Biden-Putin Saling Lontarkan Peringatan, Berharap Diplomasi Beri Solusi
Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin saling melontarkan peringatan via telepon. Biden menegaskan ada sanksi jika Rusia menginvasi Ukraina. Putin membalas, ada konsekuensi serius jika AS beri sanksi.
WASHINGTON, KAMIS — Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin, Kamis (30/12/2021) waktu setempat atau Jumat (31/12/2021) dini hari, saling melontarkan peringatan mengenai situasi di Ukraina dalam pembicaraan antarkeduanya melalui telepon. Meski demikian, kedua pemimpin juga sama-sama mengungkapkan optimisme bahwa serangkaian pembicaraan diplomatik bulan Januari akan meredakan ketegangan.
Pembicaraan Biden dan Putin berlangsung sekitar 50 menit, berakhir selepas tengah malam di Moskwa. Percakapan via telepon ini digelar atas permintaan Putin. Ini percakapan mereka untuk kedua kalinya pada Desember 2021.
Baca juga: Ketegangan di Eropa Meningkat, Rusia-NATO Setuju Bertemu
Dalam pembicaraan, Kamis (30/12/2021), Biden menyampaikan, dirinya ingin melihat Rusia melakukan deeskalasi kegiatan militer di dekat Ukraina. Adapun Putin menyatakan, berbagai ancaman sanksi yang dilontarkan Washington dapat merusak hubungan kedua pihak.
”Presiden Biden menekankan kembali bahwa kemajuan substantif dalam pembicaraan-pembicaraan ini hanya akan mungkin terwujud dalam keadaan deeskalasi, bukan eskalasi,” kata Jen Psaki, jubir Gedung Putih. Presiden Biden menjelaskan, Amerika Serikat dan para sekutu akan memberi respons tegas jika Rusia menginvasi Ukraina.
Penasihat Kebijakan Luar Negeri Rusia, Yury Ushakov, mengatakan bahwa secara keseluruhan Kremlin ”gembira” dengan pembicaraan via telepon tersebut. Ia menambahkan, Putin memperingatkan Biden bahwa Moskwa membutuhkan hasil positif, dan pembicaraan bulan depan tidak dapat berlangsung tanpa batas waktu.
”Kami butuh adanya hasil, dan kami akan mendorong terwujudnya hasil itu, berupa jaminan keamanan bagi Rusia,” kata Ushakov.
Dokumen-dokumen draf keamanan yang diajukan Moskwa menuntut Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menolak permintaan keanggotaan Ukraina dan negara-negara bekas pecahan Uni Soviet lainnya. Moskwa juga mendesak NATO menarik pasukan dari wilayah Eropa Tengah dan Eropa Timur.
AS dan para sekutunya selama ini tak mau memberikan jaminan yang diinginkan Putin terkait Ukraina. Alasan mereka, masalah keanggotaan NATO terbuka bagi negara mana pun yang sesuai kualifikasi. AS dan sekutunya hanya setuju untuk membahas dengan Rusia terkait isu yang dipersoalkan.
Proposal draf keamanan dari Moskwa tersebut mencuatkan sejumlah pertanyaan di kalangan Barat, antara lain, apakah memang Putin sengaja mengajukan tuntutan-tuntutan yang tidak realistis dengan harapan Barat pasti akan menolak dan hal itu akan menjadi dalih baginya untuk menginvasi Ukraina.
Baca juga: Tidak Ada Alasan untuk Berperang
Setelah pembicaraan via telepon antara Biden dan Putin pada Jumat dini hari WIB itu, kedua pihak akan menggelar serangkaian pertemuan, Januari mendatang. Pejabat senior AS dan Rusia akan bertemu di Geneva, Swiss, 9-10 Januari. Pembicaraan lalu berlanjut antara Rusia dan Dewan NATO di Brussels, Belgia, 12 Januari. Setelah itu, delegasi Rusia bertemu delegasi anggota NATO dan Organisasi Kerja Sama Keamanan Eropa (OSCE) di Vienna, Austria, 13 Januari.
”Negosiasi-negosiasi tidak seharusnya menjadi pembicaraan kosong,” kata Ushakov. Ia tidak memberikan kerangka waktu secara pasti. Kremlin, ujar dia, akan memberikan penilaian atas situasi setelah rangkaian perundingan bulan Januari ini di Geneva, Brussels, dan Vienna. ”Setelah itu kami akan membuat kesimpulan.”
Konsekuensi serius
Selama pembicaraan via telepon, Kamis, menurut Ushakov, Biden menyebut bahwa AS bisa menjatuhkan sanksi-sanksi utama terhadap Rusia jika ketegangan terkait isu Ukraina terus bereskalasi. ”(Sanksi-sanksi) ini bakal menjadi kesalahan kolosal yang bisa menimbulkan konsekuensi serius--paling serius bahkan. Kami berharap, itu tidak terjadi,” kata Ushakov,
Dalam pernyataan selepas pembicaraan telepon itu, Kremlin menekankan bahwa Biden menyampaikan pada Putin bahwa senjata-senjata AS untuk menyerang tidak akan dikerahkan di Ukraina. Namun, menurut Gedung Putih, Biden hanya menegaskan ulang kebijakan yang berlangsung saat ini.
”Presiden Biden memperjelas bahwa AS melanjutkan untuk memberi bantuan keamanan untuk pertahanan bagi Ukraina dan tidak mendatangkan senjata-senjata untuk menyerang. Itu bukan komitmen baru,” ujar seorang pejabat AS kepada kantor berita AFP.
