Presiden Jokowi Inginkan Kesetaraan dalam Hubungan ASEAN-Uni Eropa
Indonesia, yang akan menjadi Ketua ASEAN tahun 2023, menyuarakan prinsip kesetaraan untuk menjadi landasan dalam hubungan antara ASEAN dan Uni Eropa.
BRUSSELS, RABU – Presiden Joko Widodo menyatakan, hubungan antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Uni Eropa (UE) harus didasarkan pada kesetaraan. Tidak boleh ada pemaksaan pandangan dalam kemitraan ASEAN-UE itu.
"Jika kita ingin membangun sebuah kemitraan yang baik, kemitraan harus didasarkan pada kesetaraan, tidak boleh ada pemaksaan," tegas Presiden Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-UE di Brussels, Belgia, Rabu (14/12/2022).
"Tidak boleh lagi ada pihak yang selalu mendikte dan beranggapan bahwa 'standarku lebih baik daripada standarmu'," kata Presiden.
Konferensi Tingkat Tinggi tersebut digelar sekaligus untuk merayakan 45 tahun hubungan diplomatik ASEAN-UE. Sebagai Ketua ASEAN 2023, Presiden Jokowi merupakan satu dari enam pemimpin yang diminta menyampaikan pandangan pada acara pembukaan KTT.
"Tahun ini, kita memperingati 45 tahun kemitraan antara ASEAN dan Uni Eropa. Kita telah melalui banyak tantangan bersama, kemitraan kita juga mempertahankan banyak hasil yang baik," ujar Presiden.
"Namun, saya harus mengatakan bahwa kemitraan kita tidak semuanya mulus. Banyak perbedaan yang harus kita atasi,” lanjut Presiden.
Baca juga : Presiden Jokowi: Kemitraan ASEAN-UE Harus Didasarkan pada Kesetaraan
ASEAN dan UE membekukan dorongan untuk menjalin kesepakatan perdagangan bersama satu dekade silam. Kini, para pejabat blok tersebut menyatakan harapan agar upaya mencapai kesepakatan lebih luas antara kedua blok tersebut bisa kembali diluncurkan.
Hingga kini, kesepakatan UE telah terjalin dengan Vietnam dan Singapura. UE saat ini berupaya mencapai kemajuan dalam perundingan dengan Indonesia, kekuatan ekonomi terbesar ASEAN, serta memulai perundingan dengan Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Kawasan ASEAN berpenduduk 660 juta jiwa dan masuk 10 kekuatan ekonomi terbesar dunia. Menurut Presiden Jokowi, Asia Tenggara telah menjadi kekuatan ekonomi selama beberapa dekade. Kemitraan dengan ASEAN akan menjadi kerjasama yang menguntungkan.
Baca juga : ASEAN-Uni Eropa Selaraskan Kepentingan di Indo-Pasifik
Pada bulan September tahun ini, ASEAN-Uni Eropa Business Council telah mengeluarkan hasil survei mengenai persepsi bisnis di ASEAN. Sebanyak 63 persen responden melihat ASEAN sebagai kawasan dengan peluang ekonomi terbaik.
“(Sebesar) 69 persen responden mengharapkan pasar ASEAN menjadi lebih penting dari aspek pendapatan global dalam dua tahun kedepan dan 97 persen responden berharap adanya percepatan perundingan FTA ASEAN-UE dan anggotanya,” jelas Presiden.
Untuk itu, Presiden Jokowi mendorong kemitraan yang setara dan saling menguntungkan. “Dari pandemi dan krisis multidimensi yang kita hadapi saat ini, kita petik pelajaran penting bahwa tumbuh dan makmur bersama adalah satu-satunya pilihan. Kita tidak hanya harus maju bersama, namun juga harus maju setara,” jelas Presiden Jokowi.
Kita tidak hanya harus maju bersama, namun juga harus maju setara.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan paket investasi 10 miliar euro untuk proyek-proyek kawasan ASEAN di bawah program "Pintu Gerbang Dunia". Program ini semacam respons atas "Prakarsa Sabuk dan Jalan" yang diluncurkan China. Dana itu mulai dikucurkan pada 2027.
"Perdagangan adalah piranti sangat kuat untuk mempromosikan pertumbuhan dan hubungan dekat antara kawasan kita," kata Charles Michel, Prsiden Dewan Eropa, yang memimpin sidang dari pihak UE.
