Harga sejumlah kebutuhan pokok sudah naik jauh sebelum masa Ramadhan-Lebaran. Waspadai dan antisipasi kenaikan harganya selama Ramadhan-Lebaran agar tidak semakin membebani masyarakat.
Oleh
Hendriyo Widi, ADITYA PUTRA PERDANA
·6 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga berdesakan saat antre membeli minyak goreng di salah satu penyalur di Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Senin (21/3/2022). Pembelian minyak goreng seharga Rp 15.500 per kilogram (kg) di tempat itu dibatasi sebanyak 16 kg per orang. Menurut warga, minyak goreng dengan harga murah terus diburu karena semakin susah diperoleh. Harga minyak goreng di pasaran setempat saat ini sekitar Rp 25.000 per kg.
JAKARTA, KOMPAS — Harga pangan, energi, pakan, dan pupuk pada tahun ini serba naik dan serba mahal. Faktor global memang menjadi pemicu utama. Namun, justru dari transmisi dampaknya ke kenaikan harga sejumlah komoditas itu, terpotret sejumlah persoalan yang perlu diatasi di dalam negeri.
Di sektor pangan, kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) global mendongkrak tinggi harga minyak goreng sawit di dalam negeri. Masyarakat tidak bisa lagi memperoleh minyak goreng curah seharga Rp 9.000-11.500 per liter. Alih-alih mendapat minyak goreng curah sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang sebesar Rp 14.000 per liter, masyarakat justru mesti membeli minyak goreng curah dengan harga Rp 17.000-Rp 20.000 per liter.
Demikian pula dengan minyak goreng kemasan sederhana dan premium yang dulu bisa diperoleh di kisaran harga Rp 11.000-Rp 18.000 per liter. Kini harganya sudah tembus di kisaran Rp 20.000-Rp 26.000 per liter.
Selain minyak goreng, harga kedelai juga melonjak tinggi. Sementara harga daging sapi, tepung terigu, dan gula pun mulai merangkak naik. Sejak awal tahun 2022, harga kedelai sudah naik 9,6 persen menjadi Rp 13.700 per kilogram (kg) di pasar tradisional dan Rp 12.300 per kg di tingkat produsen tahu-tempe.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, berpendapat, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan itu memang tak terlepas dari imbas kenaikan harga pangan dan energi di tingkat internasional. Dampaknya terutama tertransmisi ke komoditas pangan yang diimpor, seperti kedelai, daging sapi, gula, dan tepung terigu.
Begitu juga dengan minyak goreng, meski bukan komoditas yang diimpor, harganya turut melonjak tinggi akibat kenaikan harga CPO global. Meski bahan bakunya berlimpah di dalam negeri, kenaikan harga bahan baku itu tetap tertranmisi ke harga minyak goreng. Hal itu lantaran masih banyak pabrik minyak goreng yang belum terkoneksi dengan pabrik CPO dan olein sehingga pabrik-pabrik itu harus membeli CPO sesuai harga lelang yang mengacu pada harga internasional.
”Gonta-ganti kebijakan pemerintah untuk menstabilkan stok dan harga minyak goreng juga justru menimbulkan ketidakpastian atau inkonsistensi pasar. Setelah ditekan dengan HET yang di bawah harga pokok produksi, kemudian dikembalikan ke mekanisme pasar, harganya kembali berubah liar,” ujarnya.
Gonta-ganti kebijakan pemerintah untuk menstabilkan stok dan harga minyak goreng juga justru menimbulkan ketidakpastian atau inkonsistensi pasar. Setelah ditekan dengan HET yang di bawah harga pokok produksi, kemudian dikembalikan ke mekanisme pasar, harganya kembali berubah liar.
Pakan dan pupuk
Selain pangan, kenaikan harga energi, pakan, dan pupuk juga terjadi. Kenaikan harga ketiga komoditas itu pun bakal berpengaruh pada kenaikan harga bahan pangan dan pangan olahan.
PT Pertamina Patra Niaga telah dua kali menaikkan harga elpiji nonsubsidi pada Desember 2021 dan Februari 2022. Harga jual elpiji 12 kilogram yang semula Rp 162.000 per tabung kini menjadi Rp 182.000 per tabung.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Buruh memanen jagung di kawasan Manggelewa, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, Kamis (8/4/2015). Warga mengeluhkan harga jual jagung yang dinilai rendah, yaitu Rp 1.800 per kilogram untuk jagung basah. Mereka berharap harga jual jagung dapat naik sehingga bisa menutup biaya tanam dan panen jagung.
Harga bahan baku pakan ternak, seperti jagung dan bungkil kedelai, juga telah naik. Harga jagung saat ini sudah mencapai Rp 5.600-Rp 5.700 per kg, sedangkan bungkil kedelai Rp 8.000-Rp 9.000 per kg. Harga jagung itu jauh di atas harga acuan pembelian Rp 4.500 per kg dan harga bungkil kedelai sudah melambung tinggi dari tahun lalu yang sebesar Rp 6.000-Rp 7.000 per kg.
