Menanti Guyuran Manis Pemerataan Pembangunan
Survei Kepemimpinan Nasional Kompas bidang ekonomi pada Mei 2023 menunjukkan masyarakat puas terhadap kinerja pemerintah dalam pemerataan pembangunan antarwilayah. Survei juga menyisakan sejumlah catatan.
Masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah, terutama dalam penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran. Di sisi lain, kendati harga dan stok pangan relatif terkendali, impor pangan, seperti beras dan gula konsumsi, serta kenaikan sejumlah harga pangan pokok, seperti gula, beras, dan minyak goreng, masih terjadi.
Pemerataan pembangunan memang merupakan solusi untuk mengatasi ketimpangan antardaerah di Indonesia. Pemerintah berupaya mewujudkannya, antara lain, melalui pembangunan infrastruktur dan kawasan industri. Tujuannya adalah memperlancar akses ekonomi antardaerah dan mendorong terciptanya investasi dan lapangan pekerjaan.
Di sektor infrastruktur, misalnya, hingga 2024, pemerintah menargetkan membangun jalan tol sepanjang 3.538 kilometer (km). Pada 2022, Indonesia telah memiliki jalan tol yang sudah beroperasi sepanjang 2.541,17 km. Selain itu, program pembangunan jalan perbatasan masih bergulir pada tahun ini dan ditargetkan terbangun sepanjang 3.770 km pada 2024.
Di sektor industri, pemerintah menargetkan membangun 36 kawasan industri di lahan sekitar 50.000 hektar (ha) dengan prioritas pengembangan di luar Pulau Jawa pada 2023-2035. Tercakup di dalamnya pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM) dengan target satu daerah satu sentra IKM.
Hilirisasi industri juga terus dibenahi mulai dari industri besi baja, nikel, tembaga, batubara, bauksit, minyak kelapa sawit mentah (CPO), hingga kakao. Pemerintah melanjutkan hilirisasi itu dengan menetapkan delapan sektor prioritas hilirisasi yang mencakup 21 komoditas dalam Peta Jalan Hilirisasi Investasi Stratergis Indonesia 2023-2035. Target investasi tersebut mencapai 545,3 miliar dollar AS.
Baca juga: Investasi Belum Maksimal Ciptakan Lapangan Kerja
Perkembangan kawasan industri menjadi salah satu wujud pembangunan itu. Menurut Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri sekaligus Ketua Properti dan Kawasan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia Sanny Iskandar, pembangunan kawasan industri di luar Jawa didorong oleh upaya pemerintah melarang ekspor sejumlah mineral mentah. ”Pengolahan (bahan mineral) itu membutuhkan kawasan industri. Dampaknya, terjadi keseimbangan antara Jawa dan luar Jawa, seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sumatera,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (21/5/2023).
Dia menilai perkembangan kawasan industri di luar Jawa beriringan dengan jumlah investasi di luar Jawa. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, realisasi investasi di luar Jawa pada triwulan I-2023 mencapai Rp 172,9 triliun atau meningkat 16,3 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Jumlah investasi itu setara dengan 52,6 persen dibandingkan realisasi keseluruhan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, pemerataan pembangunan di era pemerintahan Joko Widodo memang berjalan baik. Fokusnya tidak lagi di Jawa, tetapi di luar Jawa, termasuk Indonesia bagian timur.
Meskipun pembangun infrastruktur, kawasan industri, dan hilirisasi terus berjalan, serapan tenaga kerja domestik masih belum optimal.
Upaya tersebut dirasakan sebagian besar masyarakat, terlebih di sejumlah daerah di timur Indonesia. Terlepas dari kontroversi sejumlah kalangan, pembangunan Ibu Kota Negara Baru (IKNB) di Kalimantan Timur, juga menjadi bagian dari upaya memeratakan pembangunan dan ekonomi.
“Saat ini, pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya di Jawa dan Sumatera. Kalimantan dan Sulawesi juga menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) tertinggi,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Baca juga: Presiden Jokowi: Konsistensi Hilirisasi Kunci Memajukan Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi RI pada triwulan I-2023 tumbuh 5,03 persen secara tahunan. Dua daerah yang perekonomiannya tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional adalah Kalimantan dan Sulawesi. Ekonomi Kalimantan tumbuh 5,79 persen dan Sulawesi 7 persen secara tahunan.
Menurut Faisal, meskipun pembangun infrastruktur, kawasan industri, dan hilirisasi terus berjalan, serapan tenaga kerja domestik masih belum optimal. Di industri nikel, misalnya, tetesan ekonominya memang mulai terasa bagi masyarakat bawah. Namun, ruang kerja bagi tenaga kerja lokal berketerampilan tinggi perlu terus ditingkatkan.
