Restrukturisasi Tetap Opsi Utama Penyelamatan Garuda Indonesia
Restrukturisasi utang tetap menjadi opsi utama penyelamatan Garuda Indonesia. Upaya itu perlu diimbangi dengan menumbuhkan permintaan pasar industri penerbangan, bukan malah membuat kebijakan dan isu kontradiktif.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Restrukturisasi utang tetap menjadi prioritas utama penyelamatan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Suntikan penyertaan modal negara dan isu pengalihan maskapai Garuda Indonesia ke PT Pelita Air Service jika opsi utama kandas bukan menjadi pilihan pemerintah saat ini.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga, Senin (25/10/2021), mengatakan, Garuda Indonesia sedang dalam proses negosiasi dengan para lessor (perusahaan sewa guna usaha). Jika negosiasi ini berhasil, Garuda pasti tetap akan jalan.
”Pengalihan ke Pelita Air Service itu nantilah. Saat ini, Garuda sedang berjuang bernegosiasi dengan lessor dan para pemilik piutang lainnya. Negosiasi ini yang utama. Opsi inilah yang kami dahulukan,” ujar Arya melalui keterangan resmi yang disampaikan melalui video.
Pelita Air merupakan anak usaha dari PT Pertamina (Persero). Perusahaan yang didirikan pada 1970 tersebut melayani penerbangan charter atau sewa pesawat, evakuasi medis, survei udara, dan penyewaan helikopter. Armada Pelita Air didominasi oleh pesawat-pesawat Fokker dan British Aerospace (BAe).
Pengalihan ke Pelita Air Sevice itu nantilah. Saat ini, Garuda sedang berjuang bernegosiasi dengan lessor dan para pemilik piutang lainnya. Negosiasi ini yang utama.
Terkait penyertaan modal negara (PMN), Arya menuturkan, hingga kini belum ada usaha pemerintah untuk menyuntikkan PMN ke Garuda Indonesia. Kalaupun diberikan, PMN tersebut pasti akan sangat banyak karena kebutuhan anggaran untuk menyelamatkan Garuda sangat besar.
”Kementerian BUMN ingin membangun BUMN-BUMN yang sehat. Jangan sampai BUMN-BUMN yang sakit sedikit-sedikit disuntik PMN,” katanya.
Kementerian BUMN mencatat, total utang maskapai berkode saham GIAA ini membengkak dari Rp 20 triliun menjadi Rp 70 triliun. Hal ini tidak terlepas dari perubahan pengakuan kewajiban pada biaya sewa pesawat dari semula tercatat sebagai biaya operasional (opex) kini diwajibkan dicatat sebagai utang berdasarkan pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK).
Sementara itu, dengan pendapatan sebesar 50 juta dollar AS, beban biaya operasional Garuda Indonesia sekitar 150 juta dollar AS per bulan. Artinya, perusahaan merugi 100 juta dollar AS per bulan.
Kementerian BUMN ingin membangun BUMN-BUMN yang sehat. Jangan sampai BUMN-BUMN yang sakit sedikit-sedikit disuntik PMN.
Untuk mengatasi persoalan itu, Garuda telah mengambil opsi moratorium pembayaran utang dan standstill agreement atau penghentian pembayaran bunga. Hingga kini, Garuda tengah menempuh opsi itu dengan bernegosiasi dengan lessor dan pemilik piutang-piutang lainnya.
Di tengah proses tersebut, Garuda juga menghadapi sejumlah gugatan hukum niaga terkait perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh sejumlah rekanan bisnis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Seusai lolos dari gugatan PKPU My Indo Airlines pada 21 Oktober 2021, Garuda kembali dihadapkan pada perkara yang sama yang diajukan oleh PT Mitra Buana Koorporindo pada 22 Oktober 2021.
Sementara itu, terkait PMN, Kementerian BUMN memang tidak secara langsung mengajukan PMN bagi Garuda dalam APBN 2022. Suntikan bagi Garuda itu diselipkan dalam pos pengajuan PMN 2022 Holding BUMN Pariwisata dan Pendukung atau PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero).
Dari Rp 7,5 triliun yang diusulkan, Rp 3 triliun akan digunakan untuk investasi penyediaan fleet atau armada bagi Garuda. Bentuk investasi itu pernah dilontarkan PT Aviasi Pariwisata Indonesia, yaitu penyediaan pesawat yang nantinya akan dioperasikan oleh Garuda atau membeli saham GIAA lewat penerbitan right issue atau hak memesan efek terlebih dahulu.
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo juga pernah menyentil BUMN-BUMN yang kerap mengandalkan PMN untuk menyelamatkan bisnis mereka. Jokowi menilai, ketergantungan terhadap PMN itu pada akhirnya akan mengurangi nilai-nilai profesionalisme yang akan membuat perusahaan BUMN kehilangan taring.
”Kalau yang lalu-lalu BUMN-BUMN ini, kan, banyak terlalu keseringan kita proteksi. Sakit tambahi PMN, sakit suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali,” ujar Jokowi saat memberikan arahan kepada para direktur utama BUMN di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, 16 Oktober 2021, seperti dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Senin (18/10/2021).
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra PG Talattov, berpendapat, pemerintah dan Garuda sudah berada di jalur tepat penyelamatan, yaitu merestrukturisasi utang. Namun, hal penting lain yang perlu digarap dalam jangka pendek adalah perlunya mendukung Garuda Indonesia dari sisi permintaan.
Tujuannya agar kas Garuda bisa semakin lancar, sekaligus memberikan keyakinan kepada para lessor dan kreditor tentang keberlanjutan bisnis Garuda Indonesia.
Yang perlu digarap dalam jangka pendek adalah perlunya mendukung Garuda dari sisi permintaan. Tujuannya agar kas Garuda bisa semakin lancar, sekaligus memberikan keyakinan kepada para lessor dan kreditor tentang keberlanjutan bisnis Garuda.
Jumlah penumpang domestik Garuda Indonesia sebelum pandemi Covid-19 yang berkisar 15 juta-19 juta orang per tahun anjlok menjadi 4,5 juta orang per tahun pada 2020. Demikian juga tingkat keterisian pesawat (seat load factor/SLF) domestik sebelum Covid-19 yang sebesar 78 persen juga jeblok menjadi 43,3 persen pada 2020. Padahal, kontribusi penumpang domestik ini berkisar 80-85 persen terhadap total penumpang Garuda.
”Permintaan inilah yang perlu didorong. Bukannya malah membuat kebijakan atau menggulirkan isu kontradiktif yang dapat mengurangi pertumbuhan penumpang serta keyakinan para lessor dan kreditor, seperti kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat serta rencana pailit dan sinyal akan digantikannya Garuda dengan Pelita Air,” ujarnya.
Kebijakan dan isu kontradiktif ini, lanjut Abra, justru akan membuat manajemen Garuda kesulitan meyakinkan kelanjutan bisnisnya kepada para lessor dan kreditor. Yang perlu dilakukan pemerintah untuk menjaga pasar Garuda dan sektor penerbangan ini adalah menggeliatkan daerah-daerah wisata domestik dan tetap memberlakukan tes antigen, bukan PCR.
Selain itu, pemerintah bisa menggelar acara-acara nasional ataupun internasional dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan dan cakupan vaksinasi di daerah itu.