Sebanyak 23 juta pekerjaan di Indonesia dapat tergantikan akibat otomasi hingga 2030. Pada saat yang bersamaan, keberadaan AI dapat menciptakan 27-46 juta lapangan kerja, dan 10 juta di antaranya merupakan jenis baru.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi kecerdasan buatan atau AI dinilai memiliki potensi besar mendorong peralihan jenis pekerjaan. Bagi negara dengan jumlah penduduk besar, seperti Indonesia, kondisi tersebut dapat terjadi pada skala besar. Sektor yang terdampak pada umumnya adalah jenis pekerjaan yang bisa dilakukan AI secara menyeluruh.
Merujuk laporan lembaga riset dan teknologi, McKinsey, bertajuk ”The state of AI in 2022–and a half decade in review”, adopsi AI di lingkungan bisnis perusahaan dunia melonjak lima tahun terakhir. Pada 2022, sebanyak 50 persen responden melaporkan mengadopsi AI di setidaknya satu area bisnis, tumbuh lebih dari 2,5 kali lipat dari tahun 2017 yang hanya 20 persen. Jumlah rata-rata kemampuan AI yang digunakan organisasi juga terus meningkat dari 1,9 pada 2018 menjadi 3,8 tahun 2022.
Chief Technology Officer, Data, dan AI IBM Asia Pacific Kitman Cheung mengatakan, perkembangan AI kian pesat dengan kemampuan yang luar biasa. Dari yang sebelumnya dibantu oleh AI menjadi dikerjakan AI.
”Dalam suatu negara, khususnya yang berpenduduk besar, penerapan AI tentu saja berdampak pada sektor ketenagakerjaan. Sejumlah jenis pekerjaan akan dapat tergantikan oleh AI,” ujar Kitman dalam IBM ASEAN New Era of AI for Business secara daring dari Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Pekerjaan yang dapat tergantikan itu, misalnya, layanan pelanggan, kasir, dan lainnya—jenis kerja yang bisa dilakukan AI. Meskipun demikian, lanjut Kitman, hal ini dapat dilihat sebagai peluang bagi sektor ketenagakerjaan suatu negara. Mereka dapat mengalihkan tenaga kerja pada sektor yang lebih unggul dan memerlukan pengetahuan.
Sektor ketenagakerjaan berkaitan dengan perekonomian. Dalam konteks ini, AI akan menciptakan permintaan yang perlu dipenuhi. Orientasi pekerjaan manual akan dialihkan pada sektor kerja yang memiliki nilai lebih tinggi. Karena itu, pola pendidikan suatu negara juga dapat berubah.
Mereka berupaya mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar dengan menawarkan layanan AI yang kian canggih. (Pada saat bersamaan), banyak pekerjaan yang akan hilang dan digantikan dengan karyawan dengan kemampuan mengoperasikan AI karena lebih produktif.
Pemanfaatan AI untuk pertumbuhan ekonomi tergambar dari hasil riset lembaga investasi, Dewan Pengembangan Ekonomi Singapura (EDBI) dan perusahaan konsultan manajemen global, AT Kearney. Dalam laporannya, nilai produk domestik bruto (PDB) Indonesia dapat bertambah sebesar 366 juta dollar AS dalam satu dekade mendatang.
Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika) Hammam Riza menjelaskan, perusahaan perlu berinovasi dan beradaptasi dengan pemanfaatan AI untuk menghadapi persaingan pasar yang kian ketat. Sebab, baik perusahaan teknologi besar maupun usaha rintisan (start up) kini mulai ramai terjun dalam dunia AI.
”Mereka berupaya mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar dengan menawarkan layanan AI yang kian canggih. (Pada saat bersamaan), banyak pekerjaan yang akan hilang dan digantikan karyawan dengan kemampuan mengoperasikan AI karena lebih produktif,” kata Hammam.
Merujuk laporan McKinsey pada 2019, sebanyak 23 juta pekerjaan di Indonesia dapat tergantikan akibat otomasi hingga 2030. Pada saat yang bersamaan, keberadaan AI dapat menciptakan 27-46 juta lapangan kerja. Sebanyak 10 juta di antaranya merupakan jenis pekerjaan baru yang belum pernah ada.
Direktur Keanggotaan Korika Rio Ferdinand Kiantara menambahkan, fenomena perkembangan AI dan pengaruhnya terhadap produktivitas perlu diimbangi dengan pengembangan kapasitas individu sumber daya manusia. Hal ini perlu ditanggapi oleh para pemangku kebijakan secara komprehensif tanpa menghambat proses inovasi.
Penerapan AI di Indonesia juga akan mempermudah sektor pekerjaan yang sudah ada. Sebagai contoh, guru dapat mengumpulkan materi pembelajaran dari sumber-sumber yang lebih luas. Tidak hanya guru, pemanfaatan AI juga berlaku pada pekerjaan yang tergolong rutin dilakukan manusia.
Selain itu, Korika dan Kementerian Komunikasi dan Informatika kini bekerja sama mengembangkan teknologi pemrosesan bahasa alami atau natural language processing (NLP) dengan bahasa Indonesia. Secara sederhana, NLP dapat menjembatani interaksi antara manusia dan komputer dengan menggunakan bahasa sehari-hari, yakni bahasa Indonesia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika, Hary Budiarto menyampaikan, teknologi ini dapat berguna untuk pelayanan publik, khususnya bagi para investor asing yang ingin mendapatkan terjemahan terkait dengan peraturan bahasa Indonesia dengan baik dan tepat. Kini, pihaknya tengah mengembangkan banyak talenta digital agar NLP berbahasa Indonesia dapat dilakukan lebih jauh (Kompas.id, 14/4/2023).