
Bonus demografi adalah istilah untuk jumlah penduduk usia produktif yang lebih besar daripada usia nonproduktif, yakni kalangan anak-anak dan lansia.
Indonesia, dalam sepuluh tahun ke depan, bakal memasuki era bonus demografi. Namun, hal ini bisa menjadi dilema besar dan bahkan gagal dimanfaatkan apabila kita tidak mempersiapkan sumber daya manusia sebaik-baiknya. Terutama dalam menghadapi pesatnya perkembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau yang biasa disebut AI (artificial intelligence).
Indonesia Emas 2045 dengan bonus demografinya membutuhkan strategi pendidikan jitu, yang sudah harus mengarah kepada upaya menghasilkan lulusan lembaga pendidikan berkualitas talenta digital.
Walaupun isu kecerdasan buatan saat ini tengah menjadi perdebatan sengit banyak negara, faktanya adalah pengembangan AI atau kecerdasan buatan berjalan terus secara eksponensial.
Kontroversi, polemik, dan pro-kontra tidak serta-merta menghalangi upaya keras berbagai pihak berusaha terus menemukan inovasi-inovasi baru teknologi yang berbasis kecerdasan buatan.
Para pemangku kepentingan pendidikan Indonesia harus saksama dan serius mencermati fenomena ini agar bonus demografi berbuah manis, menjadi berkah bagi kita semua. Kita tak ingin bonus demografi justru menjadi beban pembangunan akibat kegagalan kita menyiapkan strategi pendidikan yang progresif dan adaptif.
Budi Sartono Soetiardjo Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Kartu Lebaran

-
Dalam suasana Lebaran, saya ingin berbagi tentang kartu Lebaran. Sebelum era digital, ucapan Lebaran dan bermaaf-maafan bisa disampaikan dengan kartu via pos.
Saking banyaknya, kantor pos sampai mempekerjakan pensiunannya dan menambah pegawai honorer guna menyortir timbunan surat.
Kini, orang cukup mengirim pesan singkat atau Whatsapp. Apa beda keduanya?
Kiriman kartu Lebaran dengan aneka gambar akan menjadi kenangan bagi penerimanya, dapat disimpan bahkan jadi koleksi. Kelak, kumpulan kartu-kartu Lebaran itu bisa dibuka lagi sambil mengingat para pengirimnya. Terasa pribadi karena ditulis dengan tangan.
Kiriman ucapan melalui pesan singkat (Whatsapp) kurang personal karena biasanya dikirim secara serentak ke banyak penerima.
Kesan dan pesan pribadi sama sekali tidak tampak karena bersifat massal. Pesan yang dikirim tidak akan menjadi kenangan abadi karena bisa dihapus setiap saat.
Mari kita kembali menulis ucapan apa pun dengan tulisan tangan pada kartu dan dikirim melalui kantor pos.
Saya yakin, penerimanya akan lebih terkesan.
Vita PriyambadaSumbersari, Malang 65145