Pembelajaran tatap muka secara terbatas bisa fleksibel karena perkembangan Covid-19 dapat membaik ataupun memburuk. Sekolah perlu merencanakan strategi yang matang agar pembelajaran tetap efektif.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas di tahun ajaran baru pada Juli 2021 ditargetkan bisa berjalan di semua sekolah sebagai opsi kepada siswa. Namun, pembelajaran terbatas itu fleksibel karena perkembangan Covid-19 dinamis. Karena itu, sekolah diminta merencanakan strategi PTM dan campuran agar pembelajaran tetap efektif.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Iwan Syahril menyampaikan hal itu dalam webinar dan talkshow bertajuk ”Mendorong Persiapan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas” yang digelar Wahana Visi Indonesia (WVI), di Jakarta, Rabu (5/5/2021).
Iwan menjelaskan, berhentinya pembelajaran tatap muka akibat pandemi Covid-19 terutama paling berdampak signifikan pada kelompok rentan, seperti di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal; jenjang anak usia dini dan dasar; hingga jender.
Berdasarkan data UNICEF tahun 2020, sudah ada 85 persen negara-negara di Asia Pasifik yang rutin melaksanakan PTM terbatas. Indonesia masuk dalam 15 persen negara Asia Pasifik yang belum melaksanakan PTM terbatas secara rutin.
”Dengan adanya vaksinasi yang diprioritaskan untuk GTK, bisa lebih memberi keyakinan untuk melaksanakan PTM terbatas. Pada Mei sampai akhir Juni 2021, cakupan vaksinasi untuk GTK diharapkan meningkat dan tuntas,” ujarnya.
Iwan mengingatkan agar sekolah yang memenuhi syarat melaksanakan PTM terbatas untuk tidak memaksakan diri mengatasi ketertinggalan. Sebab, sekolah punya otonomi menerapkan strategi belajar efektif dan menyenangkan bagi siswa. ”Pendidikan harus berorientasi pada siswa dan mempertimbangkan beban kerja guru sesuai opsi yang diputuskan,” kata Iwan.
Satuan pendidikan dalam pembelajaran kenomalan baru dapat memutuskan untuk menggunakan Kurikulum 2013, kurikulum dalam kondisi khusus, dan kurikulum mandiri. Lalu, pelaksanaannya bisa dengan PTM terbatas, pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan campuran.
”Jangan kejar setoran sehingga menjadi bumerang. Yang dibutuhkan siswa dalam tahap awal kembali ke sekolah adalah kenyamanan, kebiasaan menerapkan protokol kesehatan, dan berinteraksi. Kesiapan siswa penting untuk diperhatikan,” katanya.
Menurut Iwan, PTM terbatas seharusnya menjadi kesempatan untuk praktik, diskusi, reflektif, dan umpan balik. Saat PJJ difokuskan untuk penguasaan materi, tugas kontekstual (observasi, wawancara, dan solusi problem sehari-hari), tugas kolaborasi (project based dan kerja kelompok), serta refleksi personal.
Iwan menambahkan, sejumlah prinsip pembelajaran di era kenormalan baru harus diperhatikan sekolah. Pembelajaran tetap dilaksanakan dengan aktif untuk memastikan siswa bisa mengikuti pembelajaran sesuai kondisi dan jangan terjebak ketuntasan. Lalu, prinsip inklusif, yakni kelompok yang rentan tetap diperhatikan untuk bisa menikmati layanan pendidikan di masa pandemi.
Keragaman budaya juga penting diperhatikan sehingga pembelajaran bisa merespons konteks nilai-nilai budaya di masyarakat.
”Kenyamanan dan kesiapan belajar tetap utama. Dengan semangat Merdeka Belajar, penguasaan konten bukan terpenting, tetapi lebih pada kemampuan literasi, numerasi, dan karakter yang menjadi fondasi pembelajar sepanjang hayat sehingga bisa memenuhi ekspektasi tentang masa depan,” kata Iwan.
Direktur Kendali Mutu WVI Mitra Tobing menegaskan, sekolah harus mampu beradaptasi dengan situasi pendidikan yang berubah akibat pandemi Covid-19. Pertemuan tatap muka bisa meningkatkan mutu pendidikan. Namun, kesiapan menjalankan pembelajaran di sekolah yang mengutamakan keselamatan dan keamanan bersama harus tetap diutamakan.
Disambut antusias
Kebijakan untuk memulai PTM terbatas yang ditargetkan masif pada Juli disambut dengan antusias. Sekolah-sekolah di daerah meyakini dukungan orangtua dan warga untuk menggelar PTM terbatas sesuai protokol kesehatan. Uji coba PTM masih bergantung daerah, ada yang sudah mulai, ada yang masih mempersiapkan.
Vincensius Burmanse, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, PTM terbatas belum diuji coba di sekolah. ”Persiapan mulai dilakukan dengan ada SKB (surat keputusan bersama) empat menteri untuk mendukung PTM terbatas. Hampir semua sekolah positif dan menghendaki kebijakan itu ditindaklanjuti agar PTM bisa dilakukan,” kata Vincensius.
Sekolah-sekolah terlihat menggebu-gebu melaksanakan PTM terbatas. ”Tetapi, tetap nanti kami pastikan harus yang memenuhi syarat. Sekarang sekolah mulai melaksanakan sosialisasi kepada orangtua dan masyarakat. Nanti juga dibentuk satuan tugas di sekolah untuk pengendalian dan pengontrolan Covid-19 supaya PTM sesuai ketentuan,” tuturnya.
Urbanus Bei, Koordinator Pendidikan Wilayah Bajawa Utara Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, mengatakan, sejak 1 Maret 2021, semua sekolah sudah menggelar PTM terbatas. Sistem total dilaksanakan untuk sekolah yang memiliki siswa di bawah 20 siswa per kelas, sedangkan yang bergantian atau sif diterapkan untuk sekolah yang memiliki siswa di atas 20 siswa per kelas. Pembelajaran berlangsung pukul 08.30-11.30 tanpa istirahat.
”Dalam penerapan protokol kesehatan memang masih jadi tantangan. Penyediaan hand sanitizer, sabun cuci tangan, hingga tempat cuci tangan yang besar di gerbang sekolah harus dipastikan tersedia. Untuk itu, harus dipastikan dana BOS bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan prokes di masing-masing sekolah,” kata Urbanus.
Kembalinya pembelajaran tatap muka terbatas di awal Januari 2021 disambut antusias guru, siswa, dan orangtua di SDN 32 Tanjung Bakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pembelajaran jarak jauh tidak efektif karena sinyal internet tak bagus dan gawai atau komputer terbatas dimiliki siswa. Para orangtua yang tingkat pendidikan umumnya rendah juga kesulitan membantu anak-anak mereka belajar di rumah.
”Sayangnya, baru dua minggu saja PTM berlangsung, diberhentikan lagi sampai saat ini. Ada peningkatan jumlah kasus Covid-19 di daerah kami. Kondisi belajar daring terbatas ini terasa sulit buat guru, siswa, dan orangtua untuk kami di daerah 3T,” kata Nur’ainun, Kepala SDN 32 Tanjung Bakau.