Presiden Jokowi: Komitmen Negara Maju untuk Pembiayaan Iklim Sangat Rendah
Penguatan kerja sama negara-negara maju dengan negara-negara ASEAN sangat penting untuk mengatasi krisis iklim. Untuk itu, Presiden Jokowi mendorong negara maju memenuhi komitmennya dalam pencapaian penurunan emisi.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
KTT khusus AS-ASEAN merupakan pertemuan kedua yang diselenggarakan antara para pemimpin negara ASEAN dan Wakil Presiden AS Kamala Harris, Jumat (13/5/2022) waktu setempat di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC. Dalam pertemuan ini dibahas isu terkait perubahan iklim, energi bersih, dan infrastruktur.
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan perubahan iklim memerlukan kerja sama semua negara. Karena itu, penguatan kerja sama pada pembiayaan pemulihan iklim, transisi energi, maupun investasi ekonomi hijau diperlukan.
Presiden Joko Widodo menyampaikan, ketiga hal tersebut sangat penting dalam penanganan perubahan iklim. ”Pembiayaan iklim yang harus terpenuhi, kerja sama transisi energi diperkuat, dan investasi di ekonomi hijau harus ditingkatkan,” ujarnya dalam pertemuan dengan para pemimpin negara-negara ASEAN dan Wakil Presiden AS Kamala Harris sebagai rangkaian dari Konferensi Tingkat Tinggi khusus AS-ASEAN di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC, Jumat (13/5/2022).
Pertemuan yang membahas isu perubahan iklim, energi bersih, dan infrastruktur, ini tak hanya dihadiri para pemimpin negara ASEAN, tetapi juga dihadiri utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim John Kerry, Menteri Energi AS Jennifer M Granholm, dan Menteri Transportasi AS Pete Buttigieg. Adapun Presiden Jokowi didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Duta Besar RI untuk AS Rosan Roeslani.
Saya harus terus terang bahwa komitmen negara maju untuk implementasi isu pembiayaan iklim sangat rendah. (Presiden Jokowi)
Terkait dengan pembiayaan iklim, Presiden mendorong negara maju lainnya untuk memenuhi komitmennya dalam pencapaian penurunan emisi atau Nationally Determined Contributions (NDC) secara global. Pada periode 2000-2019, ASEAN hanya memperoleh 56 miliar dollar AS atau sekitar 10 persen dari total dukungan pembiayaan iklim negara maju.
”Saya harus terus terang bahwa komitmen negara maju untuk implementasi isu pembiayaan iklim sangat rendah. Kondisi ini menjadi penghambat pencapaian NDC secara global,” tambah Presiden Jokowi.
ASEAN pun, lanjutnya, berkomitmen meningkatkan proporsi energi baru terbarukan dari 14 persen pada 2018 menjadi 23 persen pada 2025. Namun, upaya ini memerlukan investasi dan teknologi setidaknya 367 miliar dollar AS di sektor energi bersih.
Di Indonesia, transisi energi selama delapan tahun ke depan membutuhkan 30 miliar dollar AS. Kendati memerlukan pembiayaan cukup tinggi, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sekitar 437 gigawatt (GW), baik dari energi surya, bayu, maupun panas bumi. Saat ini, pemanfaatannya baru mencapai 0,3% dari total potensi.
”Indonesia juga memiliki potensi besar sebagai hub pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan yang akan kita butuhkan lima tahun ke depan,” tambah Presiden Jokowi.
Terkait investasi ekonomi hijau, Presiden Jokowi mengungkapkan ada potensi peluang ekonomi yang besar dalam pengembangan ekonomi hijau. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme yang mempertemukan tidak saja sektor pemerintah, tetapi juga dunia usaha.
Presiden Joko Widodo mendorong penguatan kerja sama pada pembiayaan iklim, transisi energi, maupun investasi ekonomi hijau antara ASEAN dan Amerika Serikat. Hal ini disampaikan dalam pertemuan para pemimpin negara-negara ASEAN dengan Wakil Presiden AS Kamala Harris di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC, Jumat (13/5/2022).
”Investasi di sektor infrastruktur hijau bisa menjadi unsur penting kolaborasi ASEAN-AS yang membutuhkan setidaknya 2 triliun dollar AS dalam satu dekade mendatang,” kata Presiden.
Dalam sambutannya, Wakil Presiden AS Kamala Harris mengakui Amerika Serikat maupun negara-negara ASEAN memahami betul dampak krisis iklim maupun bencana-bencana yang terjadi sebagai akibatnya. Karena itu, dia mengajak semua negara ASEAN untuk mempercepat transisi ke energi bersih dan membangun infrastruktur yang diperlukan dengan cara yang berkelanjutan.
Mengajak semua negara ASEAN untuk mempercepat transisi ke energi bersih dan membangun infrastruktur yang diperlukan dengan cara yang berkelanjutan. (Wakil Presiden AS Kamala Harris)
Disampaikan pula, dalam KTT ini, AS telah meluncurkan serangkaian inisiatif. Harris menggarisbawahi tiga inisiatif di antaranya. Pertama, mobilisasi miliaran dollar AS untuk mengungkit filantropi masyarakat dan pembiayaan swasta ke energi bersih dan infrastruktur cerdas iklim. Kedua, inisiatif terkait kemitraan baru pada transportasi berkelanjutan dan konservasi hutan. Ketiga, berbagi data satelit untuk membantu negara-negara ASEAN mempersiapkan dan merespons krisis iklim dan cuaca ekstrem yang terjadi.
”Kita sama-sama yakin bahwa Bumi kita semakin terhubung dan saling bergantung. Itu sebabnya, kita bekerja bersama untuk mengatasi isu-isu ini, menjalankan norma-norma baru dan kesepakatan-kesepakatan baru,” tuturnya.