Disproporsional pertumbuhan pangan global tengah terjadi. Jika disproporsional pangan terus berlanjut dan tanpa solusi, ”decoupling” atau keterlepasan antara permintaan dan penawaran bisa terjadi.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Disproporsional pertumbuhan pangan global tengah terjadi. Ketimpangan antara proporsi permintaan dan penawaran pangan telah dan akan terus menyebabkan harga-harga pangan melonjak tinggi. Oleh karena itu, setiap negara, termasuk Indonesia, perlu mengatasi persoalan itu agar tak berkepanjangan.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, Selasa (5/4/2022), berpendapat, disproporsional pertumbuhan pangan tidak hanya terjadi akibat bencana alam di negara produsen pangan. Ketimpangan proporsi pangan juga disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan diperparah oleh perang Rusia-Ukraina.
Permintaan pangan di kala pandemi meningkat tinggi dan terkerek oleh stimulus negara-negara maju. Sementara penawaran masih lambat karena masih dalam proses adaptasi guna memulihkan produksi yang terimbas pandemi.
Butuh waktu cukup lama untuk kembali menggeliatkan industri, merekrut pekerja, dan menggerakkan logistik yang mandek. Begitu sudah mulai jalan, perang Rusia-Ukraina meletus sehingga laju pemulihan rantai pasok pangan, pupuk, energi, dan logistik kembali terhambat.
Di sisi lain, lanjut Fithra, masih banyak negara yang menerapkan proteksionisme sejak perang dagang Amerika Serikat-China dan membenahi ketahanan pangan selama pandemi Covid-19. Australia, misalnya, saat ini masih melanjutkan program repopulasi sapi dan membatasi ekspor sapi dan daging sapi.
”Jika tekanan faktor-faktor itu terhadap disproporsional pangan terus berlanjut dan tanpa solusi, decoupling (keterlepasan) antara permintaan dan penawaran bisa terjadi,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Jika tekanan faktor-faktor itu terhadap disproporsional pangan terus berlanjut dan tanpa solusi, decoupling (keterlepasan) antara permintaan dan penawaran bisa terjadi.
Menurut Fithra, hal itu tidak cukup diselesaikan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang meminta negara-negara anggotanya meningkatkan perdagangan multilateral dan menerapkan kebijakan tarif murah. Salah satunya terkait dengan kuota tarif (tarrif rate quota/TRQ) yang diamanatkan Paket Bali 2013.
Setiap negara justru perlu mengarah pada pembangunan cadangan pangan secara regional. Hal ini penting mengingat’ semakin banyak negara, termasuk Indonesia, bergantung pada pangan impor dari negara-negara lain.
”Keketuaan Indonesia di G20 perlu juga mengarah pada pembangunan ketahanan dan cadangan pangan antarnegara-negara anggota G20. Hal ini diperlukan agar ’likuiditas’ pangan tidak seret dan harga pangan lebih terkendali,” katanya.
Keketuaan Indonesia di G-20 perlu juga mengarah pada pembangunan ketahanan dan cadangan pangan antarnegara-negara anggota G-20. Hal ini diperlukan agar ‘likuiditas’ pangan tidak seret dan harga pangan lebih terkendali.
Implementasi TRQ
Pada 31 Maret 2022, waktu setempat, anggota-anggota WTO mencapai kesepakatan penting untuk membantu mengatasi belum optimalnya penerapan TRQ. TRQ merupakan skema perpaduan antara tarif dan kuota. Jika impor tidak melebihi kuota, tarif bea masuk yang dikenakan lebih rendah. Sebaliknya, jika melebihi kuota, tarif bea masuknya lebih tinggi.
WTO menyebutkan, TRQ merupakan media penting untuk mengakses pasar komoditas pertanian atau pangan di tengah tingginya harga dan tarif bea masuk sejumlah komoditas pangan. Penerapan TRQ di sektor tersebut akan membantu menekan harga pangan impor sekaligus melindungi produsen pangan di dalam negeri dari banjir pangan impor. Dari sisi ekspor, penerapan TRQ ini juga akan membuat harga komoditas pertanian lebih bersaing.
WTO mencatat, tingkat pemenuhan TRQ para anggotanya pada 2014-2019 baru mencapai 53 persen atau jauh dari mandat Paket Bali yang sebanyak 65 persen. Adapun berdasarkan laporan Sektretariat WTO pada September 2020, hanya 200 TRQ komoditas pertanian dari total komitmen 1200 TRQ yang tingkat pemenuhannya di bawah 65 persen.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono menuturkan, kendati tidak memiliki kepentingan khusus terhadap isu tersebut, Indonesia turut mengawal isu itu di WTO. Sebelum diangkat ke Dewan Umum WTO, isu tersebut dibahas secara teknis dalam Sidang Informal Komite Pertanian WTO pada 15 Maret 2022.
Dalam pembahasan tersebut, seluruh anggota WTO telah mendukung keputusan itu, kecuali India. Setelah difinalisasi oleh Dewan Umum WTO, Paket Bali TRQ Underfill Mechanism itu rencananya akan disepakati pada Konferensi Tingkat Menteri ke-12 WTO.
”Isu itu juga tidak berimplikasi langsung terhadap Indonesia karena tarif bea masuk komoditas pertanian di Indonesia sudah rendah, yaitu nol persen hingga 5 persen. Namun, Indonesia perlu mewaspadai pemanfaatan TRQ yang dimiliki oleh anggota-anggota lain karena harga produk-produk pertanian mereka bisa lebih kompetitif,” tuturnya.
Indonesia perlu mewaspadai pemanfaatan TRQ yang dimiliki oleh anggota-anggota lain karena harga produk-produk pertanian mereka bisa lebih kompetitif.
Secara bilateral, Indonesia telah memiliki sejumlah komitmen TRQ dengan negara lain. Pada 2021, Indonesia dan Uni Eropa (UE) berhasil menyelesaikan modifikasi konsesi Uni Eropa untuk TRQ singkong (manioc).
Dengan kesepakatan baru ini, Indonesia dapat mengekspor singkong ke UE dengan tarif 6 persen dan kuota 165.000 ton per tahun. Kesepakatan RI-UE ini merupakan konsekuensi keluarnya Inggris dari UE (Brexit).
Indonesia juga telah memiliki konsensi TRQ dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) The European Free Trade Association (EFTA). Skema TRQ itu diterapkan di antaranya untuk impor salmon asal Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein.
Sementara bersama Australia, Indonesia menerapkan konsensi TRQ atas barang impor asal Australia dalam rangka Perjianjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Skema itu diterapkan, antara lain, untuk komoditas sapi jantan hidup selain bibit, kentang, wortel, jeruk, jeruk mandarin, lemon dan limau, pakan biji-bijian, serta baja canai dingin atau panas.