Hampir Semua SD dan SMP di Kota Malang Gelar Sekolah Tatap Muka
Selama sepekan lebih penyelenggaraan pembelajaran tatap muka terbatas di Kota Malang, jumlah lembaga yang terlibat bertambah jadi 95 persen. Pemerintah kota akan menutup PTM terbatas jika ada sekolah yang tidak tertib.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Jumlah SD-SMP negeri dan swasta di Kota Malang, Jawa Timur, yang melakukan pembelajaran tatap muka terbatas bertambah. Jika pada awal penerapan pembelajaran tatap muka pada 19 April lalu ada 86 persen lembaga yang menyelenggarakannya, saat ini jumlahnya menjadi 95 persen.
Pembelajaran tatap muka di Kota Malang didasarkan pada Surat Edaran Wali Kota Malang Nomor 15 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Masa Pandemi Covid-19 di Kota Malang.
Lembaga pendidikan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan. Selain guru dan siswa wajib mengenakan masker dan melalui pemeriksaan suhu tubuh, pihak sekolah juga menyediakan wastafel dan pembersih tangan (hand sanitizer) di lingkugan sekolah.
Jarak di dalam ruang kelas dibatasi, bahkan ada sekolah yang memasang mika penghalang di setiap bangku, dan siswa masuk secara bergiliran (sif). Untuk memastikan, dinas pendidikan melakukan evaluasi setiap hari. Jika ada sistem yang kurang baik, pihak sekolah diminta mengubahnya.
Para guru dengan sabar dan tulus menjemput siswa masuk pagar sekolah secara bergantian. Saat pulang juga bergantian, menunggu kelas lain pulang dulu.
“Para guru dengan sabar dan tulus menjemput siswa masuk pagar sekolah secara bergantian. Saat pulang juga bergantian, menunggu kelas lain pulang dulu,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Suwarjana, Jumat (30/4/2021). Jumlah total SD di Kota Malang sebanyak 262 sekolah (195 negeri dan 67 swasta) dan SMP ada 90 sekolah (24 negeri dan 66 swasta).
Bertambahnya lembaga yang menyelenggarakan PTM terbatas, menurut Suwarjana, disebabkan oleh kesadaran orangtua siswa. Sebelumnya, saat awal PTM terbatas, mungkin banyak orangtua siswa belum yakin pada lembaga yang bersangkutan. Namun, setelah melihat perkembangan, mereka akhirnya mengizinkan anaknya belajar di sekolah.
”Mungkin setelah melihat perkembangan, dapat kabar dari murid lain bahwa masuk sekolah enak, akhirnya mereka mulai (mengizinkan). Kabar dari media massa juga bahwa protokol kesehatan bagus dan semua sudah disiapkan, itu juga ikut memengaruhi,” katanya.
Dinas Pendidikan Kota Malang sendiri tidak memaksanakan semua siswa harus mengikuti PTM terbatas. Sebelum PTM terbatas dilakukan, lebih dulu dilakukan survei secara daring. Jika orangtua keberatan, siswa tetap bisa mengikuti pembalajaran secara daring.
Begitu pula saat ujian tingkat SD 26-29 April lalu, hampir semua siswa kelas VI mengerjakan ujian di sekolah. Namun, sebelumnya, siswa diberi keleluasaan untuk mengerjakan ujian di rumah masing-masing dengan pengawasan langsung oleh guru yang datang ke rumah.
Seperti diketahui, jumlah guru (TK-SMP) di Kota Malang sebanyak 11.978 orang. Hampir semua guru SD-SMP sudah mendapatkan vaksin, sedangkan guru TK belum semua.
”Ternyata siswa tidak nyaman ujian di rumah, orangtua beralasan anak jadi stres. Akhirnya hampir 100 persen di sekolah. Kalaupun ada yang ujian di luar sekolah, itu siswa yang mau pindah dan sudah berada di daerah lain,” katanya.
Sementara itu, masih ada 5 persen lembaga yang belum menyelenggarakan PTM terbatas dikarenakan pertimbangan pemerintah daerah tidak ingin gegabah. Jika sejarah sekolah tersebut pernah ada guru atau keluarga siswa yang terpapar Covid-19, sekolah yang bersangkutan belum diizinkan untuk melakukan PTM terbatas.
Disinggung apakah ada sekolah yang mengeluh karena harus mengeluarkan tenaga dan dana ekstra untuk menyelenggarakan protokol kesehatan, sejauh ini tidak ada yang mengeluh. Sebab, sudah disediakan anggaran dari APBD untuk membeli perlengkapan tersebut.
Jika selama PTM terbatas terdapat siswa atau guru yang mengalami gejala, menurut Suwarjana, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan keluarga, puskesmas, dan dinas kesehatan guna melakukan pelacakan. ”Apakah ia terpapar sejak masuk dari awal atau sebelum PTM terbatas sudah kena. Dilakukan swab dan sekolah yang terkena diliburkan sementara (kembali daring),” katanya.
Ke depan, protokol kesehatan di sekolah yang menyelenggarakan PTM terbatas akan terus diperkuat. Orangtua siswa pun diminta untuk saling jaga. Jangan sampai anak-anak dibiarkan selama berada di lingkungan rumah agar terhindar dari Covid-19. Dengan begitu, proses pembelajaran akan efektif.
Sebelumnya, Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, pihaknya akan langsung menutup PTM terbatas jika ada sekolah melanggar ketentuan yang sudah disepakati sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah memburuknya lagi angka Covid-19 di kota itu.
Dihubungi secara terpisah—seusai menyerahkan bantuan sembako senilai Rp 18 juta dari siswa dan guru kepada korban gempa bumi 6,1 M di Kabupaten Malang—Kepala SMPN 13 Malang Musthafa mengatakan, sejauh ini tidak ada masalah dengan PTM terbatas. Semua berlangsung lancar dan sesuai protokol kesehatan.
SMPN 13 Malang menerapkan sejumlah protokol kesehatan yang ketat, mulai dari termometer (termo gun) yang berjumlah 20 unit hingga keran cuci tangan yang berjumlah sekitar 20 buah. Jumlah siswa juga dibatasi 50 persen dari total siswa sebanyak 787 orang. Menurut Musthafa, pihaknya juga tidak menemui kendala meski harus menyiapkan peralatan khusus dibandingkan kondisi normal.
”Begitu masuk, bapak-ibu guru langsung menyambut mereka. Tentu mereka sudah memakai masker. Jalan masuk dan keluar kami bedakan. Sebelum orangtua datang menjemput, siswa tidak diperbolehkan pulang lebih dulu. Begitu pula dengan kegiatan keagamaan, semua menerapkan protokol. Bahkan, soal parkir kendaraan penjemput kami atur sedemikian rupa agar tidak ada kerumunan,” katanya.
PTM terbatas ini mendapat respons baik dari siswa. Rachma (13), siswa kelas VII salah satu SMP negeri di Kota Malang, mengaku senang dengan PTM karena sebelumnya—selama daring—hanya mendapatkan soal dari guru melalui fasilitas Google Classroom.
Dengan PTM terbatas, dia bisa bertemu guru sekaligus teman-temannya meski dalam sepekan hanya masuk tiga hari. Itu pun diatur ganjil-genap bergantian, termasuk kegiatan pondok Ramadhan. ”Senang bertemu guru karena langsung mendapat penjelasan tentang materi pelajaran sehingga lebih mudah dipahami. Ketemu teman secara langsung juga senang,” katanya.