Rombak Manajemen, Garuda Indonesia Fokus Model Bisnis Baru dan Restrukturisasi
Perombakan ini menjadi momentum bagi Garuda Indonesia untuk bersih-bersih dari permasalahan keuangan dan kinerja operasional, serta menata kembali fundamental bisnisnya. Setiap prosesnya akan dikawal penuh.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemegang saham tahunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyepakati perombakan jajaran komisaris dan direksi seiring dengan langkah efisiensi dan pengunduran diri sejumlah komisaris. Untuk selanjutnya, Garuda Indonesia diminta fokus mengubah model bisnis dan merestrukturisasi utang.
Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Garuda Indonesia yang berlangsung secara hibrida, Jumat (13/8/2021). Melalui keputusan tersebut, jumlah direksi yang semula delapan orang berkurang menjadi enam orang, sedangkan komisaris dari lima orang menjadi tiga orang.
Dua direksi yang diberhentikan secara hormat adalah Dony Oskaria yang semula menjabat Wakil Direktur Utama dan Mohammad R Pahlevi yang semula menempati posisi sebagai Direktur Niaga dan Kargo. Sementara komisaris yang diberhentikan dengan hormat adalah Triawan Munaf, Peter F Gontha, Zannuba Arifah Ch R (Yenny Wahid), dan Elisa Lumbantoruan.
Triawan yang semula menjadi komisaris utama digantikan oleh Timur Sukirno. Timur Sukirno merupakan pendiri Indonesian Receivers and Administrators Association dan senior partner, project finance, restructuring and insolvency and arbitration di Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, langkah tersebut diambil dalam rangka memastikan berjalannya transformasi dan efisiensi Garuda Indonesia. Kementerian BUMN juga berupaya memperkuat pengawasan dengan mengangkat dua komisaris yang memiliki rekam jejak di bidang restrukturisasi dan manajemen risiko perusahaan.
Kementerian BUMN juga telah meminta manajemen Garuda Indonesia untuk memprioritaskan perubahan model bisnis dengan fokus pada layanan penerbangan domestik. Selain itu, Garuda Indonesia juga harus merampungkan negosiasi dengan para lessor (perusahaan sewa guna usaha), baik dengan lessor yang memiliki hubungan bisnis baik maupun dengan yang tersangkut kasus hukum.
”Ini momen bagi Garuda Indonesia untuk bersih-bersih dari permasalahan keuangan dan kinerja operasional, serta menata kembali fundamental bisnisnya. Setiap prosesnya akan saya kawal penuh,” kata Erick melalui siaran pers di Jakarta.
Ini momen bagi Garuda Indonesia untuk bersih-bersih dari permasalahan keuangan dan kinerja operasional, serta menata kembali fundamental bisnisnya. Setiap prosesnya akan saya kawal penuh.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengemukakan, pengurangan jumlah jajaran komisaris dan direksi ini tidak bisa terhindarkan mengingat dari waktu ke waktu manajemen Garuda juga mengurangi jumlah karyawan. Memang hal ini akan menimbulkan konsekuensi tersendiri bagi Garuda, tetapi manajemen baru ini akan berupaya untuk tetap merampungkan sejumlah persoalan yang tengah dihadapi Garuda.
Manajemen Garuda tetap berkomitmen merampungkan bisnis restrukturisasi utang, baik dengan merenegosiasi para lessor, Angkasa Pura, maupun merampungkan proposal restrukturisasi utang tersebut. Saat ini, draf proposal itu sudah ada dan tengah dimatangkan secara internal bersama sejumlah konsultan.
”Selain itu, perusahaan juga terus mengikuti proses penyelesaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang sedang berlangsung,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat sore.
Manajemen Garuda, lanjut Irfan, juga terus memperkuat dan meningkatkan bisnis kargo di dalam dan luar negeri di tengah sepinya bisnis angkutan penumpang. Hal ini akan terus dimonitor untuk memastikan semua rute tersebut benar-benar profitabel.
Kementerian BUMN mencatat, total utang Garuda Indonesia membengkak dari Rp 20 triliun menjadi Rp 70 triliun. Hal ini tidak terlepas dari perubahan pengakuan kewajiban pada biaya sewa pesawat dari semula tercatat sebagai biaya operasional (opex) kini diwajibkan dicatat sebagai utang berdasarkan pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK).
Sementara dengan pendapatan sebesar 50 juta dollar AS, beban biaya operasional Garuda Indonesia sekitar 150 juta dollar AS per bulan. Artinya perusahaan merugi 100 juta dollar AS per bulan.
Saat ini, Kementerian BUMN tengah mematangkan opsi moratorium pembayaran utang dan standstill agreement atau penghentian pembayaran bunga untuk menyelamatkan Garuda Indonesia. Langkah ini akan dibarengi dengan pemangkasan struktur biaya operasional minimal 50 persen (Kompas, 4/6/2021).