Waspadai Galur Omicron, Biden Minta Penangguhan Paten Vaksin Covid-19
Presiden AS Joe Biden menyerukan penangguhan hak paten vaksin Covid-19. Ini ironi mengingat produsen vaksin dan negara-negara maju justru menumpuk vaksin untuk diri sendiri.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
NANTUCKET, SABTU — Presiden Amerika Serikat Joe Biden meminta agar perusahaan farmasi pembuat vaksin Covid-19 bersedia untuk sementara menangguhkan hak paten ataupun kekayaan intelektual mereka. Ini demi peningkatan dan perluasan produksi vaksin guna mencegah merebaknya galur baru B.1.1.529 yang kini resmi dinamai Galur Omicron.
”Sudah waktunya kita hentikan sementara hak paten vaksin Covid-19. Semakin banyak negara yang memproduksi vaksin, semakin baik,” kata Biden di rumah peristirahatannya di Nantucket, Massachussetss, AS, Jumat (26/11/2021). Sejauh ini, Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) belum menemukan ada galur Omicron di negara tersebut.
Ucapan Biden ini menuai kritik karena AS sama seperti negara-negara kaya pada umumnya. Mereka lambat mengulurkan tangan kepada negara yang membutuhkan vaksin Covid-19. Pada awal 2021, AS dan Uni Eropa menumpuk vaksin untuk mereka pakai di dalam negeri.
Setelah mereka memvaksinasi lebih dari 60 persen penduduknya, AS tidak segera menyumbangkan vaksin yang tersisa. Justru, mereka kembali menumpuk vaksin dengan alasan menyediakan dosis penguat (booster) kepada masyarakat.
Demikian pula dengan Uni Eropa yang pekan ini mengumumkan bahwa anak-anak berumur 5-11 tahun akan segera diimunisasi dengan vaksin Pfizer-BioNTech. Komisi Eropa juga mengeluarkan aturan yang mewajibkan bahwa semua orang yang hendak datang ke UE disuntik dosis penguat apabila telah lewat sembilan bulan menerima dosis kedua.
Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahwa dosis penguat tidak terlalu bermanfaat dalam menangani pandemi. Cara paling efektif ialah memvaksinasi semua penduduk dunia, yaitu 40 persen pada akhir tahun 2021 dan 70 persen pada pertengahan 2022.
”Kita harus mencurahkan energi untuk memperluas jangkauan vaksinasi. Advokasi tidak boleh kendur, termasuk kepada mereka yang awalnya menolak. Selain itu, protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan air sabun, juga jangan ditinggalkan,” kata Ketua Satuan Tugas Covid-19 WHO Maria van Kerkhove.
Pemblokiran
AS dan Inggris juga mengeluarkan larangan kedatangan bagi mereka yang berasal dari delapan negara di bagian selatan Benua Afrika. Negara-negara yang diblokir untuk sementara waktu ini adalah Afrika Selatan yang merupakan tempat asal galur Omicron, Botswana, Zimbabwe, Namibia, Lesotho, Eswatini, Mozambik, dan Malawi.
Galur Omicron pertama kali terdeteksi pada 9 November dari sampel yang diambil petugas kesehatan melalui pengetesan rutin. Mereka kemudian menemukan kluster berjumlah 22 kasus di Gauteng, Afsel. Tidak lama kemudian, otoritas Hong Kong dan Pemerintah Israel menemukan pula galur tersebut di beberapa penumpang yang baru tiba dari negara-negara di bagian selatan Afrika.
”Ada 30 mutasi yang terjadi di Omicron. Jauh lebih banyak daripada galur Delta yang memiliki 10 mutasi,” kata Direktur Badan Pengurutan Riset dan Inovasi KwaZulu-Natal Tulio de Oliveira, seperti dikutip surat kabar Afsel, Mail and Guardian.
Meskipun demikian, De Oliveira menjelaskan bahwa banyaknya mutasi tidak langsung berarti galur tersebut lebih berbahaya dan mematikan. Saat ini, galur yang masih merajalela adalah Delta, diikuti dengan Alpha, dan Beta.
Khusus untuk Omicron, penelitian masih terus dilakukan untuk melihat karakteristik dan pola perkembangannya. De Oliveira menekankan bahwa vaksinasi tetap merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi persebaran virus.
Adapun Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Afsel Clayson Monyela menyayangkan keputusan negara-negara Barat memblokir penumpang dari Afsel. Menurut dia, ini langkah yang terburu-buru, sementara WHO belum mengumumkan perlunya pemblokiran. (Reuters/AFP)