Dunia Waspadai Varian Baru Covid-19 dari Afrika Selatan
Varian baru Covid-19, yakni B.1.1.529 dari Afrika Selatan, dikhawatirkan lebih mudah dan cepat menular serta mampu bermutasi hingga sedikitnya 10 jenis. Sejumlah negara di Asia dan Eropa bergegas menutup perbatasan.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
SINGAPURA, JUMAT — Ancaman pandemi Covid-19 belum berakhir. Varian baru Covid-19 bernama B.1.1.529 yang diduga datang dari Afrika Selatan kembali membuat berbagai negara di Asia dan Eropa bergegas menutup perbatasan dan memperketat pembatasan wilayah serta protokol kesehatan. Seluruh penerbangan dari wilayah Afrika tak boleh masuk ke sejumlah negara di Asia dan Eropa. Selain Afrika Selatan, sampai sejauh ini varian baru itu sudah ditemukan di Botswana, Hong Kong, dan Israel. Kasus varian baru yang mampu bermutasi sedikitnya 10 jenis ini berasal dari para pelancong yang baru tiba dari Afrika Selatan.
Untuk kasus di Israel, ada tiga orang yang terinfeksi varian baru dan ketiganya sudah divaksin. Varian baru ini berbeda dengan varian Delta yang ”hanya” memiliki 2 mutasi. Varian baru dari Afsel ini mengkhawatirkan karena tingginya jumlah mutasi dan penyebaran yang cepat di kalangan anak muda di daerah Gauteng, provinsi terpadat di Afsel.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membicarakan varian baru ini di Geneva, Jumat (26/11/2021) siang waktu setempat. Juru bicara WHO, Christian Lindmeier, menjelaskan, pertemuan ini akan menentukan apakah varian baru ini lebih berbahaya ketimbang varian yang ada selama ini. Sampai sejauh ini baru diketahui ada 100 urutan varian. Dari analisis awal diketahui varian baru ini banyak bermutasi. Badan Keamanan Kesehatan Inggris menyebutkan varian baru ini memiliki lonjakan protein yang berbeda dengan virus Covid-19 yang asli yang menjadi dasar pembuatan vaksin Covid-19. ”Varian baru ini dikhawatirkan lebih mudah menular dan vaksin yang ada sekarang mungkin tidak efektif melawan,” kata Menteri Kesehatan Inggris Sajid Javid.
Stop penerbangan
Untuk mencegah masuknya varian baru ini, Inggris sudah melarang penerbangan dari Afsel, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho, dan Eswatini. Warga Inggris yang baru saja bepergian dari negara-negara itu diwajibkan karantina terlebih dahulu. Singapura, India, dan Jepang juga akan mengikuti langkah Inggris. Italia sudah memberlakukan larangan masuk bagi siapa saja yang dalam kurun 14 hari terakhir berkunjung ke negara-negara di wilayah Afrika, terutama Afsel. Jerman pun melakukan hal yang sama, apalagi karena saat ini Jerman sedang kewalahan menangani lonjakan kasus baru yang jumlahnya mencapai rekor 76.000 kasus dalam satu hari.
Negara-negara di Asia secara umum lebih berhasil menangani pandemi Covid-19 ketimbang negara-negara di Eropa. Ini antara lain karena kebijakan preventif yang tegas, seperti tes Covid-19 dan pengetatan perbatasan. India mewajibkan semua wilayah untuk menggalakkan tes Covid-19 dan memeriksa semua pelancong asing dari Afsel dan negara-negara lain yang dianggap berisiko tinggi. Padahal, India baru saja melonggarkan pembatasan visa dan kembali membuka jalur penerbangan internasional. Adapun Taiwan mewajibkan siapa saja yang datang dari negara-negara di wilayah Afsel untuk menjalani karantina selama 14 hari.
Seperti halnya Inggris, Presiden Komisi Uni Eropa (UE) Ursula von der Leyen juga tengah membahas kemungkinan penghentian seluruh penerbangan dari Afsel dengan negara-negara anggota UE. Pasalnya, tak ada yang mau menghadapi risiko lonjakan kasus Covid-19 lagi. Saat ini saja layanan kesehatan Jerman sudah kewalahan.
Protes
Pemerintah Afsel keberatan dengan keputusan Inggris melarang penerbangan dari enam negara di Afrika gara-gara kemunculan varian baru itu. Keputusan Inggris itu dianggap terburu-buru. Afsel akan berbicara dengan Pemerintah Inggris agar mau mempertimbangkan kembali larangan itu. Menteri Luar Negeri Afsel Naledi Pandor dalam pernyataan tertulis mengungkapkan kekhawatiran atas keputusan Inggris yang akan mengganggu industri pariwisata dan bisnis kedua negara.
Afsel merupakan wilayah di Afrika yang paling parah terdampak pandemi Covid-19, terutama saat gelombang ketiga. Institut Nasional untuk Penyakit Menular, Kamis, melaporkan ada 2.465 kasus baru, hampir dua kali lipat dari sebelumnya. Kalangan ilmuwan setempat menduga kenaikan kasus baru ini terkait dengan varian baru. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika tidak menyarankan pemberlakuan larangan bepergian ke negara-negara yang melaporkan adanya kasus varian baru itu. (REUTERS/AFP/AP)