RI Jajaki Peningkatan Ekspor CPO ke Uni Ekonomi Eurasia
Ekspor CPO dan produk turunannya dari Indonesia ke Rusia berpotensi meningkat. Namun, sejumlah hambatan muncul, seperti pembayaran transaksi dagang dan angkutan logistik serta kampanye hitam soal sawit.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menjajaki peningkatan ekspor minyak kelapa sawit mentah ke negara-negara anggota Uni Ekonomi Eurasia, terutama Rusia. Namun, ada sejumlah hambatan mengingat Rusia yang tengah berkonflik dengan Ukraina banyak dikecam negara-negara barat.
Uni Ekonomi Eurasia (UEE) merupakan uni kerja sama ekonomi yang didirikan Rusia, Kazakhstan, dan Belarus pada 29 Mei 2014. Selain ketiga negara itu, anggota UEE mencakup pula Armenia dan Kirgistan. Potensi pasar UEE mencapai 183 juta orang dengan produk domestik bruto sebesar 2,4 triliun dollar AS.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, Selasa (30/5/2023), mengatakan, Indonesia menghadiri Forum Ekonomi Eurasia yang digelar UEE di Moskwa, Rusia, pada 24-25 Mei 2023. Di sela forum itu, Gapki bersama sejumlah pelaku usaha RI bertemu dengan para pebisnis UEE.
Dalam pertemuan itu, UEE berminat meningkatkan impor minyak sawit mentah (CPO) dan sejumlah produk turunannya. Dari lima negara anggota UEE, Rusia berencana menambah impor CPO, terutama untuk menopang industri oleokimia negara tersebut.
”Volume ekspor CPO Indonesia ke Rusia pada 2022 sebesar 668.340 ton. Jika Rusia menambah permintaannya, ekspor RI ke negara tersebut bisa mencapai 1 juta ton,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Volume ekspor CPO Indonesia ke Rusia pada 2022 sebesar 668.340 ton. Jika Rusia menambah permintaannya, ekspor RI ke negara tersebut bisa mencapai 1 juta ton.
Baca juga: RI Berupaya Selesaikan Hambatan Ekspor CPO dengan Rusia-Eurasia
Kendati begitu, kata Eddy, ekspor ke Rusia yang saat ini tengah berperang dengan Ukraina tidak mudah. Sanksi ekonomi negara-negara barat terhadap Rusia bakal menghambat perdagangan RI-Rusia.
Ada tiga kendala dan solusi yang dipetakan pebisnis RI dengan Rusia di dalam pertemuan itu. Pertama, bank-bank di Rusia tidak bisa menerbitkan surat kredit (letter of credit/LC), sebuah instrumen pembayaran transaksi perdagangan internasional.
Hal itu terjadi lantaran sistem pembayaran internasional Rusia dibekukan negara-negara barat. Salah satu solusi yang diusulkan pebisnis dan perbankan Rusia adalah bertransaksi melalui bank di luar Rusia.
Kedua, saat ini, angkutan logistik Rusia berbiaya tinggi dan banyak yang tidak diperkenankan memasuki pelabuhan sejumlah negara. Di sisi lain, banyak angkutan logistik negara lain yang dilarang negaranya memasuki pelabuhan Rusia.
Untuk mengatasi hal itu, RI-Rusia tengah menjajaki penyediaan hub CPO dan produk turunannya di salah satu negara anggota UEE. Rusia berkomitmen membicarakannya dengan negara-negara lain anggota UEE.
”Kami juga meminta Rusia tidak mengenakan bea masuk tinggi terhadap produk CPO RI agar bisa bersaing dengan minyak nabati lain. Rusia perlu membicarakan hal itu juga jika nanti UEE sepakat menyediakan hub bagi CPO Indonesia,” kata Eddy.
Baca juga: Pasar Masih Lesu, Hak Ekspor CPO Menumpuk
Ketiga, kata Eddy, kampanye hitam CPO dan produk turunannya di Rusia. Kampanye hitam itu masih berfokus pada kesehatan, berbeda dengan Uni Eropa yang sudah masuk ke level deforestasi. Solusinya, kampanye-kampanye positif sawit, terutama tentang keamanan produk sawit, perlu digulirkan di Rusia.
Gapki mencatat, dalam lima tahun terakhir, yakni selama kurun 2018-2022, volume ekspor CPO dan produk turunannya dari Indonesia ke Rusia stagnan di kisaran 630.000-735.000 ton. Pada tahun 2018, volume ekspor CPO dan produk turunan tersebut mencapai 734.500 ton dan pada 2022 mencapai 668.340 ton.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total perdagangan migas dan nonmigas RI-Rusia pada 2022 mencapai 3,56 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia di tahun tersebut defisit 794,1 juta dollar AS atas Rusia.