Baca juga : Para Mitra Wicara Memantau Penerapan Konsep Indo-Pasifik ASEAN
Seorang pejabat UE yang menolak disebutkan namanya mengungkapkan bahwa UE ingin terlibat lebih jauh di dalam berbagai program ASEAN. ASEAN adalah mitra dagang terbesar ketiga UE setelah Amerika Serikat dan China.
"UE membaca adanya keinginan ASEAN untuk meningkatkan keragaman kerja sama ekonomi dan pembangunan mereka dengan pihak-pihak lain. Bagi UE, ini menguntungkan karena mengurangi pengaruh China di Asia Tenggara," kata pejabat itu.
Ia mengatakan, UE juga hendak meminta agar ASEAN lebih tegas kepada Rusia dan China. ASEAN dalam pernyataannya tidak mengecam Rusia dan menolak menyebut invasi Rusia ke Ukraina sebagai agresi militer. ASEAN menyayangkan adanya konflik terbuka dan meminta semua pihak agar menyegerakan perdamaian.
Baca juga : Beda Pandangan Mencuat Terkait Perang Rusia-Ukraina
Di antara sepuluh anggota ASEAN, hanya Singapura yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Adapun di dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengecam serangan ke Ukraina, tiga negara ASEAN (Laos, Thailand, dan Vietnam) memilih abstain.
Terkait China, UE menginginkan agar ASEAN tegas. Sejumlah pihak menafsirkan keinginan ini agar ASEAN menjauh dari China. Apalagi, beberapa anggota ASEAN memiliki persoalan sengketa di Laut China Selatan.
Multilateralisme
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yang menjabat sebagai Ketua ASEAN 2022, mengatakan bahwa ASEAN dan UE sebagai blok kawasan terkuat selalu mengedepankan multilateralisme. "Artinya, pandangan ASEAN untuk seluruh konflik global, termasuk antara Rusia dan Ukraina, selalu memegang prinsip Piagam PBB," tuturnya, dikutip oleh media Euractiv.
Ia menekankan bahwa kedaulatan setiap negara harus dihormati. Kamboja merupakan anggota ASEAN yang cukup vokal menentang invasi Rusia, meskipun dalam sejarah Kamboja banyak dibantu oleh Rusia. Menurut Hun Sen, negara-negara kecil seperti Kamboja sangat bergantung kepada pelaksanaan hukum internasional.
"Tanpa hukum internasional, negara besar bisa dengan mudah merundung negara kecil," ujar Hun Sen.
Meskipun demikian, Hun Sen menuturkan bahwa ASEAN tidak akan berpihak kepada siapa pun. ASEAN mengutamakan membuka pintu dialog sebanyak dan selebar mungkin. Penting bagi ASEAN adanya hubungan stabil antara China dengan AS. Begitu pula hubungan stabil dengan Rusia sehingga ASEAN akan terus berdialog dengan semua negara adidaya.
Baca juga : Indonesia Tolak Dominasi pada Tata Kelola Global
Peneliti isu ASEAN di Badan Riset dan Invasi Nasional (BRIN) Khanisa Krisman menjelaskan, UE sebagai bagian dari blok Barat memang selalu memandang setiap isu harus ada keberpihakan yang jelas. Ini sudah ciri khas mereka menerapkan narasi demokrasi melawan otokrasi. Salah satu contohnya ialah ketika UE menentang Myanmar bergabung dengan ASEAN atas alasan masih banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar.
Baca juga : UNCLOS Instrumen Penyelesaian Konflik yang Masih Relevan
Sikap ini berbeda dengan karakteristik ASEAN yang mengedepankan musyawarah dan keguyuban, terlepas ideologi politik setiap anggota maupun mitra wicara. Seluruh kebijakan ASEAN merupakan payung dari suara sepuluh anggotanya, meskipun saat ini Myanmar sedang dikucilkan dan tidak boleh mengirim perwakilan politiknya.
"Justru, dengan terus menjalin hubungan dengan semua pihak memungkinkan ASEAN melakukan dialog tanpa dicurigai sebagai kaki tangan pihak tertentu," kata Khanisa. (AP/AFP/REUTERS)