Diplomasi Pangan ASEAN dengan India dan Rusia Dioptimalkan
Pembahasan menteri-menteri ekonomi ASEAN dengan India dan Rusia diharapkan menjadi jalan untuk membangun kolaborasi antara ASEAN dan kedua negara itu dalam bidang pangan.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Menteri-menteri ekonomi ASEAN mengagendakan pertemuan dengan India dan Rusia secara terpisah pekan depan. Pertemuan ini diharapkan menjadi sarana diplomasi pangan, khususnya terkait pasokan beras dan gandum yang berpotensi menciut di pasar dunia akibat kebijakan kedua negara.
ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting Ke-55 menjadwalkan pertemuan dengan India dan Rusia pada Senin (21/8/2023). Pertemuan dengan Rusia dijadwalkan berlangsung pada pagi hari, sedangkan India pada siang hari. Kedua pertemuan itu merupakan bagian dari rangkaian AEM Meeting Ke-55 yang berlangsung 17-22 Agustus 2023 di Semarang, Jawa Tengah, dalam rangka keketuaan Indonesia di ASEAN.
Pada Juli lalu, Rusia menarik partisipasinya dalam inisiatif biji-bijian Laut Hitam (Black Sea Grains Initiative). Hal ini berpotensi meningkatkan harga gandum dunia karena ketersediaannya di pasar internasional berkurang. Setelah itu, India memutuskan membatasi ekspor beras jenis nonbasmati sehingga berpotensi menurunkan pasokan pasar dunia dan menyebabkan kenaikan harga.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) merekam dampak kedua kebijakan itu terhadap indeks harga gandum dan beras. Indeks harga gandum pada Juli 2023 naik 1,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan indeks harga beras meningkat 2,8 persen.
Bicara ketahanan pangan itu bicara perut dan bicara manusia. Memastikan pangan untuk rakyat itu yang utama.
Terkait agenda pertemuan menteri-menteri ekonomi ASEAN dengan Rusia dan India, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid menyatakan, ASEAN-BAC mendukung upaya-upaya yang berorientasi pada ketahanan pangan di ASEAN. ”Bicara ketahanan pangan itu bicara perut dan bicara manusia. Memastikan pangan untuk rakyat itu yang utama,” ujar Arsjad seusai pertemuan ASEAN-BAC Ke-98 di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/8/2023).
Aktivitas bongkar muat gandum yang didatangkan dari Australia menggunakan Kapal Lodestar Pasific di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (20/12/2022).
Anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) sekaligus Wakil Menteri Perdagangan 2011-2014 Bayu Krisnamurthi menilai, pertemuan AEM dengan India dan Rusia dapat menjadi sarana diplomasi pangan karena posisi tawar dan pasar pangan ASEAN signifikan terhadap kedua negara itu. ”Hal ini akan menjadi langkah yang baik. Apalagi, kewibawaan politik ASEAN dinilai kuat,” ujarnya saat dihubungi.
ASEAN, lanjutnya, dapat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam dialog dan diplomasi pangan itu. Dia berharap, kedua pertemuan itu akan menjadi diskusi efektif dan masing-masing pihak dapat mengutarakan niat baik. Dengan demikian, pertemuan itu dapat membuka jalan bagi realisasi perdagangan pangan di tingkat bilateral negara anggota ASEAN.
Karena pertemuan itu bersifat regional, dia menilai, isu ketahanan pangan mesti dibahas dalam perspektif multidimensi. ”Upaya diplomasi pangan ini datang dari kekhawatiran terhadap ketidakpastian situasi iklim, termasuk El Nino. Oleh sebab itu, diskusi teknologi prediksi dan pemantauan iklim perlu juga diangkat,” tuturnya.
Beras menjadi momok bagi Indonesia yang tengah mengimpor untuk mengisi stok CBP (cadangan beras pemerintah). Akibat El Nino yang menyebabkan kekeringan dan berkurangnya curah hujan, Pemerintah Thailand mengimbau petani untuk mengurangi luas lahan tanam padi demi menghemat sumber daya air. Imbasnya, produksi beras dapat menurun dan pasokan untuk pasar dunia berkurang.
Di sisi lain, sejumlah lahan sawah di China tergenang banjir dan diperkirakan akan mengurangi produksi beras di negara itu. Dampaknya, negara anggota ASEAN yang berbatasan langsung, seperti Vietnam, akan mengekspor beras ke China, karena kedekatan budaya dan jarak logistik secara ekonomi. Padahal, Thailand dan Vietnam merupakan dua negara sumber impor beras Indonesia.
Badan Pusat Statistik mendata, sepanjang Januari-Juli 2023, impor beras dari Thailand dan Vietnam masing-masing 658.274,8 ton dan 561.240,2 ton. Total impor berasnya mencapai 1,33 juta ton atau naik 4,4 kali lipat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Gandum pun dapat menjadi momok bagi Indonesia karena merupakan bahan baku bagi industri tepung serta makanan-minuman. Total impor gandum dan meslin Indonesia pada Januari-Juli 2023 mencapai 5,71 juta ton. Pada periode itu, impor dari Ukraina dan Rusia masing-masing 246.095,77 ton dan 113.721 ton.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, pertemuan AEM dengan Rusia dan India tidak membahas soal ketahanan pangan secara spesifik. ”Kami tidak mempermasalahkan kebijakan masing-masing negara (Rusia dan India) karena ini ranah sovereignty,” katanya dalam konferensi pers di Semarang, Kamis (17/8/2023).
Dia mengatakan, pertemuan itu tidak mungkin mempertanyakan mengapa India melarang ekspor sebagian jenis berasnya atau kenapa Rusia menangguhkan inisiatif biji-bijian Laut Hitam. Apalagi, ASEAN tidak pernah diperlakukan seperti itu dengan mitra-mitra dialognya.
Meskipun demikian, ada peluang pembahasan mengenai ketahanan pangan dengan pendekatan kerja sama atau kolaborasi, bukan konfrontasi. Artinya, terdapat peluang kolaborasi di bidang pangan antara ASEAN dengan kedua negara tersebut.