Bertemu UE
Indonesia bersama sejumlah negara produsen sawit, termasuk Malaysia, akan bertemu dengan Dewan dan Parlemen UE di Brussels, Belgia, pada 30-31 Mei 2023. Delegasi negara produsen sawit itu juga akan menemui perwakilan pelaku usaha dan lembaga swadaya masyarakat UE.
Baca juga: RI Sebut UU Produk Bebas Deforestasi UE Anti-multilateralisme dan Diskriminatif
Eddy mengaku perwakilan Gapki saat ini sudah berada di Brussels usai mengikuti Forum Ekonomi Eurasia di Moskwa. Agenda utama pertemuan dengan perwakilan UE adalah membahas mengenai Undang-Undang Bebas Deforestasi UE (EUDR).
”Kami keberatan dengan penerapan regulasi yang mewajibkan sejumlah komoditas, termasuk CPO dan produk turunannya, bebas deforestasi,” katanya.
UE resmi mengimplementasikan EUDR pada 16 Mei 2023. Komoditas yang wajib memenuhi persyaratan UU tersebut adalah minyak sawit, sapi, kedelai, kopi, kakao, kayu, arang, dan karet, serta produk-produk turunan atau olahan seperti daging, furnitur, kertas, kulit, dan cokelat.
UE tidak mengizinkan komoditas dan sejumlah produk tersebut memasuki pasar UE jika diproduksi di lahan yang terdeforestasi setelah 31 Desember 2020. UU itu mewajibkan pelaku usaha memiliki sertifikat verifikasi atau uji tuntas (due diligence) komoditas atau produk berbasis geolokasi atau berdasarkan citra satelit dan koordinat sistem pemosisi global (GPS).
Baca juga: Secangkir Kopi Inflasi Bebas Deforestasi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia menjalankan misi bersama dengan Malaysia menemui UE guna mendialogkan EUDR. Pemerintah Malaysia akan diwakili Deputi Perdana Menteri dan Menteri Perladangan dan Komoditas Malaysia Datuk Sri Fadillah Yusof.
Misi bersama itu akan membahas langkah-langkah yang dapat ditempuh agar ketentuan tersebut tidak membebani dan berdampak negatif, terutama terhadap para petani sawit dan produsen komoditas lainnya yang diatur dalam EUDR.
”Kami ingin menekankan bahwa EUDR membebani petani kecil karena mereka harus mematuhi prosedur administratif yang dipersyaratkan dalam regulasi tersebut,” kata Airlangga melalui siaran pers.
Sementara itu, di tengah pelemahan permintaan global, Kementerian Perdagangan berupaya memfasilitasi permintaan minyak goreng dari Arab Saudi. Wadina, salah satu perusahaan importir Arab Saudi, berminat mendatangkan minyak goreng berspesifikasi khusus dari Indonesia.
Atase Perdagangan KBRI Riyadh Gunawan menuturkan, Wadina meminta Kedutaan Besar RI di Riyadh membantu perusahaan tersebut mendapatkan minyak goreng spesifikasi CP4, CP6, dan CP10. ”Pada tahap awal ini, perusahaan tersebut berminat mengimpor minyak goreng tersebut dari Indonesia sebanyak 200-300 ton,” ujarnya dalam keterangan pers.
CP4 merupakan jenis minyak goreng yang dimurnikan atau disaring lebih dari satu kali sehingga lebih jernih. Minyak goreng jenis ini lebih tahan terhadap suhu dingin yang dapat membuat minyak tersebut membeku.
Minyak goreng ini juga termasuk jenis premium. Biasanya, di minyak goreng ini telah ditambahkan vitamin A sehingga lebih bersih dan sehat dikonsumsi dibandingkan minyak goreng jenis lainnya.
CP6 merupakan minyak nabati yang memiliki kualitas tinggi dan daya tahan lebih lama. Jenis ini lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pengemasan ulang dan restoran. Adapun CP10 merupakan hasil dari pemurnian minyak sawit yang akan menjadi minyak olein. Minyak tersebut biasanya dijual sebagai minyak goreng curah.
Kementerian Perdagangan mencatat, dalam tiga tahun terakhir, yakni kurun 2020-2022, nilai ekspor minyak goreng Indonesia ke Arab Saudi terus meningkat. Pada 2020, nilai ekspor komoditas tersebut mencapai 89,43 juta dollar AS. Pada 2021 dan 2022, nilainya meningkat masing-masing menjadi 259,02 juta dollar AS dan 265,73 juta dollar AS. Selain Indonesia, negara utama penyuplai minyak goreng Arab Saudi adalah Malaysia, Oman, Uni Emirat Arab, Singapura, Mesir, Kanada, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Baca juga: Ekonomi RI Diperkirakan Melambat Tahun Ini gegara Ekspor