Strategi investasi saat ini diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah perekonomian nasional, tetapi belum memberi dampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski realisasi investasi di paruh awal tahun ini terhitung tinggi, nilainya belum sebanding dengan penciptaan lapangan kerja. Ketegasan pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi padat karya serta strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia harus jadi perhatian utama untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja lewat investasi.
Pada semester I tahun 2022 ini atau pada periode Januari-Juni 2022, realisasi investasi mencapai Rp 584,6 triliun, meningkat 32 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilai tersebut nyaris mencapai setengah dari target investasi yang dipasang Presiden Joko Widodo tahun ini, yaitu Rp 1.200 triliun.
Secara triwulanan, sepanjang April-Juni 2022, nilai investasi yang masuk ke Indonesia juga meningkat 7 persen, dari Rp 223 triliun pada triwulan II tahun 2021 menjadi Rp 302,2 triliun pada triwulan II tahun 2022.
Kendati demikian, nilai investasi yang tinggi itu belum berbanding lurus dengan penciptaan lapangan kerja. Investasi pada triwulan II tahun 2022 baru menyerap 320.534 tenaga kerja, hanya naik 2,8 persen dibandingkan penyerapan 311.922 tenaga kerja pada periode yang sama tahun lalu.
Minimnya penyerapan tenaga kerja lewat investasi ini tidak dibantah oleh pemerintah. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers daring, Rabu (20/7/2022), mengatakan, dengan nilai realisasi investasi yang terus meningkat, penciptaan lapangan kerja seharusnya bisa lebih terdongkrak.
Minimnya penciptaan lapangan kerja, kendati nilai investasi tinggi, itu salah satunya didorong oleh tren otomasi di industri berskala besar. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, perusahaan mulai beralih ke penggunaan mesin, perangkat komputer, robot, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) ketimbang mengandalkan tenaga manusia.
”Ini memang terjadi anomali. Investasi yang lebih besar itu bersifat padat modal. Mereka lebih banyak mengeluarkan modal untuk membeli mesin, tetapi investasi yang menciptakan lapangan kerja untuk merakit mesin-mesin itu tidak banyak,” kata Bahlil.
Pemerintah, ujarnya, sebenarnya sudah meminta kepada investor besar yang akan menanamkan modalnya di Indonesia untuk lebih banyak mempekerjakan tenaga manusia ketimbang mesin. Akan tetapi, cara kerja manual seperti itu dianggap sudah tidak efisien oleh pelaku industri.
”Kami sedang coba siasati bagaimana menyeimbangkan tuntutan kecepatan berproduksi dengan kebutuhan kita untuk menciptakan lapangan kerja lebih banyak,” katanya.
Selama beberapa tahun terakhir, jumlah penyerapan tenaga kerja dari investasi memang terus menurun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2013, proyek investasi senilai Rp 1 triliun dapat menyerap 4.954 tenaga kerja. Pada 2019, investasi Rp 1 triliun menyerap 1.438 orang. Kini, investasi Rp 1 triliun hanya bisa menyerap sekitar 1.060 tenaga kerja.
Selama beberapa tahun terakhir, jumlah penyerapan tenaga kerja dari investasi memang terus menurun.
Dampak turunan
Menurut Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi Imam Soejoedi, Jumat (22/7/2022), meski investasi saat ini lebih banyak bersifat padat modal, hal itu bisa menggerakkan industri padat karya di sektor-sektor turunan dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak.
Ia mencontohkan, investasi di sektor jasa, seperti usaha rintisan (start up) digital, bersifat padat modal. ”Tetapi, efek ikutannya, dari UMKM, kurir pengantarnya, itu besar. Jadi, jangan hanya menghitung efek penciptaan lapangan kerja dari core industry saja, tetapi end to end. Kalau hanya mengandalkan lapangan kerja dari investasi core, memang tidak signifikan,” ujarnya.
Meski demikian, pemerintah sampai saat ini belum memiliki data eksak untuk menghitung penciptaan lapangan kerja secara menyeluruh dari investasi end to end selama ini. Data yang ada hanya penciptaan lapangan kerja secara langsung dari proyek investasi utama yang masuk.
”Padahal, kalau kita lihat lebih jauh, jumlahnya luar biasa. Sebab, investasi tidak hanya berdiri sendiri saja,” kata Imam.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Anton J Supit menilai, perlu ada ketegasan dari pemerintah agar prioritas investasi yang masuk diarahkan ke sektor padat karya. Sejauh ini, ia memandang, investasi masih lebih banyak di sektor hilirisasi tambang, yang tidak banyak menyerap tenaga kerja.
”Kita harus punya strategi. Apakah investasi yang masuk dan mendapat fasilitas banyak dari pemerintah itu hanya untuk mengambil pasar dalam negeri yang besar? Apa tidak lebih baik fasilitas itu kita berikan ke perusahaan yang jelas-jelas bisa menjawab kebutuhan kita dalam penciptaan lapangan kerja dan devisa?” ujarnya.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, untuk mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dari investasi, pemerintah seharusnya membuat peta jalan investasi komprehensif yang mencakup kebijakan lintas sektor.
Sejauh ini, investasi digenjot di sektor hilirisasi tambang dan perkebunan, tetapi belum diiringi dengan strategi besar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di daerah bersangkutan. Hasilnya, investasi yang masuk lebih mengandalkan tenaga kerja asing atau bergantung pada mesin.
”Dengan pemetaan yang jelas, strategi untuk menyiapkan tenaga kerja lokal bisa berjalan paralel. Sekolah vokasi dan balai latihan kerja dibenahi supaya investor tidak punya alasan untuk mengimpor tenaga kerja dari luar. Kalau mau benar-benar bersaing, kita harus punya daya dukung yang kuat,” katanya.
Senada, Imam mengatakan, dibutuhkan koordinasi dengan kementerian sektoral lain dan pemerintah daerah untuk daya dukung pembangunan. ”Jangan sampai prioritas pembangunan kita hilirisasi, tetapi jumlah tenaga kerja kita yang banyak tidak berkaitan dengan hilirisasi. Karena kalau di daerah sudah tersedia, untuk apa investor mengambil dari luar,” ujarnya.