ASEAN Tetap Menunggu, meski Telah Bertemu AS
Dengan gabungan PDB 3 triliun dollar AS dan dihuni 661 juta jiwa, Asia Tenggara jelas bukan kawasan yang bisa diabaikan. Tanpa merangkul Indonesia dan Asia Tenggara, siapa pun akan kesulitan berperan di Indo-Pasifik.
Seperti diduga banyak pihak, pertemuan khusus ASEAN-Amerika Serikat menghasilkan hal di bawah harapan ASEAN. Sebaliknya, AS mendapat lebih banyak manfaat dari hasil pertemuan yang berlangsung di Washington DC, 12-13 Mei 2022, itu.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arsjad Rasjid menyebutkan, ASEAN sangat menginginkan perdagangan bebas dan investasi dengan AS. Sejauh ini, kerangka kerja perdagangan dan investasi ASEAN-AS belum sepenuhnya terwujud. ASEAN, juga bangsa-bangsa lain di kawasan, masih menanti kejelasan Kerangka Kerja Sama Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) yang sedang disusun AS.
”Jelas, kami mau lebih banyak. Walakin, ini bukan cuma soal angka. Kami tidak mencari uang gratis. Kami mencari pendalaman hubungan seperti perdagangan, investasi, akses pasar, transfer teknologi,” katanya.
Janji Presiden AS Joe Biden memberikan bantuan keamanan dan ekonomi sebesar 150 juta dollar AS kepada ASEAN sangat kecil jika dibandingkan dengan janji China kepada ASEAN. Pada 2021, Beijing menawarkan bantuan 1,5 miliar dollar AS kepada ASEAN. China juga berjanji membeli 150 miliar dollar AS komoditas ASEAN.
Baca juga: Indonesia Harapkan AS Jadi Bagian Kerja Sama Inklusif di Kawasan
Arsjad mengatakan, janji AS dapat dipandang sebagai awal bagus dari komitmen AS untuk meningkatkan hubungan dengan Asia Tenggara dan tentu saja Indonesia. ”Indonesia menawarkan peluang besar investasi energi bersih, digital, kesehatan, dan sektor manufaktur. Sektor swasta di kedua negara harus lebih bisa berkolaborasi seiring dengan stimulus yang disediakan AS dalam pertemuan khusus ASEAN-AS,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, hubungan AS dengan kawasan akan meningkat jika dijalankan dalam kerangka konstruktif. Hubungan AS dengan kawasan jangan hanya difokuskan pada persaingan AS dengan China di kawasan. ”Jangan paksa kami (ASEAN) memilih AS atau China, kami tidak mau dunia dengan dua blok,” kata Arsjad.
Diplomat senior Singapura, Tommy Koh, malah menyebut AS lebih sibuk mendekati Asia Tenggara melalui isu keamanan saja. ”Padahal, bangsa Asia hidup dengan perdagangan,” kata mantan Duta Besar Singapura untuk AS itu.
Adapun lembaga kajian di Washington DC, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), merekomendasikan pemerintahan Biden menghindari fokus pada narasi China. Biden perlu fokus pada agenda-agenda positif di kawasan.
”Menekankan pada manfaat IPEF pada kawasan, bukannya malah mengaitkan itu (IPEF) pada strategi AS terhadap China,” demikian tercantum dalam laporan edisi April 2022.
Lambat
Penanggung Jawab Kebijakan Indo-Pasifik AS Kurt Campbell mengatakan bahwa tantangan AS di kawasan bukanlah kemampuan berkompetisi dengan kekuatan lain. ”Tantangannya adalah apakah AS bisa membuat hubungan berkelanjutan dengan Asia Tenggara. AS perlu menunjukkan tanda bahwa AS mitra yang dapat diandalkan,” katanya.
Direktur Eksekutif Asian Trade Centre Deborah Elms malah menyebutkan, AS menghabiskan terlalu banyak waktu untuk memulai pembicaraan isu ekonomi dengan Asia. Saat AS sibuk sendiri, pemerintahan banyak negara Asia terus membuat aneka kesepakatan dagang sebagai sumber pertumbuhan setelah pandemi dan membangun ketahanan nasionalnya. ”Kondisi ini membuat AS tersingkir dengan sendirinya,” katanya.
AS harus mengadopsi agenda perdagangan dan investasi yang lebih aktif dengan ASEAN. Hal itu akan menguntungkan AS secara ekonomi dan strategis .
Kelambanan AS soal perdagangan antara lain memicu frustrasi Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri. Selepas Donald Trump mengeluarkan AS dari Kemitraan Trans Pasifik (TPP) pada 2017, AS belum punya inisiatif dagang baru dengan kawasan. ”AS harus mengadopsi agenda perdagangan dan investasi yang lebih aktif dengan ASEAN. Hal itu akan menguntungkan AS secara ekonomi dan strategis,” ujarnya di sela-sela pertemuan khusus ASEAN-AS.
