Pengaduan mengenai warga negara asing yang diduga melanggar aturan belum ditindaklanjuti optimal oleh petugas imigrasi. Beberapa WNA yang berulah justru diunggah di media sosial.
Oleh
FAJAR RAMADHAN, JOHANES GALUH BIMANTARA, DHANANG DAVID ARITONANG, HARRY SUSILO, COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·5 menit baca
RIAN SEPTIANDI
WNA Melanggar Peraturan Lalu Lintas di Canggu, Bali, Senin (24/4/2023)
BADUNG, KOMPAS - Semangat warga lokal untuk turut mengawasi segala bentuk pelanggaran warga negara asing di Bali belum berbanding lurus dengan upaya penegakan hukum. Alih-alih segera ditindak, laporan yang diadukan warga kerap mandek di tengah jalan.
Minimnya tindak lanjut oleh pihak Imigrasi terhadap pelanggaran WNA diungkapkan oleh Harry Ardianto (34), perwakilan dari Komunitas Indo Water Shots, yang menjadi wadah perkumpulan bagi fotografer selancar (surfing) di Bali. Dia berkali-kali menjumpai WNA yang menjadi fotografer surfing di sejumlah lokasi.
Harry sempat membuat laporan pengaduan pada tahun 2021. Kala itu dia melaporkan GN, warga negara Brazil yang diduga menjadi fotografer surfing ilegal di daerah Uluwatu. GN sempat dipanggil pihak Imigrasi, namun tidak lama kemudian dia kembali menjalankan aktivitas fotografinya.
"Sudah dipanggil (imigrasi) yang bersangkutan. Habis itu pekan depannya sudah nongol lagi. Tambah arogan pula," ungkap Harry saat ditemui pada Senin (8/4/2023).
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Harry Ardianto (34), perwakilan dari komunitas fotografi surfing Indo Water Shots saat ditemui di Uluwatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali pada Sabtu (8/4/2023).
Pihak Imigrasi menganggap laporan terhadap GN tidak cukup bukti. Harry pun diminta membuat laporan kembali sembari melengkapi bukti yang diperlukan. Meski tidak mudah, Harry berupaya mengumpulkan bukti transaksi antara GN dan kliennya untuk memperkuat dugaan pelanggaran tersebut. "Kemarin kita buat laporan katanya buktinya kurang lengkap. Kami disuruh cari bukti transferan. Kan susah buat kita," ujarnya.
Kecewa
Pendiri serta Penasihat Perhimpunan Rental Motor (PRM) Bali I Made Wira Atmaja juga punya pengalaman kecewa pada Imigrasi terkait pelaporan WNA yang diduga berbisnis ilegal. “Kami pernah melapor beberapa kali, tetapi tidak diindahkan, tidak direspons,” tuturnya.
Wira lantas menunjukkan percakapannya di WhatsApp dengan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan (TPI Ngurah Rai). Salah satunya, ia melaporkan unggahan bulan November 2022 di sebuah grup Facebook yang mempromosikan usaha sewa sepeda motor, dan diduga dijalankan seorang WNA secara ilegal.
JOHANES GALUH BIMANTARA
Pemilik usaha persewaan sepeda motor Family Rental, I Made Wira Atmaja, saat dijumpai di Canggu, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (6/4/2023).
Laporan dilengkapi dengan tangkapan layar unggahan sehingga petugas bisa melihat foto dan nama akun Facebook terlapor. Selain itu, terlapor menyertakan nomor kontak.
Kami pernah melapor beberapa kali, tetapi tidak diindahkan, tidak direspons
Yang kemudian terjadi, petugas imigrasi meminta Wira menyediakan informasi nama lengkap asli terlapor sesuai paspor, alamat, serta bukti perbuatan yang dilaporkan.
Wira merasa permintaan itu sama dengan menyuruhnya menjadi penegak hukum, sedangkan ia warga sipil tanpa kewenangan untuk mendapatkan informasi-informasi yang diminta tersebut. “Gimana kami mencari paspornya? Kan, PR (pekerjaan rumah) mereka (imigrasi),” ujar Wira.
Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana Prof I Putu Anom mengamati pelanggaran dari WNA sebenarnya tidak hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Menurutnya, pelanggaran yang terus berulang ini disebabkan oleh minimnya pengawasan dari pihak Imigrasi.
