Upaya penyerapan beras produksi dalam negeri yang dilakukan oleh Perum Bulog belum berdampak signifikan terhadap harga gabah petani. Peluang menggenjot serapan masih terbuka lebar dengan semua sumber daya milik Bulog.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Upaya penyerapan beras produksi dalam negeri yang dilakukan oleh Perum Bulog belum berdampak signifikan terhadap harga gabah ditingkat petani. Kenaikan harga gabah yang terjadi belakangan ini lebih dipengaruhi oleh kualitas produksi. Dengan semua sumber daya yang dimiliki, peluang menggenjot serapan gabah petani terbuka lebar.
Berdasarkan data Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim, harga gabah kering panen (GKP) ditingkat petani saat ini rata-rata berada di kisaran Rp 3.400-Rp 3.500 per kilogram. Gabah kering giling (GKG) berada di kisaran Rp 3.800-Rp 4.000 per kilogram. Harga gabah ini mengalami kenaikan dibandingkan dua pekan lalu yang berada di kisaran Rp 3.200-Rp 3.300 per kg GKP dan Rp 3.700-Rp 3.800 per kg untuk GKG.
”Kenaikan harga gabah di tingkat petani itu disebabkan oleh kualitasnya yang lebih baik dibandingkan hasil panen sebelumnya. Setidaknya, kadar airnya lebih sedikit karena hujan mulai jarang turun,” ujar Ketua KTNA Jatim Suyanto, Rabu (24/3/2021).
Petani berpeluang mendapatkan harga gabah lebih baik atau setidaknya sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) apabila serapan yang dilakukan oleh Bulog bisa lebih dioptimalkan. Hingga saat ini, menurut Suyanto, petani belum merasakan kehadiran tim satuan tugas serapan gabah yang dikerahkan oleh Bulog.
Kenaikan harga gabah di tingkat petani itu disebabkan oleh kualitasnya yang lebih baik dibandingkan hasil panen sebelumnya. Setidaknya, kadar airnya lebih sedikit karena hujan mulai jarang turun. (Suyanto)
Padahal, Bulog memiliki semua sumber daya yang mampu mendukung upaya optimalisasi serapan. Setidaknya Bulog memiliki unit pengolahan gabah dan beras yang dilengkapi peralatan berteknologi modern untuk penanganan pascapanen. Bulog juga bisa meminta para mitra yakni perusahaan penggilingan gabah untuk membantu menyerap gabah petani.
Menggenjot
Pemimpin Perum Bulog Kantor Wilayah Jatim Khozin mengatakan, pihaknya terus berupaya menggenjot serapan gabah petani dengan mengerahkan seluruh satgas di 13 kantor cabang. Targetnya realisasi serapan gabah mencapai 1.300 ton setiap hari.
”Hingga saat ini, realisasi serapan gabah petani di wilayah Jatim mencapai 15.000 ton setara beras dari target 200.000 ton selama musim panen raya. Secara kuantitas, serapan gabah petani fluktuatif setiap harinya, tetapi volumenya cenderung meningkat,” kata Khozin.
Khozin mengatakan, penyerapan gabah petani terus dilakukan selama musim panen raya awal tahun ini. Tidak ada kendala signifikan dalam merealisasikan serapan gabah petani. Dia optimistis, serapan bisa ditingkatkan seiring semakin meluasnya hamparan panen di berbagai sentra produksi padi di Jatim.
Serapan gabah petani ini untuk memperkuat stok Bulog Jatim yang saat ini berada di angka 230.000 ton beras. Dari jumlah stok tersebut, mayoritas merupakan beras pengadaan dalam negeri. Hanya 30.000 ton yang merupakan beras impor sisa pengadaan 2018-2019.
Sementara itu, Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Jatim Hendra Tan mengatakan, kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah akan memengaruhi kinerja usaha penggilingan padi lokal. Sebagai mitra Bulog, mereka khawatir apabila perusahaan penyangga stok pangan itu memenuhi kebutuhannya dari pengadaan impor.
Setidaknya, apabila Bulog memenuhi kebutuhan berasnya dari impor, pengambilan beras ke mitra, yakni pengusaha penggilingan padi, dipastikan akan semakin berkurang. Padahal, pengambilan beras dari mitra bulog sudah berkurang sejak mekanisme penyaluran beras untuk masyarakat diubah menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT).
Meski demikian, Perpadi Jatim tetap bekerja menyerap gabah hasil panen petani di musim panen raya tahun ini. Selain memenuhi permintaan bulog, Perpadi Jatim juga memenuhi kebutuhan beras komersial dari pedagang besar. Beras produksi Jatim tidak hanya digunakan memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga dikirim hingga luar pulau.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, beras impor tidak diperlukan di Jatim karena stok beras mengalami surplus seiring tibanya masa panen raya musim tanam pertama 2021 yang bakal mencapai puncaknya pada April. Pernyataan itu disampaikan menyikapi kebijakan impor beras yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan alasan memenuhi kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP/iron stock).
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, luas panen sampai April 974.189 hektar dengan produksi beras 3.053.004 ton. Dengan kemampuan produksi beras tersebut, Jatim mengalami surplus 902.401 ton hingga Mei.
Pada Juni ada tambahan luas panen 295.118 hektar dengan kemampuan produksi 1 juta ton setara beras. Dengan adanya tambahan tersebut, total surplus produksi beras di Jatim selama semester pertama 2021 diprediksi menembus hampir 2 juta ton atau tepatnya 1.911.180 ton.
”Jadi, dengan surplus tersebut, Jatim tidak perlu suplai beras impor. Stok melimpah, bahkan satuan tugas pangan sedang berkeliling menyerap gabah petani di musim panen ini,” ujar Khofifah, Senin (22/3/2021).
Khofifah mengatakan, kondisi surplus beras tahun ini sama dengan yang terjadi pada tahun lalu. Saat itu Jatim mengalami surplus beras 1,9 juta ton sehingga ketersediaan pangan masyarakat terjamin. Dengan stok yang besar tersebut, harga beras di tingkat konsumen atau masyarakat juga terjaga stabilitasnya. Tidak terjadi gejolak harga signifikan di pasar beras hingga saat ini.