang sudah didesain agar nyaman dipakai berselancar. Ia merasa bangga bisa mengenakan kebaya tersebut.
"Saya merasa cantik ketika mengenakan kebaya ini. Saya menganggap ini sebagai salah satu pertukaran budaya sehingga saya bisa semakin memahami Indonesia," katanya.
RIAN SEPTIANDI
Vera Granlof (37) pelatih selancar asal Swedia sedang melatih anak-anak disabilitas di Pantai Kuta, Bali (14/04/2023)
Dia menjelaskan, tidak merasa kesulitan melatih anak-anak disabilitas. Menurutnya, dengan keterbatasan yang mereka punya, hal tersebut malah memudahkan komunikasi.
"Saya lebih mudah berkomunikasi dengan mereka melalui bahasa tubuh. Terkadang, bahasa verbal malah menyulitkan kita berkomunikasi, apalagi ketika berbicara dengan bahasa asing yang bisa membuat salah persepsi," ujarnya.
Viralnya kelakuan buruk WNA di Bali ini seakan menyembunyikan bahwa sebenarnya ada banyak kepedulian sejumlah warga negara asing bagi warga lokal Bali dan Tanah Air yang membutuhkan bantuan
Sambil memeragakan sejumlah gaya berselancar seperti mendayung dan berdiri di atas papan, Vera mengajarkan anak-anak ini supaya tidak takut menghadapi ombak. Vera adalah mahasiswa jurusan keperawatan di Swedia. Berselancar hanyalah hobi untuk mengisi waktu luangnya.
"Saya juga bekerja sampingan untuk menjaga toko selancar di Swedia sekaligus menjadi pelatih di sana. Namun, bedanya ombak di sana tidak sebagus di Bali," ucapnya.
RIAN SEPTIANDI
Vera Granlof (37) pelatih selancar asal Swedia sedang melatih anak-anak disabilitas di Pantai Kuta, Bali (14/04/2023)
Vera mengatakan, ia memiliki visa liburan selama di Bali. Ia pun sengaja menabung sekitar 4 tahun supaya bisa berkunjung ke Bali dan berselancar di sana.
Piping, salah satu pelatih selancar lokal mengatakan, kontribusi Vera sangat penting karena ia memiliki wawasan yang luas tentang dunia selancar. Selain itu, anak-anak disabilitas ini juga senang dengan kehadiran Vera.
Memberantas tengkes
WNA lain yang tinggal di Bali dan berdarma bakti bagi khalayak Indonesia ialah Zachory Edward Petersen (43). Warga negara Amerika Serikat ini pindah ke Bali pada Juli 2020 dan sekarang bertempat tinggal di Sanur. Menurut pria yang karib disapa Zack tersebut, tinggal di Bali merupakan impian bagi banyak orang AS.
“Itu seperti hal terkeren di planet ini, lebih keren daripada saya masuk (Universitas) Harvard, atau dari pada menjadi seorang dokter,” ujar dia.
ARSIP ZACK PETERSEN
Managing Advisor 1000 Days Fund, Zack Petersen
Ia juga mencintai Sanur, kawasan tempat tinggalnya. Sanur adalah wilayah yang kecil dan membuat keluarga Zack mudah akrab dengan banyak orang di sana, seperti penjual bunga, pemilik tempat piza, hingga pelestari penyu.
Ia juga mencintai Sanur, kawasan tempat tinggalnya. Sanur adalah wilayah yang kecil dan membuat keluarga Zack mudah akrab dengan banyak orang di sana, seperti penjual bunga, pemilik tempat piza, hingga pelestari penyu
Sebagai balas budi atas kenikmatan hidup di Bali, Zack terlibat dalam upaya pemberantasan tengkes di berbagai daerah, terutama area terpencil. Ia aktif di lembaga swadaya masyarakat bernama 1000 Days Fund dengan menjabat sebagai managing advisor, yang mungkin sepadan dengan pejabat eksekutif utama kalau di perusahaan.
Tengkes adalah gangguan pertumbuhan anak. Salah satu indikator anak menderita tengkes yaitu bobot dan tinggi badan kurang (contohnya, anak laki-laki usia 5 tahun idealnya memiliki berat 14,1-24,2 kilogram dan tinggi 100,7-119,2 centimeter). Masalah tengkes tidak sesederhana soal ukuran fisik anak saja karena ini terkait kehidupan mereka selanjutnya.
ARSIP 1000 DAYS FUND
Warga berfoto dengan poster pintar yang diberikan 1000 Days Fund. Lembaga swadaya masyarakat ini bergerak dalam upaya menekan angka tengkes (stunting) di Indonesia, salah satunya lewat penyebaran materi edukasi.
Jika dibiarkan, ancamannya merentang hingga mereka dewasa, salah satunya jadi lebih mudah terserang penyakit degeneratif. Prevalensi tengkes pada anak saat ini secara nasional sebesar 21,6 persen.
Jendela waktu terbaik untuk mencegah tengkes adalah selama seribu hari pertama kehidupan, yakni sejak janin dikandung oleh ibunya hingga lahir dan berusia dua tahun. Sayangnya banyak orangtua tidak paham soal itu.
Lembaga 1000 Days Fund menyasar penyebarluasan informasi serta penerapan tindakan pencegahan tengkes di tingkat rumah tangga. Salah satu strateginya yakni mencetak kader-kader kesehatan masyarakat yang terlatih, karena merekalah garda terdepan yang berinteraksi dengan ibu hamil serta orang tua atau wali di lingkungan tempat tinggal.
Proyek perdana 1000 Days Fund adalah studi yang didanai Bank Dunia pada Januari 2019 di tiga pulau yang masuk wilayah kerja Puskesmas Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kini, program-program LSM itu sudah menjangkau 200-an kecamatan di 28 pulau, dan memberikan pelatihan bagi lebih dari 53.000 kader kesehatan.