Perdana Menteri Australia periode sebelumnya, Scott Morrison, enggan datang ke G20 jika Presiden Rusia Vladimir Putin hadir. Pendekatan berbeda diambil Perdana Menteri Australia baru, Anthony Albanese.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menegaskan bahwa dirinya akan hadir pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada November 2022. Hal ini disampaikan pada konferensi pers di Jakarta, Senin (6/6/2022) siang, usai pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.
“Perlu saya tekankan bahwa saya menghadiri G20 untuk duduk bersama Presiden Joko Widodo, bukan dengan Putin. Sebagai sahabat Indonesia, Australia mendukung Presidensi G20 Indonesia dan visinya untuk pulih bersama pascapandemi Covid-19,” kata Albanese dalam konferensi pers.
Perlu saya tekankan bahwa saya menghadiri G20 untuk duduk bersama Presiden Joko Widodo, bukan dengan Putin.
Mengusung kepentingan bersama itu, Albanese mengutarakan komitmennya untuk menyukseskan KTT G20. Tanpa kerja sama semua anggota, pemulihan ekonomi global maupun penanganan isu-isu lainnya akan terkendala.
Ia juga mengingatkan publik bahwa Putin juga menghadiri KTT G20 pada 2014 di Brisbane, Australia. Ketika itu, Rusia mencaplok Semenanjung Crimea dari Ukraina. Perdana Menteri Australia 2013-2015 Tony Abbott tetap mengundang Putin. “Berada satu ruangan dengan Putin tidak berarti Australia berpaling dari nilai-nilai demokrasi yang kita anut,” kata Albanese.
Presiden Joko Widodo pada pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, mengundang Albanese untuk hadir pada KTT G20 di Bali. Hal ini disampaikan Presiden kepada media pada konferensi pers bersama Albanese di Istana Kepresidenan Bogor.
"Saya berharap PM Albanese dapat hadir dalam KTT G20 di bulan November di Bali," kata Presiden.
Perdana menteri sebelumnya, Scott Morrison, menyatakan menolak datang ke G20 jika Presiden Rusia Vladimir Putin hadir. Dia menyatakan bahwa berada satu meja dengan Putin, yang dituduh melakukan kejahatan perang oleh Amerika Serikat selama agresi militer di Ukraina, adalah terlalu berlebihan.
”Gagasan untuk duduk bersama dengan Vladimir Putin, ketika AS sudah dalam posisi akan menyatakan dia (Putin) melakukan kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah tindakan yang terlalu jauh,” kata Morrison saat bertemu dengan media di Canberra, Kamis (24/3/2022).
Pernyataan itu disampaikan Morrison setelah Pemerintah Indonesia memutuskan mengundang semua anggota G20, termasuk Rusia, pada pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral di Washington DC, AS, 20 April. Tahun ini, Indonesia memegang presidensi G20.
KTT G20 akan digelar di Bali, 15-16 November 2022. Kegiatan ini menjadi sensitif secara politis menyusul polarisasi di G20 yang dipicu perang Rusia-Ukraina.
Albanese juga menjanjikan visi Australia yang mengedepankan keamanan dan kestabilan kawasan Indo-Pasifik. Kerja sama antarnegara dalam dan luar maupun di dalam kawasan sendiri menjadi kunci mencegah tidak terjadinya pemanasan isu yang berujung kepada konflik terbuka.
“Kita harus mengakui memang ada persaingan kekuatan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik. Pengaruh China semakin membesar. Permasalahannya, perilaku mereka di Laut China Selatan sangat intrusif dan agresif,” tutur Albanese.
Ia menghindar menjelaskan rencana pemerintahannya atas Pakta Pertahanan Australia-Inggris-Amerika Serikat (AUKUS) yang dinilai negara-negara Indo-Pasifik kian membuat suasana panas. Berdasarkan AUKUS, Australia mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir untuk berpatroli di perairan Indo-Pasifik.
Dalam kampanye pemilihan umum federal Australia lalu, Albanese dari Partai Buruh melawan perdana menteri petahana saat itu, Scott Morrison. Ia menuduh Morrison berbohong dalam penandatanganan AUKUS. Morrison mengatakan bahwa Partai Buruh mendukung pemerintahan petahana untuk bergabung dengan AUKUS, padahal Albanese mengungkapkan partai yang dipimpinnya itu tidak memberi persetujuan.
Albanese menuturkan bahwa perihal AUKUS harus dibahas secara lebih mendalam dengan Indonesia dan butuh pertemuan-pertemuan berikutnya. “Faktor terpenting ialah bagi kita semua menjaga kestabilan dan keamanan kawasan. Ini fokus Australia, yaitu mencegah agar persaingan geopolitik bisa berlangsung secara sehat dan tidak berisiko kepada konflik terbuka,” ujarnya.
Indonesia, Albanese menambahkan, merupakan negara sahabat yang penting bagi Australia. Oleh sebab itu, sewajarnya menjadi tujuan kunjungan perdana luar negerinya. Dua hari setelah dilantik, Albanese terbang ke Tokyo, Jepang untuk menghadiri rapat Pakta Pertahanan Quadrilateral dengan AS, Jepang, dan India. Menurut dia, pertemuan itu sudah dijadwalkan dari pemerintahan sebelumnya. Berbeda dengan kunjungan sekarang yang memang ia pilih sendiri.
Albanese yang baru dilantik sebagai PM Australia 15 hari lalu itu memilih Indonesia sebagai negara pertama yang ia kunjungi. Ia didampingi Menteri Luar Negeri Penny Wong, Menteri Industri dan Ilmu Pengetahuan Ed Husic, serta Menteri Perdagangan dan Pariwisata Don Farrell.
Selain memboyong menteri-menterinya, delegasi Albanese juga terdiri dari kelompok industri dan kamar dagang Australia. Mereka berminat untuk mencari sektor yang baik untuk penanaman modal. Perhitungan bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia mereka anggap sebagai potensi yang tidak boleh dilewatkan.
Di samping itu, Albanese juga ingin menguatkan kembali hubungan dengan Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Australia siap mengucurkan dana sebesar 400 juta dollar Australia untuk kerja sama bilateral dengan negara-negara Asia Tenggara.
Sesuai dengan kampanyenya, penanganan krisis iklim menjadi perhatian di pemerintahan Albanese. Di Indonesia, disediakan dana sebesar 200 juta dollar Australia untuk isu ini.
Menlu Australia Penny Wong menambahkan, penting bagi Australia menunjukkan dukungan terhadap ASEAN. “Sikap ASEAN yang netral penting untuk menjaga keseimbangan kawasan. Australia akan giat berdialog dengan ASEAN , termasuk mengenai isu Myanmar. Akan tetapi, di saat yang sama, Australia tentu memiliki kedaulatan untuk bersikap strategis terkait isu-isu tertentu,” katanya.