Tak puas
Meski demikian, pemerataan pembangunan tersebut tampak belum berdampak optimal pada penyediaan lapangan kerja. Survei menunjukkan, proporsi responden yang puas terhadap penyediaan lapangan kerja mencapai 43,8 persen. Artinya, mayoritas responden tidak puas atas kinerja pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja.
Menanggapi data itu, Sanny mengatakan, penyerapan tenaga kerja industri yang berorientasi hilirisasi tidak bersifat padat karya. Industri padat karya, seperti alas kaki serta tekstil dan produk tekstil, tengah menghadapi persoalan daya saing, seperti rendahnya produktivitas dan tingginya upah minimum buruh dibandingkan negara berkembang lain, seperti Myanmar dan Bangladesh.
Di sisi lain, lanjutnya, industri padat karya berpusat di Pulau Jawa. Pelaku industri padat karya sulit mengembangkan bisnisnya di luar Jawa karena membutuhkan tenaga kerja terampil dan infrastruktur ekspor yang memadai.
Angka pengangguran dan proporsi pekerja formal dengan informal juga masih belum kembali seperti sebelum pandemi Covid-19. Sejumlah industri padat karya berbasis ekspor juga terus mengurangi jumlah pekerja karena permintaan masih lesu.
Baca juga: Industri Tekstil Jungkir Balik untuk Bertahan
“Tidak heran jika masyarakat masih belum puas dengan kinerja pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Padahal pemerintah bersusah payah mengegolkan Undang-undang Cipta Kerja,” kata Faisal.
Industri padat karya, seperti alas kaki serta tekstil dan produk tekstil, tengah menghadapi persoalan daya saing, seperti rendahnya produktivitas dan tingginya upah minimum buruh dibandingkan negara berkembang lain, seperti Myanmar dan Bangladesh.
Data serapan tenaga kerja terhadap realisasi investasi turut menunjukkan tren serupa. Berdasarkan data BKPM, investasi Rp 1 triliun pada triwulan I-2023 menyerap tenaga kerja sebanyak 1.170 orang. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan rasio serapan sebelum pandemi Covid-19, yakni 1.206 orang pada triwulan I-2019.
Jadi pengingat
Pemerintah melalui Kementerian BUMN juga memperkuat BUMN Kluster Pangan dengan membentuk ID Food. Badan Pangan Nasional (NFA) yang membawahkan Bulog bersama ID Food berkomitmen membangun cadangan pangan pemerintah untuk 11 komoditas, yaitu beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan.
Di tengah upaya itu, berbagai persoalan pangan pokok mencuat sehingga pemerintah keteteran mengendalikan harga. Beberapa di antaranya adalah kenaikan harga beras, minyak goreng, dan gula yang berujung pada pembentukan keseimbangan baru.
Kenaikan harga pangan disebabkan kenaikan harga komoditas global, termasuk pupuk, gangguan produksi akibat anomali cuaca, dan imbas kenaikan harga bahan bakar minyak pada 3 September 2022. Pemerintah berupaya mengendalikan harga pangan antara lain dengan mengimpor beras (2 juta ton) dan gula konsumsi (991.000 ton), serta menetapkan harga acuan baru, seperti beras, dan akan menyusul gula konsumsi.
Di tengah upaya itu, berbagai persoalan pangan pokok mencuat sehingga pemerintah keteteran mengendalikan harga.
Selain itu, untuk menjaga stabilitas stok dan harga minyak goreng, pemerintah berupaya meningkatkan produksi minyak goreng kemasan merek Minyakita dengan mempertahankan mekanisme kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO). Pemerintah juga berupaya meningkatkan produksi minyak goreng BUMN.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan, pada 2023-2024, Kemendag memiliki arah kebijakan dan sejumlah program prioritas untuk mengatasi kenaikan harga pangan dan pelemahan pasar global. Terkait stok dan harga pangan, Kemendag bersama NFA tidak hanya memantaunya secara rutin, tetapi juga memastikan distribusi pangan ke wilayah Indonesia timur dan memanajemen impor pangan tepat waktu dan jumlah agar tidak menganggu produksi dalam negeri.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menilai hasil survei menjadi pengingat bagi pemerintah mengenai ekspektasi masyarakat terhadap kemandirian pangan dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. ”Apalagi, Indonesia punya sejumlah komoditas pangan berbasis karbohidrat yang beragam, seperti, singkong, sagu, atau sorgum,” ujarnya.
Baca juga: Impor Beras 2 Juta Ton, Keputusan Sulit dan Pahit