Pembatasan hak perempuan menjadi kekhawatiran utama berbagai pihak selepas Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021. Qatar yang paling dekat dengan Taliban pun gerah dengan aneka pembatasan itu
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
KABUL, MINGGU - Pengiriman bantuan kemanusiaan untuk warga Afghanistan berpotensi terganggu. Sebab, Taliban melarang seluruh perempuan Afghanistan bekerja di LSM. Kementerian Ekonomi Afghanistan mengirimkan larangan itu kepada berbagai LSM pada Sabtu (24/12/2022).
Juru bicara Kementerian Ekonomi Afghanistan Abdulrahman Habib mengatakan, larangan berlaku sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Taliban akan mencabut izin operasi LSM yang tetap mempekerjakan perempuan Afghanistan selepas larangan itu dikeluarkan.
Larangan dikeluarkan setelah Taliban mendapat laporan perempuan yang bekerja di LSM tidak mengenakan kerudung yang benar. Pada Mei 2022, Taliban memerintahkan seluruh perempuan Afghanistan menutup sekujur tubuhnya jika berada di luar rumah. Seluruh wajah juga harus ditutup dengan cadar yang menyisakan bagian seperti jaring agar penggunanya tetap bisa melihat. Menurut Taliban, demikianlah busana perempuan yang sesuai syariat Islam.
Uni Eropa menyebut, larangan itu akan menyulitkan penyaluran bantuan yang didanai Brussels. UE mengecam keputusan itu. “Kami khawatir pada kesejahteraan warga Afghanistan,” kata juru bicara Komisioner Eropa untuk Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan, Nabila Massrali.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken juga memperingatkan potensi gangguan penyaluran bantuan selepas larangan diumumkan. “Keputusan itu menyulitkan warga Afghanistan,” kata dia.
Dampak
Larangan itu berlaku untuk 180 LSM nasional dan internasional yang terdaftar di Taliban. Menurut Habib, lembaga yang dibawahkan Badan Perserikatan Bangsa-bangsa tidak termasuk yang terkena larangan itu.
Masalahnya, PBB bermitra dengan banyak LSM yang terdaftar di Taliban. Koordinator Misi Kemanusiaan PBB untuk Afghanistan Ramiz Alakbarov mengatakan, hampir semua LSM mitra PBB akan terdampak larangan itu. PBB menggandeng banyak LSM untuk menyalurkan aneka bantuan kemanusiaan.
“Banyak program kami akan terdampak. Pelaksanaan (selama ini) membutuhkan perempuan untuk penyaluran bantuan dan pendataan penerima. Tanpa mereka (pekerja perempuan), program tidak bisa terlaksana. Kondisi ini sangat buruk kala separuh penduduk Afghanistan bergantung pada bantuan kemanusiaan. Apalagi, sekarang sedang musim dingin” tuturnya.
Kantor PBB dan perwakilan LSM berencana membahas larangan itu pada Minggu sore. Setelah rapat internal, mereka akan menemui Taliban untuk meminta penjelasan lebih lanjut.
Sebagian organisasi memutuskan berhenti beroperasi selepas larangan dikeluarkan. Hal itu antara lain dilakukan AfghanAid. Alakbarov khawatir, berbagai LSM lain juga memutuskan hal serupa.
“Prinsip dasar dalam penyaluran bantuan kemanusiaan adalah kemampuan perempuan terlibat secara mandiri dan tidak terintangi dalam mendistribusikan bantuan. Kalau hal itu tidak bisa dilakukan, donor tidak memberi dana,” tuturnya.
Seorang sukarelawan, said Maliha Niazai, khawatir larangan terbaru itu akan berujung pada larangan total perempuan meninggalkan rumah. “Mereka tidak memperlakukan kami (perempuan) sebagai manusia,” ujar warga Kabul itu.
Perempuan yang bekerja untuk Y-Peer Afghanistan menyebut, insentif dari kegiatannya menjadi sumber utama penghasilan keluarganya. “Setelah melarang kami bekerja, memangnya mereka (Taliban) mau menanggung biaya hidup kami? Kalau tidak bisa, mengapa mereka melarang kami mendapatkan penghasilan?” ujarnya.
Seorang sukarelawan di Norwegian Refugee Council menyebut pengumuman itu menambah kesulitan. “Ini bukan sekadar mendapat penghasilan. Bekerja di sini memberi saya makna hidup,” kata perempuan asal Jalalabad itu.
Larangan Bertahap
Pembatasan hak perempuan menjadi kekhawatiran utama berbagai pihak selepas Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021. Qatar yang paling dekat dengan Taliban pun gerah dengan aneka pembatasan itu. Buktinya, bersama Turki dan Arab Saudi, Qatar mengecam keputusan Taliban melarang mahasiswi meneruskan kuliah di berbagai perguruan tinggi Afghanistan.
Menlu Turki Mevlut Cavusoglu menyebut, larangan itu tidak manusiawi dan tidak sesuai ajaran Islam. Ankara menilai, keputusan Taliban tidak mencerminkan nilai-nilai Islam dan tidak berdasar. “Apa bahayanya dari perempuan yang tetap sekolah?” kata dia.
Taliban mengabaikan rangkaian protes itu. Pada Maret 2022, Taliban melarang seluruh siswi SMP dan SMA sekolah. Pada Desember 2022, larangan diperluas sampai ke perguruan tinggi.
Juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan Nida Mohammad Nadim menyebut, larangan itu untuk mencegah perempuan dan laki-laki berkumpul di ruang yang sama. Taliban juga menuding ada pembahasan tidak sesuai syariat Islam di kelas-kelas perguruan tinggi. Tidak ada penjelasan soal pembahasan terlarang itu.
Bahkan, pada Sabtu (24/12), Taliban melarang perempuan ikut pengajian di masjid-masjid Kabul. Taliban tidak secara spesifik menyebut sampai kapan larangan diberlakukan. Tidak dijelaskan pula mengapa larangan hanya berlaku di Kabul. (AFP/AFP/REUTERS)