Perlu ada peningkatan skala produksi komponen dalam negeri sekaligus sejumlah intervensi kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan industri sepeda motor listrik lokal.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA, M PUTERI ROSALINA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetrasi sepeda motor listrik Indonesia masih kecil di tengah potensi pasar yang begitu besar. Perlu ada peningkatan skala produksi komponen dalam negeri sekaligus sejumlah intervensi kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan industri sepeda motor listrik lokal, seperti standardisasi format baterai, untuk menumbuhkan industri sepeda motor listrik lokal.
Transisi ke sepeda motor listrik sesungguhnya menjanjikan penghematan biaya energi bagi masyarakat kelas menengah dan bawah Indonesia. Mereka mengandalkan moda transportasi ini untuk bermobilitas sehari-hari.
Selain itu, pasar sepeda motor di Indonesia pun menjanjikan. Penjualan unit baru per tahun dalam lima tahun terakhir (2017–2021) mencapai 5,48 juta unit. Dengan jumlah sepeda motor listrik saat ini baru mencapai sekitar 18.000 unit, ruang bagi pasar sepeda motor listrik masih sangat besar.
“Jadi, pasarnya besar sekali. Dan jumlah yang diproduksi dan yang dijual masih sangat sedikit,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, pertengahan pekan lalu saat membuka pameran industri kendaraan listrik Indonesia Electric Motor Show di Jakarta.
Faktor harga dinilai oleh berbagai pihak, termasuk oleh Budi Karya dan sejumlah pakar serta pelaku industri, sebagai halangan utama bagi masyarakat kelas menengah dan menengah bawah untuk bertransisi ke sepeda motor listrik. Dengan demikian, harga dan ketersediaan sejumlah komponen penting menjadi kunci.
Dengan mengumpulkan data harga komponen dari pelaku industri dan lokapasar impor, Kompas menemukan bahwa baterai mengambil porsi hingga lebih dari 40 persen dari harga suatu produk sepeda motor listrik. Rata-rata harga baterai impor dari China untuk baterai dengan kapasitas 2,88 kWh dapat mencapai Rp 16 juta.
Dinamo motor dan modul pengendali atau controller, di sisi lain, mengambil porsi sekitar 20 persen dari total harga produk, dengan kisaran harga mencapai lebih dari Rp 8 juta. Tiga komponen ini berkontribusi lebih dari 60 persen harga sepeda motor listrik.
Transisi ke sepeda motor listrik sesungguhnya menjanjikan penghematan biaya energi bagi masyarakat kelas menengah dan bawah Indonesia. Mereka mengandalkan moda transportasi ini untuk bermobilitas sehari-hari
Managing Director Electrum, perusahaan sepeda motor listrik hasil joint-venture dari perusahaan energi TBS Energi dan perusahaan teknologi GoTo, Patrick Adhiatmaja mengungkapkan, ketiga komponen ini belum bisa diproduksi dalam negeri secara massal sehingga pelaku industri memilih impor, utamanya dari China.
“Komponen utama ini 100 persen impor, enggak ada produksi lokal. Ini jadi tantangan industri dan juga tantangan bagi pemerintah untuk menumbuhkan industri komponen kendaraan listrik,” kata Patrick.
Saat ini, Electrum masih menjalankan pilot project pengujian dua tipe sepeda motor listrik yakni Gogoro 2 Plus dan Gesits sebagai armada untuk pengendara ojek daring Gojek.
CEO Braja Elektrik Motor, startup yang didirikan oleh para eks pengembang sepeda motor listrik Gesits, Yoga Uta Nugraha membenarkan bahwa saat ini ketersediaan komponen utama masih didominasi produk impor. Oleh karena itu, Braja memprakarsai produksi sendiri dinamo motor, battery pack, dan sistem elektronik untuk konversi kendaraan BBM ke kendaraan listrik. Dari total biaya konversi motor listrik sebesar Rp 15-20 juta, 50 persennya untuk baterai.
Pengembangan dalam negeri menjadi peluang terbesar untuk bisa menekan harga baterai mengingat Indonesia memiliki deposit nikel terbesar di dunia. Namun diperkirakan untuk bisa memproduksi sel baterai di dalam negeri dengan harga yang bersaing masih akan memakan waktu 3-4 tahun lagi.
Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan, dengan keberadaan tambang nikel di Indonesia, sel baterai yang kelak diproduksi oleh IBC diyakini harganya akan berdaya saing di pasar ekspor.
“Jadi kami sudah memiliki produk buatan Indonesia sendiri. BMS (battery management system) dari kami sendiri, battery pack-nya dari kami. Tetapi battery cell dari luar. Tetapi kalau dilacak lagi, nikelnya di situ dari Indonesia juga. Pada 2025-2026 kami bisa mengeluarkan battery cells dan battery pack yang benar-benar buatan Indonesia dan kami bisa menjadi exporting hub,” kata Toto.
Kini IBC sudah memiliki prototipe baterai untuk sepeda motor listrik. Untuk sel baterainya memang masih impor, namun proses packing dan pembuatan BM telah dilakukan IBC secara mandiri. Baterai ini didesain untuk digunakan oleh sepeda motor listrik Gesits, yang juga diproduksi oleh anak perusahaan BUMN, Wika Industri Manufaktur.
Pengembangan dalam negeri menjadi peluang terbesar untuk bisa menekan harga baterai mengingat Indonesia memiliki deposit nikel terbesar di dunia
Intervensi kebijakan dari pemerintah dalam wujud standardisasi bentuk dan spesifikasi baterai juga dapat mengurangi ongkos rakit bagi pelaku industri sepeda motor listrik dalam negeri. Patrick mengatakan, jika voltase baterai dan bentuk bisa diseragamkan, ini akan meringankan biaya sourcing (kulakan komponen) untuk seluruh pemain industri sepeda motor listrik di Indonesia.
Butuh insentif
Pelaku industri juga menilai perlu adanya insentif fiskal bagi industri sepeda motor listrik dalam negeri. Head of Corporate Strategy TBS Energi, Nafi Sentausa mengatakan, besaran subsidi untuk impor BBM dapat direalokasikan sebagai insentif kepada produsen agar dapat meningkatkan produksi sepeda motor listrik hingga ke skala yang lebih ekonomis.
Harga sepeda motor BBM yang rendah dapat dicapai karena skala produksi yang begitu besar. Para pemain utama sepeda motor BBM angka produksinya telah mencapai jutaan unit per tahun.
“Untuk bisa mencapai harga yang setara dengan sepeda motor konvensional, kuncinya ada pada skala produksi. Jadi kami butuh bantuan yang lebih besar untuk membantu pertumbuhan industrinya,” kata Nafi.
Berbagai kemudahan ini dapat memicu pertumbuhan industri dalam negeri. Dosen teknik mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Julendra Ariatedja menilai insentif dari pemerintah akan mengurangi ketergantungan pasokan produk kendaraan listrik dari luar negeri. “Di China harga jual sepeda motor listrik dilindungi pemerintah. Pemerintah membuat kemudahan dalam inovasi,” katanya.