Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lampung menolak rencana pemerintah mengimpor beras saat panen raya. Saat ini, harga jual gabah mulai anjlok dan sulit diserap oleh penggilingan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kontak Tani Nelayan Andalan Lampung menolak rencana pemerintah mengimpor beras saat panen raya. Saat ini, harga jual gabah mulai anjlok dan sulit diserap oleh penggilingan.
Wakil Ketua I Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Lampung M Amin Syamsudin menilai rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras tidak berpihak kepada petani di dalam negeri. Pasalnya, saat ini, sebagian besar wilayah di Indonesia, termasuk Lampung, memasuki masa panen raya.
Menurut dia, kondisi petani saat ini terpuruk karena harga jual gabah kering panen (GKP) terus menurun. Di Lampung, harga jual GKP di tingkat petani Rp 3.700-Rp 4.200 per kilogram.
”Kami sangat menolak rencana impor beras karena petani sedang panen. Saat ini, harga gabah mulai turun dan petani susah menjual gabah,” kata Amin saat dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (24/3/2021).
Menurut dia, sebagian besar petani yang sudah panen memilih menyimpan gabahnya di rumah. Pasalnya, tidak banyak pabrik penggilingan padi yang mau membeli gabah petani secara tunai. Kalaupun ada, mereka menawarkan sistem pembelian secara utang sampai beras yang sudah digiling laku terjual di pasaran.
Dia menduga stok beras yang melimpah di pasaran saat ini membuat pelaku usaha penggilingan juga membatasi penyerapan gabah untuk meminimalkan kerugian. Apalagi, pemerintah berencana mengimpor beras yang dikhawatirkan membuat harga beras semakin rendah karena stok melimpah.
Kondisi itu dikhawatirkan akan membuat harga jual gabah di tingkat petani semakin anjlok. Padahal, biaya operasional untuk menanam padi semakin mahal karena harga pupuk naik.
Diduga stok beras yang melimpah di pasaran saat ini membuat pelaku usaha penggilingan juga membatasi penyerapan gabah untuk meminimalkan kerugian. (M Amin Syamsudin)
Amin menambahkan, pemerintah semestinya lebih mengoptimalkan penyerapan gabah dari petani untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sebagai sentra pertanian padi, Lampung juga dapat memasok kebutuhan beras untuk daerah lain.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, pada 2020 produksi padi di Lampung mencapai 2,65 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlah itu meningkat 486.200 ton atau 22,47 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 2,16 juta ton.
Pada 2020, luas panen padi di Lampung mencapai 545.150 hektar. Luasan itu meningkat 17,46 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 464.100 hektar.
Adapun potensi produksi padi pada periode Januari-April 2021 diperkirakan 1,36 juta ton GKG. Jumlah itu meningkat 61,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung Kusnardi beberapa waktu lalu mengatakan, stok pangan di Lampung dalam kondisi aman. Dengan stok yang melimpah tersebut, Lampung juga dapat memasok kebutuhan beras untuk daerah lain.
Sementara itu, Kepala Perum Bulog Divisi Regional Lampung Faisal mengatakan, pihaknya menargetkan bisa menyerap 100.000 beras petani sepanjang tahun 2021. Pada awal musim panen saat ini, Bulog telah menyerap sekitar 3.000 ton.
Adapun stok beras yang ada di gudang Bulog Lampung sekitar 40.000 ton. Stok beras di gudang Bulog Lampung itu biasanya digunakan untuk kebutuhan operasi pasar atau program bantuan sosial pemerintah.