Begitu juga dengan pupuk yang mayoritas bahan bakunya masih berasal dari impor, seperti pupuk urea, harganya juga meningkat. Bank Dunia mencatat, harga pupuk urea mencapai 744,2 dollar AS per ton pada Februari 2022, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata urea tahun 2021 yang sebesar 483,2 dollar AS per ton.
Kenaikan harga pupuk global juga akan berimbas pada kenaikan harga pupuk bersubsidi dan nonsubsidi di dalam negeri. Dalam rapat kerja di Komisi IV DPR pada 22 Maret 2022, Kementerian Pertanian memperkirakan, harga pupuk bakal melonjak pada triwulan II-2022 sehingga bisa menyebabkan anggaran subsidi pupuk membengkak.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, Kementerian Pertanian membutuhan dana tambahan Rp 13 triliun untuk menyubsidi harga pupuk. Pemerintah hanya mampu menyubsidi 9,11 juta ton pupuk dengan anggaran senilai Rp 25,27 triliun. Adapun rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi tahun ini sebanyak 24,3 juta ton.
Kementerian Pertanian memperkirakan harga pupuk bakal melonjak pada trwiulan II-2022 sehingga bisa menyebabkan anggaran subsidi pupuk membengkak.
Kenaikan harga pangan, energi, pakan, dan pupuk itu bukan hanya imbas pandemi Covid-19 dan anomali cuaca di negara-negara produsen. Perang Rusia-Ukraina juga semakin mendorong harga berbagai komoditas tersebut semakin tinggi.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada 10 Maret 2022 memperkirakan, dalam skenario jangka pendek (2022-2023), perang kedua negara itu akan menyebabkan harga pangan dan pakan internasional yang saat ini sudah tinggi akan meningkat sebesar 8-22 persen. Harga pupuk global juga diproyeksikan meningkat 13 persen.
Kenaikan harga sudah terjadi jauh sebelum masa Ramadhan-Lebaran. Hal ini dikhawatirkan bisa membuat harga pangan semakin naik atau bertambah mahal saat memasuki masa Ramadhan-Lebaran.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP Ikappi) mengingatkan dan meminta pemerintah untuk dapat menstabilkan stok dan harga pangan. Hal ini mengingat daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan, belum sepenuhnya pulih.
”Jauh sebelum Lebaran, harga pangan sudah melambung tinggi. Kalau tidak segera diatasi, harganya bisa semakin tinggi saat memasuki Ramadhan-Lebaran,” kata Putri Bilanova, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kajian Penelitian dan Pengembangan DPP Ikappi, Jumat (25/3/2022).
Jauh sebelum Lebaran, harga pangan sudah melambung tinggi. Kalau tidak segera diatasi, harganya bisa semakin tinggi saat memasuki Ramadhan-Lebaran.
Menurut Putri, pemerintah perlu mencermati tiga fase kenaikan permintaan dan harga bahan pokok dalam periode Ramadhan-Lebaran. Fase pertama terjadi pada tiga hari sampai dengan seminggu menjelang Ramadhan.
Fase kedua berlangsung pada seminggu memasuki Ramadhan hingga tiga hari menjelang Lebaran. Sementara fase ketiga terjadi pada dua hingga tiga hari setelah Lebaran. Pada fase ketiga ini banyak pedagang yang mudik dan tidak memiliki stok.
”Kami berharap pemerintah memastikan ketersediaan stok dan mengendalikan harga pangan agar tidak naik terlalu tinggi dengan menjaga kelancaran produksi dan distribusi barang-barang kebutuhan pokok,” katanya.
Pekan lalu, Kementerian Perdagangan memastikan stok barang kebutuhan pokok, terutama untuk Ramadhan dan Lebaran, cukup. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berharap kecukupan stok itu membuat harga menjadi terjangkau.
Berdasarkan data pasokan indikatif bahan pokok di pelaku usaha pangan atau pasar induk, pasokan minyak goreng diperkirakan mencapai 628.800 ton, sementara kebutuhannya sekitar 422.000 ton per bulan. Adapun stok gula pasir mencapai 525.421 ton dan kebutuhannya sekitar 260.000 ton per bulan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Daging sapi tergantung di salah satu kios daging di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). Menjelang bulan Ramadhan, harga sejumlah bahan pokok, seperti daging sapi dan minyak goreng, masih relatif tinggi. Harga daging sapi di sejumlah pasar di Jakarta masih berkisar Rp 150.000-Rp 160.000 per kilogram.
Pasokan komoditas lain, seperti bawang putih, telur ayam ras, daging ayam ras, daging sapi/kerbau, tepung terigu, beras, bawang merah, dan cabai, dilaporkan melebih rata-rata kebutuhan bulanan. Dengan demikian, stok sejumlah bahan pokok itu dinilai cukup.
Jaminan serupa disampaikan Syahrul Yasin Limpo dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR, Selasa (22/3/2022). Dia memastikan stok 12 pangan strategis, yakni beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, gula konsumsi, dan minyak goreng, aman hingga Mei 2022 atau bahkan hingga akhir Desember 2022.