Baca juga: Presiden Jokowi: Komitmen Negara Maju untuk Pembiayaan Iklim Sangat Rendah
Adapun PM Vietnam Minh Chinh menyebutkan, IPEF belum menunjukkan hal konkret dan perlu diklarifikasi. ”Kami siap berdiskusi dengan AS untuk mengklarifikasi pilar-pilar IPEF. Kalau sudah jelas, baru berbicara lebih lanjut. Kami perlu waktu untuk mempelajari inisiatif ini,” katanya.
PM Singapura Lee Hsien Loong juga meminta ASEAN diajak bicara lebih mendalam soal IPEF. ”Kami mendorong partisipasi Asia yang lebih besar di IPEF dan kami berharap AS mengundang langsung anggota ASEAN untuk membahas masalah ini,” katanya.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Abdul Kadir Jailani mengatakan, Indonesia terus berkomunikasi dengan AS soal IPEF yang tengah disusun AS. Indonesia telah membaca rancangan naskah kerangka kerja sama itu lalu memberi masukan serta meminta klarifikasi.
Salah satu yang ditekankan Indonesia adalah arsitektur kawasan yang inklusif. Indonesia menolak setiap upaya yang berujung pada pengucilan hingga penyingkiran pihak lain di kawasan. Indonesia ingin memastikan semua pihak dilibatkan dan berkontribusi positif pada kemakmuran dan kedamaian kawasan.
Indonesia juga menekankan pentingnya kepatuhan pada peraturan. Indonesia juga akan senantiasa mengedepankan kepentingan nasionalnya. Dalam konteks Asia Tenggara dan Indo-Pasifik, kepentingan itu dituangkan dalam Pandangan ASEAN soal Indo-Pasifik (AOIP).
Belum jelas
Pertemuan Washington memang tidak menghasilkan hal konkret. Seperti dicantumkan di butir 28 Pernyataan Visi Bersama ASEAN AS, para pemimpin ASEAN-AS akan menugaskan menteri terkait untuk mengoordinasikan penerapan pernyataan visi bersama itu.
Dalam pernyataan resmi Departemen Luar Negeri AS, paket 150 juta dollar AS yang diungkap Biden diperlakukan sebagai stimulus. Dengan pancingan beberapa puluh juta dollar AS, Washington berharap bisa memobilisasi 2 miliar dollar AS untuk mitigasi perubahan iklim dan 13 miliar dollar AS untuk transisi energi. Washington juga berjanji mengusulkan 800 juta dollar AS dari APBN 2023 untuk asistensi ASEAN.
Dengan janji-janji itu, setidaknya ada enam butir dari 28 butir Pernyataan Visi Bersama ASEAN AS yang secara langsung terkait agenda AS di kawasan. Butir-butir itu terkait Laut China Selatan, Delta Mekong, Korea Utara, dan Ukraina. Adapun terkait kepentingan ASEAN menggunakan istilah-istilah yang tidak konkret seperti mendukung, berkomitmen, hingga mencari pendalaman.
Baca juga: Setelah Lima Tahun Lowong, Biden Calonkan Dubes AS untuk ASEAN
Direktur Eksekutif Cambodian Institute for Cooperation and Peace Pou Sothirak mengatakan, AS perlu menjelaskan alasan ASEAN membutuhkan AS di masa kini. Washington perlu menegaskan AS tidak akan meminta ASEAN memilih di antara AS dan China. AS juga perlu menegaskan kepada ASEAN bahwa ASEAN tidak perlu mengesampingkan kepentingan Beijing di kawasan demi berdekatan dengan Washington.
Dibatasi penurunan kemampuan dan keuangan untuk dukungan ekonomi bagi ASEAN, sulit bagi AS mendapatkan kerja sama utuh dari ASEAN.
Pemimpin Dewan Bisnis ASEAN-China Xu Ningning mengatakan, rantai pasok ASEAN-China amat terhubung. Kehadiran Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) serta Kemitraan Ekonomi Kawasan Komprehensif (RCEP) menjadi alasan utama keterhubungan itu. Sebaliknya, AS malah meninggalkan pelantar kerja sama ekonomi kawasan.
AS juga tidak punya program konkret untuk menandingi BRI. Inisiatif Membangun Dunia Lebih Baik (B3W) yang digagas AS bersama sekutunya pada 2021 tidak kunjung jelas wujudnya. ”Dibatasi penurunan kemampuan dan keuangan untuk dukungan ekonomi bagi ASEAN, sulit bagi AS mendapatkan kerja sama utuh dari ASEAN,” kata Xu, sebagaimana dikutip Global Times.
Arsjad mengatakan, sudah jelas penerapan visi Indo-Pasifik AS butuh ASEAN dan Indonesia. Dari gabungan produk domestik bruto 3 triliun dollar AS, 1 triliun dollar AS di antaranya di Indonesia. Dihuni 661 juta jiwa, Asia Tenggara jelas bukan kawasan yang bisa diabaikan. Posisi geografis dan arah perkembangannya membuat kawasan ini perlu dirangkul siapa pun yang ingin berperan di Indo-Pasifik. Tanpa merangkul Indonesia dan Asia Tenggara, pihak mana pun akan kesulitan berperan di Indo-Pasifik. (AFP/REUTERS)
Baca juga: Setelah Bertemu Presiden, Elon Musk Buka Peluang Kerja Sama dengan RI