Kantor Staf Presiden Ingatkan Hati-hati Kendalikan Harga Pangan
Pengendalian harga sejumlah komoditas pangan tahun ini cukup dilematis. Dibutuhkan kebijaksanaan tertentu agar petani dan peternak tetap menikmati keuntungan, serta konsumen tidak terbebani kenaikan harga pangan.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga sejumlah pangan dan pakan di dalam negeri tidak aman dan harus segera dikendalikan. Namun, pengendalian harga itu harus benar-benar berhati-hati dan terukur agar tidak merugikan produsen ataupun konsumen.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono menyatakan hal itu dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta, Senin (13/11/2023). Rapat itu dihadiri perwakilan Badan Pangan Nasional, Badan Pusat Satatistik, Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Pertanian.
Berdasarkan data Kantor Staf Presiden, per 10 November 2023 terdapat satu komoditas yang kenaikan harganya perlu diwaspadai, yakni terlur ayam. Harga komoditas itu Rp 28.800 per kilogram (kg) atau 6,67 persen di atas harga acuan penjualan (HAP) di tingkat konsumen yang ditetapkan pemerintah Rp 27.000 per kg.
Selain itu, terdapat pula tujuh komoditas pangan dan pakan yang harganya tidak aman. Ketujuh komoditas itu adalah jagung pakan, beras medium, cabai merah, cabai rawit, bawang putih, bawang merah, dan gula pasir.
Harga jagung pakan, misalnya, sudah tembus Rp 7.140 per kg atau 42,8 persen di atas HAP Rp 5.000 per kg. Begitu juga beras medium yang harganya mencapai Rp 14.700 per kg atau 28,95 persen dari rata-rata harga eceran tertinggi (HET) di tingkat konsumen Rp 11.400 per kg.
Terdapat tujuh komoditas pangan dan pakan yang harganya tidak aman. Ketujuh komoditas itu adalah jagung pakan, beras medium, cabai merah, cabai rawit, bawang putih, bawang merah, dan gula pasir.
Edy menjelaskan, kenaikan harga telur ayam memang sudah di atas HAP. Namun, kenaikan harga itu masih dalam ketegori ”waspada” bukan “tidak aman” lantaran mempertimbangkan kondisi peternak ayam petelur rakyat.
Mereka memasok sekitar 70 persen kebutuhan telur nasional. Saat ini, mereka tengah menikmati kenaikan harga telur setelah beberapa kali harga komoditas itu rendah dan terimbas kenaikan harga pakan.
Hal serupa, lanjut Edy, juga berlaku untuk jagung pakan dan beras. Saat ini, harga kedua komoditas itu memang melambung tinggi. Namun, ada aspirasi dari petani padi dan jagung yang meminta agar harga gabah dan jagung tidak ditekan terlalu terlalu rendah.
Kondisi tersebut memang cukup dilematis. Di satu sisi, petani dan peternak tengah menikmati kenaikan harga. Di sisi lain, kenaikan harga-harga komoditas tersebut jangan sampai membebani konsumen, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.
“Oleh karena itu, pengendalian harga sejumlah komoditas itu harus berhati-hati. Dibutuhkan kebijaksanaan tertentu agar petani dan peternak menikmati keuntungan yang lebih dari biasanya. Namun, jika harganya melambung terlau tinggi, mau tidak mau harus segera diturunkan, tetapi jangan sampai terlalu rendah,” kata Edy.
Di satu sisi, petani dan peternak tengah menikmati kenaikan harga. Di sisi lain, kenaikan harga-harga komoditas tersebut jangan sampai membebani konsumen.
Edy menambahkan, hal itu berbeda dengan bawang merah. Harganya memang naik menjadi Rp 30.000 per kg per 10 November 2023. Namun, kenaikan komoditas itu masih jauh di bawah batas bawah HAP Rp 36.500 per kg. Petani bawang merah mengeluh karena harga komoditas itu masih relatif rendah.
“Kami menempatkan bawang merah dalam ketegori ‘tidak aman’ lantaran petani bawah merah belum mendapatkan harga yang layak. Lagi-lagi dibutuhkan kebijaksanaan dalam mengendalikan harganya,” ujarnya.
Realisasi impor
Namun, untuk sejumlah komoditas pangan yang masih bergantung pada impor, Edy meminta agar impor segera direalisasikan. Kantor Staf Presiden mendapatkan sejumlah laporan terkait masih minimnya realisasi impor sejumlah komoditas, terutama bawang putih, serta gula mentah dan gula konsumsi yang akan dijadikan cadangan gula pemerintah (CGP).
Ia meminta agar importir yang telah mengantongi persetujuan impor (PI) segera merealisasikan kuota impornya. Kemendag juga diminta memantau realisasi impor itu dan menegur para importir yang telah memiliki PI.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Bambang Wisnubroto menuturkan, Kemendag telah menerbitkan seluruh PI bawang putih dengan total kuota tahun ini sebanyak 561.926 ton. Dari jumlah itu, per 10 November 2023, realisasi impornya baru 451.244 ton atau 80,34 persen.
Kemendag juga telah menerbitkan seluruh PI gula mentah dan konsumsi yang akan digunakan untuk CGP dengan total kuota 1,01 juta ton. Jumlah itu terdiri dari 796.000 ton gula mentah yang diimpor pabrik gula swasta untuk diolah menjadi gula konsumsi, dan 215.800 ton gula konsumsi yang diimpor perusahaan milik negera. Per 10 November 2023, impor gula mentah baru terealisasi 420.000 ton atau 52,76 persen dan impor gula konsumsi 124.781 ton atau 57,82 persen.
Menurut Bambang, impor gula tersebut sempat terhambat lantaran harga gula di tingkat internasional tinggi. Landed price atau harga dari pengiriman hingga tiba di tujuan untuk gula impor sebesar Rp 14.900-Rp 15.000 per kg atau di atas HAP gula di tingkat konsumen Rp 14.500-Rp 15.500 per kg.
“Lantaran Badan Pangan Nasional telah memberikan fleksibilitas HAP menjadi Rp 16.000-Rp 17.000 per kg, realisasi impor itu meningkat dari rata-rata 26 persen menjadi 56 persen,” katanya.
Adapun terkait beras, lanjut Bambang, Kemendag telah menerbitkan PI beras kepada Perum Bulog dengan total kuota impor 3,8 juta ton pada tahun ini. Dari jumlah itu, sebanyak 300.000 ton merupakan sisa kuota impor 2022, sedangkan 3,5 juta ton kuota impor 2023. Per 22 Oktober 2023, Bulog telah merealisasikan impor beras sebanyak 1,81 juta ton atau 47,75 persen dari total kuota.