Pejabat Pemerintah AS lainnya menyebutkan, Biden memaparkan dua jalan. ”Satu jalan adalah diplomasi, jalan lainnya adalah lebih fokus pada penggentaran, termasuk yang berdampak serius,” kata pejabat tersebut.
Seorang pejabat Gedung Putih menyebut, Washington tidak terlalu paham mengapa Moskwa meminta telepon itu. Walakin, pejabat yang menolak identitasnya diungkap itu mengatakan bahwa komunikasi di antara pejabat tertinggi kedua negara memang dibutuhkan untuk meredakan ketegangan.
”Saya pikir kedua pemimpin meyakini makna penting komunikasi di antara pemimpin, seperti dalam periode krisis seperti sekarang,” katanya.
Baca juga: Fokus Hadang China-Rusia, AS Perkuat Militernya di Indo-Pasifik dan Eropa
Dalam pandangan Washington, tidak ada tanda peredaan ketegangan di Ukraina-Rusia selepas Biden-Putin berbincang melalui telekonferensi video pada 7 Desember 2021. Karena itu, telepon Jumat dini hari WIB tersebut dipandang penting.
”Bagi kami, untuk memastikan keamanan dan kestabilan Eropa, peredaan ketegangan lebih dibutuhkan dibandingkan peningkatan ketegangan,” ujar pejabat itu.
Dalam telekonferensi 7 Desember, Biden-Putin membahas Ukraina serta sejumlah isu lain. Sementara dalam pertemuan langsung di Geneva, Juni 2021, mereka membahas berbagai isu lain lebih luas.
Sebelum pembicaraan Biden-Putin via telepon, Jumat dini hari WIB, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dilaporkan terus berunding dengan sejawatnya di Rusia dan Ukraina.
Baku tuding
Sullivan menghubungi sejawatnya di tengah peningkatan ketegangan di Ukraina. NATO dan Rusia baku tuding soal pihak mana yang menyebabkan ketegangan itu. NATO menuding Rusia mengerahkan hampir 200.000 tentara di daerah perbatasan Rusia-Ukraina. Pengerahan itu disebut bagian dari persiapan menyerbu Ukraina.
Baca juga: G-7 Rapatkan Barisan untuk Hadapi Rusia
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menuding, anggota NATO mengirimkan ribuan milisi berkedok pelatih militer ke Ukraina. Moskwa juga menyoroti penempatan sedikitnya 100.000 pasukan Ukraina di Donetsk. Sejak 2014, sebagian penduduk Donetsk yang berbahasa Rusia membentuk milisi melawan Kiev.
”Kawasan, khususnya Ukraina, sedang dipasok senjata. Pasokan langsung akan datang, bernilai miliaran,” ujar Zakharova, sebagaimana dikutip kantor berita Rusia, TASS.
Moskwa juga menyoroti lebih dari 1.200 penerbangan pengintaian anggota NATO beroperasi di sekitar Laut Hitam pada 2020-2021. Adapun sepanjang 2021, ada 30 kali pelayaran anggota NATO ke Laut Hitam. Ada pula 20 kali latihan perang NATO dekat perbatasan Rusia.
Penasihat Putin, Yuri Ushakov, menyebut bahwa Rusia sudah bolak-balik diancam soal Ukraina. ”Tidak akan ada perubahan pasukan di perbatasan Rusia-Ukraina. Orang Amerika merisaukan pasukan kami, yang ditempatkan di wilayah kami, ribuan kilometer dari AS,” kata dia, seperti dikutip kantor berita TASS.
”Dari sudut pandang Moskwa, sepertinya tujuan Kremlin pada krisis sekarang bukan ingin malu di Kiev atau melakukan hal tidak menyenangkan dengan menduduki Ukraina. Tujuannya memberi tahu Barat bahwa Rusia siap memulai perang besar terhadap Ukraina kecuali ada yang dilakukan,” kata Maxim Samorukov, analis pada Carnegie Moscow Center.
Menurut dia, Rusia memandang Ukraina amat penting bagi keamanan nasionalnya. Putin secara terbuka merisaukan penempatan ribuan tentara NATO di sekitar Rusia. Ia menyalahkan NATO karena terus memperluas keanggotaan dan menempatkan persenjataan serta tentara ke dekat perbatasan Rusia.
Baca juga: Putin Minta Jaminan NATO Tak Merangsek ke Eropa Timur
Dalam percakapan dengan Biden pada 7 Desember, Putin meminta jaminan Ukraina tidak akan diterima menjadi anggota NATO dan NATO tidak akan menempatkan tentara serta persenjataannya di Ukraina. Moskwa sudah mengirimkan proposal berisi permintaan sejenis ke AS dan anggota lain di NATO.
Selepas pertemuan, Biden malah mengancam mengerahkan tentara AS ke anggota NATO di sekitar Rusia. ”Jika dibutuhkan, kami akan mengirimkan lebih banyak tentara AS dan NATO ke sayap timur. Kita berkewajiban mempertahankan mereka terhadap serangan apa pun dari Rusia,” ujarnya.
Di sekitar Rusia, ada Bulgaria, Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lituania, Polandia, Romania, dan Slowakia yang merupakan anggota NATO. Sampai 1989, mereka disebut sebagai ”Satelit Uni Soviet” yang memisahkan Uni Soviet dari negara-negara NATO. (AP/AFP/REUTERS)