Pemerataan vaksin di dunia penting untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Bagi Indonesia, pemerataan vaksin dan mencegah penyimpangan pemberian dosis ketiga penting untuk mendapat kekebalan populasi dan memulihkan ekonomi.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Ajakan Presiden Joko Widodo untuk memperkuat komitmen kesehatan global agar dunia lebih tahan terhadap pandemi Covid-19 dan berbagai masalah ke depan mempertegas yang selama ini disuarakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah lembaga lain.
”Proses penataan ulang arsitektur ketahanan kesehatan global harus inklusif serta berpegang teguh pada prinsip solidaritas, keadilan, transparansi, dan kesetaraan,” cuplikan pidato Presiden pada sesi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang membahas soal ekonomi dan kesehatan global, Sabtu (30/10/2021), di Roma, Italia.
Selama ini, komunitas internasional memiliki Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI), organisasi internasional yang dibentuk pada tahun 2000 untuk meningkatkan akses vaksin bagi anak-anak yang tinggal di negara-negara miskin. Solidaritas ini memungkinkan 85 persen anak di dunia mendapatkan vaksin rutin dan mencegah lebih dari 14 juta kematian anak.
Untuk Covid-19, WHO bersama Komisi Eropa dan Perancis meluncurkan Akses Global Vaksin Covid-19 (Covax), April 2020. Inisiatif global yang dipimpin GAVI, WHO, Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), dan lembaga lain ini menyatukan pemerintah, organisasi kesehatan global, produsen, ilmuwan, sektor swasta, masyarakat sipil, dan filantropi untuk menyediakan akses yang inovatif dan setara bagi setiap negara pada diagnostik, perawatan, dan vaksin Covid-19.
Hal itu dipicu kesadaran bahwa untuk mengakhiri pandemi, perlu dipastikan semua orang di dunia memiliki akses pada vaksin. Namun, komitmen negara-negara kaya dipertanyakan. Terungkap dalam KTT G-20, janji sejumlah negara terkait sumbangan vaksin Covid-19 masih jauh dari terpenuhi.
Menurut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Gebreyesus, awal 2021, negara-negara kaya menyatakan akan menyumbang 1,3 miliar dosis vaksin Covid-19 kepada Covax. Kenyataannya, saat ini Covax baru menerima 150 juta dosis, termasuk dari anggota G-7. Negara-negara kaya itu justru sibuk memberi suntikan penguat pada warganya. Padahal, pemberian suntikan penguat di tengah kesenjangan vaksinasi global justru bisa memunculkan mutasi-mutasi baru virus Covid-19.
Pemberian suntikan penguat di tengah kesenjangan vaksinasi global justru bisa memunculkan mutasi-mutasi baru virus Covid-19.
Terkait hal ini, Indonesia perlu melakukan introspeksi. Data laman covid19.go.id, per 29 Oktober 2021, dari 208,26 juta sasaran vaksinasi nasional Covid-19, baru 72,06 juta warga yang mendapat vaksinasi lengkap. Ada 117,69 juta yang mendapat vaksin dosis pertama dan 1,12 juta mendapat dosis ketiga.
Menjadi rahasia umum, dosis ketiga yang seharusnya hanya untuk tenaga kesehatan dan tenaga penunjang di fasilitas kesehatan, ternyata juga didapatkan sejumlah pejabat pusat dan daerah, pengusaha, serta kalangan tertentu. Di sisi lain, masih banyak orang lanjut usia dan mereka yang rentan terpapar Covid-19 belum mendapatkan vaksin.
Pengawalan pemerintah untuk pemerataan vaksin dan mencegah penyimpangan penggunaan perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk mencapai kekebalan populasi (herd immunity). Jika kesehatan warga terjamin, Indonesia bisa segera memulai pemulihan ekonominya.
Sementara itu, sebagai upaya bersama mencegah pemanasan global, Indonesia perlu mempercepat eksplorasi dan pemanfaatan sumber energi terbarukan, seperti angin dan sinar matahari yang melimpah. Konsisten menghentikan deforestasi hutan, pengalihan hutan dan lahan gambut untuk perkebunan, pertanian, serta pertambangan.