Selain kalangan petani, sejumlah kepala daerah, organisasi kemasyarakatan, dan akademisi menolak rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras. Mereka minta pemerintah memperhatikan nasib petani di dalam negeri.
Oleh
GER/RAM/NIK/XTI/LKT/NSA
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Petani menarik padi yang dipanen lebih awal di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, Selasa (9/2/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Polemik terkait rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras tahun ini berlanjut. Setelah petani, kelompok tani, dan asosiasi petani, sejumlah kepala daerah menyuarakan penolakannya. Pemerintah diminta memprioritaskan pengadaan beras produksi dalam negeri serta mendahulukan kepentingan petani yang kini justru terpuruk karena harga jual gabahnya terus turun.
Harga gabah di beberapa daerah, seperti di Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, dilaporkan turun hingga di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp 4.200 per kilogram kering panen (GKP). Selain faktor peningkatan suplai seiring meluasnya area panen, harga cenderung turun karena faktor mutu gabah, terutama turun karena serangan hama dan guyuran hujan.
Dinas Pertanian Jawa Timur mencatat, luas panen sampai April 2021 mencapai 974.189 hektar dengan perkiraan produksi beras 3.053.004 ton. Dengan produksi sebesar itu, surplus beras Jawa Timur mencapai 902.401 ton hingga Mei 2021. Pada Juni 2021, ada tambahan panen dari 295.118 ha sawah dengan perkiraan produksi 1 juta ton setara beras sehingga total surplus beras di Jawa Timur pada semester I-2021 mencapai 1,91 juta ton.
”Jadi, dengan surplus tersebut, Jawa Timur tidak perlu suplai beras impor. Stok melimpah, bahkan satuan tugas pangan sedang berkeliling menyerap gabah petani di musim panen ini,” ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Senin (22/3/2021).
Menurut Khofifah, kondisi surplus tahun ini sama dengan yang terjadi tahun lalu. Saat itu, Jawa Timur mengalami surplus beras 1,9 juta ton sehingga ketersediaan pangan masyarakat terjamin. Dengan stok yang besar tersebut, harga beras di tingkat konsumen atau masyarakat juga terjaga stabilitasnya. Tidak terjadi gejolak harga di pasar yang signifikan.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengusulkan kepada pemerintah pusat agar menunda impor beras. Pemerintah dinilai lebih baik membeli beras dari petani. Impor beras dikhawatirkan membuat harga beras lokal semakin turun sehingga mengancam kesejahteraan petani.
Sumatera Selatan juga dinilai belum membutuhkan beras impor karena sedang surplus hingga 2,07 juta ton. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan kini tengah fokus memperbaiki harga gabah yang kini anjlok cukup dalam. Hal itu telah disampaikan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Menurut Wakil Gubenur Sumatera Selatan Mawardi Yahya, Senin, harga gabah turun, bahkan mencapai Rp 3.500 per kg, sehingga impor justru menjadi ironi. Apalagi Sumatera Selatan tengah berupaya menjadi lumbung pangan dan mengejar swasembada pangan.
Penolakan terkait rencana impor beras juga disuarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, sebagaimana dikutip di laman nu.or.id, menyatakan penolakannya. ”Tolong nasib petani harus didahulukan. Nasib para petani sebagai tulang punggung ekonomi bangsa ini harus diprioritaskan. Alih-alih untuk mendukung, (impor) malah akan menghancurkan nasib mereka,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Jawa Timur Gufron Ahmad Yani mengatakan, kebijakan impor beras telah menyusahkan petani yang telah berjuang keras menjaga produksinya di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung teratasi. ”Tidak ada hal yang paling tepat dilakukan pemerintah selain membatalkan impor beras,” ujarnya.
PBNU juga meminta pemerintah meninjau kebijakan impor garam. Ketua PBNU Bidang Ekonomi Eman Suryaman menyatakan, kebijakan impor garam perlu ditinjau lagi karena impor bakal memukul semangat petambak garam untuk terus berproduksi. Sekitar 80 persen petambak garam yang merupakan nahdliyin (warga NU) meminta PBNU untuk menyerukan hal ini.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam paparannya di rapat kerja Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3/2021), menyebutkan, pemerintah mengupayakan impor beras 500.000 ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500.000 ton untuk kebutuhan Bulog. Pemerintah melihat pentingnya penyediaan pangan, salah satunya beras, dengan stok 1 juta-1,5 juta ton.
Rencana itu menuai polemik karena data produksi beras nasional menunjukkan angka surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan produksi beras sepanjang Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 yang mencapai 11,46 juta ton. Produksi tahun 2019 dan 2020 rata-rata mencapai 31,3 juta ton atau lebih tinggi dibandingkan kebutuhannya yang sekitar 29 juta ton.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Masyhuri dalam webinar Reformulasi Kebijakan Perberasan yang digelar Alinea Forum, Senin, menyatakan, pemerintah semestinya tidak perlu mengimpor saat ini. Dengan metode penghitungan yang telah diperbaiki, yakni kerangka sampel area, data produksi beras yang dirilis BPS menunjukkan surplus.
Selain itu, produksi sedang berlimpah saat panen raya. Oleh karena itu, kata Masyhuri, saat ini seharusnya menjadi momentum bagi Bulog untuk menyerap gabah petani agar harga gabah tidak terus turun.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, pemerintah menjamin impor beras tidak dilakukan saat panen raya. Opsi impor dipilih sebagai alternatif mengamankan cadangan beras pemerintah (CBP/iron stock) di Perum Bulog sebesar 1 juta-1,5 juta ton.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Kepala Gudang Bulog Ketapang II Ashadi menunjukkan tumpukan karung beras sisa impor tahun 2018 sebanyak 2.200 ton yang masih tersimpan di gudang Bulog Ketapang II, Banyuwangi, Senin (22/3/2021). Masih ada 3.000 ton beras sisa impor yang tersimpan di sejumlah gudang Bulog Banyuwangi dari total 20.000 ton beras asal Vietnam yang turun di Banyuwangi pada 2018.
Opsi impor juga mempertimbangkan stok beras Bulog di awal tahun, angka ramalan produksi, dan situasi harga beras. ”Kalau memang panennya baik, Bulog akan mengisi stoknya dari pengadaan dalam negeri, tetapi angkanya jelas, yakni Bulog mesti punya stok 1 juta-1,5 juta ton,” katanya (Kompas, 20/3/2021).
Di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meminta agar gabah petani diserap lebih dulu dan dihitung produksinya sebelum impor beras dilaksanakan. Ia menyebut siap berdebat dengan menteri lain jika memang produksi beras dalam negeri bagus dan jumlahnya mencukupi kebutuhan.
”Yang aku minta serap dulu gabah kita. Kalau gabahnya bagus, jumlahnya bagus, ya logikanya tidak boleh imporlah,” kata Syahrul saat memberikan kuliah umum di Politeknik Pembangunan Pertanian Medan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (22/3/2021).