Di sisi lain, masyarakat juga kerap menolerir pelanggaran yang dilakukan oleh para WNA. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang ikut bekerja sama dengan WNA dalam membuka usaha. Akhirnya, timbul keresahan dari masyarakat karena mereka mulai merasakan ketatnya persaingan ekonomi.
RIAN SEPTIANDI
Profesor I Putu Anom Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana saat di wawancarai Kompas di Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Jumat (14/4/2023).
Pengaduan meningkat
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali Anggiat Napitupulu mengakui jumlah pengaduan masyarakat terkait pelanggaran WNA di tahun 2023 meningkat signifikan dibandingkan sebelum Covid-19. Hanya saja, belum semua laporan masyarakat ditindaklanjuti karena pelapor tidak menyertakan informasi detil seperti identitas pelanggar.
"Banyak masyarakat membuat pengaduan lewat capture foto pelanggaran. Kami tidak tahu itu kejadiannya kapan. Sementara masyarakat mengadu tidak ada identitas WNA-nya," katanya.
Anggiat menambahkan, petugas imigrasi harus mengantongi alasan yang kuat sebelum menindak, salah satunya dengan membuktikan adanya pelanggaran secara langsung. Dalam kasus pelanggaran fotografer selancar misalnya, laporan belum bisa ditindaklanjuti karena petugas tidak menemukan aktivitas dari WNA yang bersangkutan.
"Kami butuh data lebih detail lagi. Lagipula, banyak pelaku surfing ini pindah dari homestay ke homestay," katanya.
RIAN SEPTIANDI
Fotografer selancar sedang memotret peselancar di Pantai Dreamland, Pecatu, Bali (20/04/2023)
Anggiat mengakui, terkait aduan yang masuk petugas semestinya tidak perlu meminta pelapor untuk menelusuri izin tinggal dari WNA yang dilaporkan. “Kalau soal izin tinggalnya, okelah itu tidak perlu dipertanyakan karena salah juga jika ada petugas imigrasi yang menanyakan hal tersebut ke masyarakat. Tapi,minimal kan kita harus tahu,” ujarnya.
Kendati demikian, bukan berarti semua aduan masyarakat tidak diproses. Beberapa aduan bahkan sudah ditindaklanjuti hingga proses deportasi. Penindakan ini memang tidak disampaikan kepada pelapor, namun mereka dapat mengecek perkembangannya melalui pemberitaan di media massa.
Dalam satu catur wulan saja sudah 110 orang. Ini sudah cukup tinggi tahun ini yang dideportasi
Sepanjang periode 1 Januari-10 Mei 2023 saja sudah ada 110 WNA yang dideportasi dari Bali. Sebagai perbandingan, jumlah WNA yang dideportasi sepanjang tahun 2019 sebanyak 150 orang.
"Dalam satu catur wulan saja sudah 110 orang. Ini sudah cukup tinggi tahun ini yang dideportasi," katanya.
Dari penindakan yang sudah dilakukan, kebanyakan merupakan hasil temuan langsung dari petugas imigrasi, bukan hasil tindak lanjut aduan masyarakat. Keterbatasan jumlah personel menjadi salah satu kendala dalam proses tindak lanjut tersebut.
Sebagai gambaran, kata Anggiat, petugas imigrasi bidang pengawasan di wilayah Bali hanya 85 orang. Padahal, kedatangan WNA per hari mencapai 12 ribuan orang.
RIAN SEPTIANDI
WNA Melanggar Peraturan Lalu Lintas di Canggu, Bali, Senin (24/4/2023).
Sejumlah pelanggaran WNA di Bali termasuk bekerja secara ilegal belakangan marak beredar di media sosial dan viral. Salah satu yang gencar untuk mengunggah WNA yang berulah tersebut adalah Ni Luh Djelantik, pelaku usaha sekaligus pegiat sosial Bali. Ni Luh yang membuka laman pengaduan di media sosial bagi warga lokal Bali untuk beragam persoalan mengaku banyak mendapat aduan tentang dugaan pelanggaran WNA di Bali.
Ni Luh mengatakan, penegakan hukum terhadap WNA yang melanggar sejumlah aturan di Bali harus dilakukan secara kolektif dan berkelanjutan. Jika sumber daya penegak hukum terbatas, pengawasan bisa difokuskan pada kawasan yang rawan terjadi pelanggaran.