PBB Bekukan Bantuan di Afghanistan sampai Perempuan Boleh Bekerja Lagi
Pergerakan bantuan kemanusiaan terhambat, bahkan di beberapa sektor tiada, karena perempuan tidak diizinkan bekerja di LSM. Dewan Keamanan PBB mendesak Taliban untuk segera mencabut pelarangan yang mengekang perempuan.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Perserikatan Bangsa-Bangsa membekukan sementara program bantuan untuk Afghanistan sampai Taliban kembali mengizinkan perempuan bekerja di lembaga swadaya masyarakat. Pekan lalu, Taliban menangguhkan kepegawaian perempuan baik di perusahaan maupun lembaga swadaya masyarakat hingga waktu yang tidak ditentukan.
Keputusan PBB itu ditandatangani oleh berbagai badan di bawah PBB, antara lain Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Program Pangan Dunia (WFP), dan Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef). ”Keterlibatan semua pihak untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan di Afghanistan ini tidak bisa dinegosiasikan,” kata Kepala Kantor Koordinator Urusan Kemanusiaan PBB (UNOCHA) Martin Griffiths di New York, Amerika Serikat, Rabu (28/12/2022) petang atau Kamis (29/12/2022) pagi waktu Indonesia.
Griffiths menjelaskan, kinerja berbagai lembaga di bawah PBB dan lembaga-lembaga mitra sudah terganggu sejak Taliban membatasi pergerakan perempuan. Pelarangan perempuan bekerja di lembaga swadaya masyarakat (LSM) ini menjadi pukulan telak karena ada sejumlah lembaga yang benar-benar tidak bisa bergerak.
”Tidak ada negara yang bisa maju apabila setengah dari penduduknya ditekan dan tidak berkontribusi untuk pembangunan bangsa,” kata Griffiths.
Pejabat Urusan Komunikasi Unicef Afghanistan, Salam al-Janabi, ketika diwawancarai Kompaspada tahun 2021 menjelaskan, dalam konteks penyaluran bantuan kemanusiaan, perempuan bisa memasuki ruang-ruang sosial yang secara adat istiadat tidak bisa dimasuki laki-laki. Hanya perempuan pekerja sosial yang bisa menyalurkan bantuan kepada perempuan dan anak-anak, memeriksa kesehatan perempuan hamil, dan memastikan tumbuh kembang anak dan remaja perempuan tidak terhambat (Kompas, 10 November 2021).
Selain PBB, ada 12 negara ditambah Uni Eropa yang turut mengeluarkan pernyataan meminta Taliban segera menghapus aturan pelarangan perempuan bekerja di lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan. ”Pelarangan ini membahayakan rakyat Afghanistan karena mereka bergantung pada bantuan sosial untuk bertahan hidup,” demikian pernyataan negara-negara tersebut.
Sejak sebelum Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021, mayoritas pendapatan Afghanistan diperoleh dari bantuan internasional. Dana ini dibekukan ketika Taliban menduduki pemerintahan, tetapi secara perlahan mulai disalurkan kepada rakyat melalui berbagai lembaga kemanusiaan internasional.
Di Afghanistan, ada 28 juta penduduk yang hidup dalam kemiskinan dan di ambang kelaparan. Mereka bergantung pada bantuan sosial untuk bisa melalui musim dingin. Selain itu, kemarau berkepanjangan mengakibatkan gagal panen di sejumlah wilayah.
Sementara itu, dilansir dari kantor berita nasional Afghanistan, Bakhtar, Juru Bicara Taliban Zabiullah Mujahid menolak negara-negara lain mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan. ”Jika ingin beroperasi di Afghanistan, lembaga-lembaga itu tentu harus mengikuti peraturan pemerintah lokal,” ujarnya.
Selain melarang perempuan bekerja, Taliban juga melarang perempuan kuliah di perguruan tinggi ataupun sekolah di SMA sampai waktu yang tidak ditentukan. Alasannya, susah melaksanakan pembelajaran dengan memisahkan perempuan dan laki-laki. Terdapat pula beberapa mata pelajaran ataupun mata kuliah yang oleh Taliban dianggap tidak layak untuk perempuan.
Di Afghanistan, ada 28 juta penduduk yang hidup dalam kemiskinan dan di ambang kelaparan. Mereka bergantung pada bantuan sosial untuk bisa melalui musim dingin.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Perempuan Afghanistan Mumtaz Yousafsai bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden Afghanistan Abdul Wasea. Yousafsai meminta kejelasan aturan untuk para perempuan pengusaha. Wasea berjanji akan membawa pertanyaan itu untuk dibahas di kabinet Taliban.
Kecaman DK PBB
Sehari sebelumnya, Selasa (27/12/2022), Dewan Keamanan (DK) PBB mengeluarkan pernyataan berisi kecaman terhadap pengekangan hak-hak perempuan di Afghanistan. DK mendesak kelompok Taliban, yang saat ini berkuasa di Afghanistan, untuk membatalkan keputusan dan aturan pelarangan perempuan secepatnya.
Melalui pernyataan pers, DK PBB ”menegaskan kembali keprihatinan mendalam atas dibekukannya sekolah-sekolah setelah kelas VI dan mendesak dibukanya partisipasi penuh, setara, dan bermanfaat bagi perempuan dan anak-anak perempuan di Afghanistan”.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Türk menunjuk pada ”konsekuensi-konsekuensi yang buruk” akibat keputusan pelarangan perempuan untuk bekerja di lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
”Tak satu pun negara bisa berkembang—bahkan bisa selamat—secara sosial dan ekonomi ketika separuh penduduknya tidak dilibatkan,” kata Türk melalui pernyataan tertulis yang dikeluarkan di Geneva, Swiss.
”Pembatasan-pembatasan tak terduga terhadap perempuan dan anak perempuan ini tidak hanya menambah penderitaan seluruh rakyat Afghanistan, tetapi saya khawatir juga menghadirkan ancaman melewati batas-batas perbatasan Afghanistan,” lanjutnya.
”Pelarangan (terhadap kaum perempuan) itu bakal merusak, jika tidak dapat dikatakan menghancurkan, kapasitas LSM-LSM ini dalam menyalurkan bantuan-bantuan kebutuhan pokok yang menjadi gantungan banyak warga Afghanistan yang rentan,” katanya. (REUTERS)