Fokus Hadang China-Rusia, AS Perkuat Militernya di Indo-Pasifik dan Eropa
Militer Amerika Serikat akan memperkuat kehadiran dan pertahanan di kawasan Indo-Pasifik dan Eropa untuk lebih fokus menghadapi tantangan dari China dan Rusia.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Militer Amerika Serikat akan memperkuat keberadaan dan pertahanannya di kawasan Indo-Pasifik agar lebih fokus untuk menghadang China dan Rusia. Caranya, dengan meningkatkan dan memperluas fasilitas militer AS di Guam dan Australia. Pada saat yang sama, AS tetap akan mempertahankan pasukan di Timur Tengah guna menghadapi Iran dan kelompok-kelompok militan di kawasan itu.
Rencana tersebut dipaparkan dalam hasil kajian Departemen Pertahanan AS selama 10 bulan terkait postur global militer AS, Senin (29/11/2021) waktu setempat atau Selasa dini hari WIB. Rincian hasil kajian yang dilakukan sejak awal pemerintahan Presiden AS Joe Biden itu tidak akan dipublikasikan karena berisi materi rencana rahasia yang tidak boleh sampai ketahuan musuh.
Meski demikian, Mara Karlin, pejabat tinggi urusan kebijakan di Departemen Pertahanan AS (Pentagon), membenarkan kebijakan militer AS yang memprioritaskan wilayah Indo-Pasifik. Ia mengatakan, hasil kajian itu mengarahkan kerja sama dengan sekutu dan mitra di seluruh kawasan untuk menjaga stabilitas regional dan mencegah agresi militer dari China dan ancaman Korea Utara.
Selain itu, AS juga hendak memperkuat pertahanan dan kemampuan menghadapi ancaman agresi Rusia di Eropa. Washington juga ingin, pasukan keamanan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk beroperasi lebih efektif.
Wilayah Timur Tengah juga masih akan menjadi perhatian militer AS. Hanya saja sifatnya akan dinamis, berubah-ubah sesuai kebutuhan atau kondisi lapangan. Hal itu diambil setelah AS terlibat lama dalam konflik berkepanjangan di Irak dan Afghanistan.
”Kami punya tanggung jawab global dan harus memastikan kesiapan dan modernisasi pasukan kita. Postur untuk Timur Tengah akan senantiasa berubah. Tetapi, yang jelas kita punya kemampuan untuk segera mengerahkan pasukan ke sana jika dibutuhkan,” kata Karlin.
Seorang pejabat Pentagon yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, pada tahun pertama pemerintahan Biden ini tidak akan ada perubahan strategis besar-besaran pada postur militer AS. Kajian postur militer AS ini dilakukan hanya karena tim Biden merasa perlu mendapat laporan kajian terbaru setelah mantan Presiden Donald Trump dulu kerap tiba-tiba mengubah komitmen AS pada dunia.
Semasa Trump, kredibilitas dan kepercayaan AS yang selama ini diperoleh dengan susah payah menjadi rusak. Trump juga sering mengumumkan pasukan keamanan AS akan meninggalkan Suriah. Bahkan, ia pernah juga memerintahkan pengurangan pasukan di Jerman.
Kehadiran di Indo-Pasifik
Fokus AS pada kawasan Indo-Pasifik, kata Karlin, terlihat dengan adanya pengerahan pesawat pengebom dan pesawat tempur yang baru di Australia. Selain itu, ada juga pelatihan tentara dan peningkatan kerja sama logistik.
Kualitas dan layanan di bandara-bandara di Guam, Kepulauan Mariana Utara, dan Australia juga akan ditingkatkan, termasuk dengan fasilitas penyimpanan bahan bakar dan persenjataan. ”Kita mulai mengarah ke Pasifik sedikit demi sedikit,” kata Karlin.
Hasil kajian tersebut sebenarnya tidak membuat banyak perubahan pada distribusi pasukan keamanan AS di dunia. Karlin juga mengatakan, hasil kajian ini tidak mengkaji apakah militer AS bisa menjalankan operasi militer atau konflik di dua atau lebih lokasi dalam waktu yang bersamaan baik di darat, siber, atau nuklir.
Hasil kajian ini menunjukkan kompleksitas gambaran isu keamanan yang dihadapi pemerintahan Biden. Washington sudah menarik pasukannya dari Afghanistan, Agustus lalu, dan saat ini tengah menghadapi ancaman China di Asia Pasifik dan Rusia di Eropa. Iran masih tetap menjadi tantangan AS, termasuk Irak dan Suriah. Ini yang mempersulit AS menambah pasukan ke wilayah-wilayah lain.
Hasil kajian tersebut merupakan kajian pertama dari sejumlah kajian lainnya tentang prioritas pertahanan keamanan dan kebijakan. Ada kajian mengenai kekuatan nuklir khususnya mengenai jumlah, produksi, kebijakan, dan potensi penggunaannya yang kemungkinan akan selesai pada awal tahun depan.
Pentagon juga sedang merevisi Strategi Pertahanan Nasional yang membahas kebijakan pertahanan secara keseluruhan, termasuk peran pertahanan nuklir, ancaman siber, aliansi internasional, dan modernisasi kekuatan. Ada beberapa perubahan postur kekuatan AS yang diumumkan April lalu, seperti rencana perluasan keberadaan militer AS di Jerman melalui pengiriman 500 tentara. (REUTERS/AFP/AP)