Dunia tengah mengalami titik balik. Kabar baiknya, ekonomi global berada pada pijakan yang lebih kokoh. Kabar buruknya, keberuntungan ekonomi setiap negara berbeda-beda.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Menarik memperhatikan strategi mendulang perdagangan dan investasi yang diterapkan pemerintah akhir-akhir ini. Seusai membaca situasi dan kondisi pemulihan yang tengah berlangsung di sejumlah negara, pemerintah langsung gerak cepat atau ”gercep”, menjemput bola.
Sabtu pekan lalu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengumumkan buah kunjungan bilateralnya ke China pada 1-3 April 2021 bersama Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Indonesia telah mengunci kesepakatan perdagangan dan investasi dengan China senilai total 1,38 miliar dollar AS atau sekitar Rp 20,04 triliun.
Enam perusahaan China akan mengimpor sarang burung walet, furnitur, porang, gula aren, dan nanas. Selain itu, Shandong Jinruyi Group berminat berinvestasi di sektor furnitur di Indonesia dengan perkiraan serapan tenaga kerja 3.000 orang.
Indonesia juga berkomitmen meningkatkan nilai ekspor ke China menjadi 100 miliar dollar AS secara bertahap hingga 2024. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, total perdagangan kedua negara senilai 71,41 miliar dollar AS. Ekspor Indonesia ke China senilai 31,78 miliar dollar AS dan Indonesia masih mengalami defisit dagang dengan China mencapai 7,85 miliar dollar AS.
Tahun lalu, perekonomian ”Negeri Tirai Bambu” tumbuh 2,3 persen. China merupakan satu-satunya negara di dunia yang perekonomiannya tumbuh positif di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi dunia akibat imbas pandemi Covid-19. Awal tahun ini, perekonomian China menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Salah satu indikasinya adalah lonjakan ekspor dan impornya yang pada Januari-Februari 2021 tumbuh masing-masing 60,6 persen dan 22 persen. Pertumbuhan ekonominya pada tahun ini diperkirakan di atas 6 persen. bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi China bisa tumbuh 8 persen.
Enam perusahaan China akan mengimpor sarang burung walet, furnitur, porang, gula aren, dan nanas. Selain itu, Shandong Jinruyi Group berminat berinvestasi di sektor furnitur di Indonesia dengan perkiraan serapan tenaga kerja 3.000 orang.
Tak hanya China, AS juga diperkirakan akan memulih setelah Joe Biden menggelontorkan stimulus senilai 1,9 triliun dollar AS. Salah satu stimulus ini berupa bantuan sosial bagi penduduk yang belum berkeluarga dan berpenghasilan maksimal 80.000 dollar AS serta bagi yang sudah berkeluarga dan berpendapatan maksimal 160.000 dollar AS. Mereka akan mendapatkan 1.400 dollar AS per orang atau per keluarga.
Gelontoran stimulus ini akan meningkatkan daya beli masyarakat AS sehingga menjadi daya ungkit pergerakan industri. IMF memperkirakan, ekonomi AS pada tahun ini akan tumbuh 5,1 persen dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,1 persen.
Indonesia juga menangkap peluang ini karena AS merupakan salah satu mitra dagang utama. Total perdagangan kedua negara pada 2020 sebesar 27,2 miliar dollar AS dan Indonesia masih surplus dagang dari AS sebesar 10,04 miliar dollar AS. Tidak heran jika Lutfi segera berdialog dengan Katherine Tai, Duta Besar Perwakilan Perdagagan AS (USTR) yang baru dilantik untuk memperkuat perdagangan dan investasi kedua negara pada 24 Maret 2021.
Sebelumnya, 10-11 Maret 2021, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu dengan sejumlah perwakilan perusahaan otomotif raksasa asal Jepang, seperti Mazda, Honda, Toyota, Mitsubishi, dan Suzuki, di Jepang. Buah lawatan itu, antara lain, berupa komitmen tambahan investasi di Indonesia dan perluasan negara ekspor otomotif.
Honda berencana melanjutkan investasi sebesar Rp 5,2 triliun sampai 2024 dan menambah negara tujuan ekspornya menjadi 31 negara. Adapun Toyota akan menambah investasi 2 miliar dollar AS atau Rp 28 triliun agar kapasitas produksinya meningkat menjadi 250.000 kendaraan bermotor per tahun. Toyota juga berencana memperluas negara tujuan ekspor dari 80 negara menjadi 100 negara hingga 2024.
Ekspor memang perlu digeliatkan kembali mengingat surplus neraca perdagangan Indonesia pada tahun lalu terjadi lantaran impor terkontraksi tajam. BPS mencatat, ekspor Indonesia pada 2020 senilai 163,31 miliar dollar AS, turun 2,6 persen dari 2019, sedangkan impornya senilai 141,57 miliar dollar AS atau turun 17,3 persen dari 2019.
Sementara itu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyebutkan, perdagangan global pada 2020 terkontraksi atau tumbuh minus 5,3 persen, turun drastis dari 2019 yang sebesar 9,3 persen. Tahun ini, perdagangan global diperkirakan tumbuh tinggi, yaitu 8 persen.
Dalam konteks ini, upaya-upaya jemput bola dan ”gercep” tersebut akan menjadi pemicu perekonomian Indonesia tahun ini yang ditargetkan tumbuh 4,5 persen-5,5 persen. Upaya-upaya ini juga diharapkan dapat meningkatkan ekspor, menggeliatkan industri dalam negeri, dan menyerap kembali pekerja atau mendulang tenaga kerja baru.
Upaya-upaya ini juga diharapkan dapat meningkatkan ekspor, menggeliatkan industri dalam negeri, dan menyerap kembali pekerja atau mendulang tenaga kerja baru.
Kendati begitu, bahaya divergensi ekonomi tetap ada. Kesenjangan pemulihan ekonomi global itu akan dipicu oleh belum pulihnya perekonomian banyak negara, terutama negara-negara miskin. WTO menyatakan, kondisi ini akan memengaruhi perdagangan global pada 2022 sehingga pertumbuhannya diperkirakan hanya 4 persen.
IMF juga mengingatkan hal itu. Dalam pidato persiapan Pertemuan Musim Semi Grup Bank Dunia dan IMF 2021 secara virtual, 30 Maret 2021, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyatakan, dunia tengah mengalami titik balik. Kabar baiknya, ekonomi global berada pada pijakan yang lebih kokoh. Jutaan orang mendapat manfaat dari vaksin yang menjanjikan kehidupan normal.
Namun, bahayanya juga ada. Keberuntungan ekonomi setiap negara berbeda-beda. Masih banyak orang belum mendapatkan vaksin serta terlalu banyak orang terus menghadapi kehilangan pekerjaan dan meningkatnya kemiskinan. Setiap pemangku kepentingan diharapkan tidak boleh lengah dan tidak hanya berfokus pada kepentingan bisnis dan vaksinasi, tetapi juga mengatasi pengangguran dan kemiskinan.