Besok DKI Uji Coba Sekolah Tatap Muka, Orangtua Siswa Masih Khawatir
Pembelajaran tatap muka diuji coba di Jakarta mulai besok. Namun, kekhawatiran orangtua tetap membayangi rencana itu. Orangtua masih takut anaknya terpapar virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Walaupun menyadari pentingnya sekolah tatap muka, sebagian orangtua tetap khawatir dengan rencana tersebut yang akan diuji coba di Jakarta mulai besok. Keselamatan peserta didik dan guru harus jadi prioritas. Itu sebabnya, syarat pembelajaran tatap muka harus dipenuhi sekolah.
Pemerintah DKI Jakarta akan melakukan uji coba sekolah tatap muka mulai Rabu (7/4/2021) hingga dua bulan ke depan. Pembelajaran tatap muka (PTM) dilakukan secara terbatas di beberapa sekolah. Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah menyusun protokol kesehatan yang harus diterapkan sekolah.
Warga Jakarta, Aminah (44), mengatakan, sekolah anaknya, yang kini duduk di kelas 2 SMP, belum mengumumkan rencana PTM. Namun, wacana PTM membuat dia khawatir anaknya terpapar Covid-19.
”Jujur saja, anak saya sudah kangen sekali ke sekolah. Saya juga berharap sekolah kembali normal. Namun, sebagai orangtua, tentu saya khawatir jika anak kembali ke sekolah,” kata Aminah di Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Menurut dia, pembelajaran di sekolah lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran jarak jauh. Selain kerepotan karena harus mendampingi anak belajar di rumah, pengeluaran pun bertambah untuk biaya paket internet. Kendati demikian, PTM dinilai masih mengkhawatirkan.
Hal serupa dialami Lastri (40), warga Jakarta lainnya. Menurut dia, putrinya yang duduk di kelas 4 SD bisa belajar lebih baik di sekolah daripada di rumah. Namun, ia khawatir dengan paparan Covid-19 jika anaknya kembali ke sekolah di masa pandemi.
Jujur saja, anak saya sudah kangen sekali ke sekolah. Saya juga berharap sekolah kembali normal. Namun, sebagai orangtua. tentu saya khawatir jika anak kembali ke sekolah.
”Kalaupun harus ke sekolah, anak akan saya minta terus pakai masker, jaga jarak, dan rajin cuci tangan. Saya juga akan bekali dia dengan cairan pembersih tangan,” ucap Lastri.
Sementara itu, warga Jakarta Timur, Rini (35), mengaku tidak setuju dengan wacana PTM. Alasannya karena vaksinasi belum merata dan kasus Covid-19 masih marak. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, ada 114.566 kasus aktif Covid-19 secara nasional per hari ini.
Edukasi ke anak tentang bahaya Covid-19 dan upaya penanggulangannya pun dilakukan Rini. Ia berencana membekali anaknya yang duduk di kelas 3 SD dengan peralatan kebersihan jika PTM berlaku. Anaknya juga diajarkan untuk mandi, mengganti baju, dan membersihkan barang dengan cairan disinfektan setelah keluar rumah.
”Sebenarnya penting sekali untuk sosialisasi (di sekolah). Pembelajaran di sekolah pun lebih efektif. Walau demikian, risiko belajar di sekolah masih terlalu besar,” kata Rini.
Siswi kelas 11 SMKN 13 Jakarta, Alya (17), tidak menampik bahwa belajar di sekolah lebih menyenangkan dibanding belajar jarak jauh. Banyak materi pelajaran yang sulit dipahami Alya ketika belajar di rumah. Ia pun kerap stres karenanya.
Ia berharap jika PTM diprioritaskan bagi anak-anak kelas atas yang akan lulus. Tujuannya agar siswa bisa belajar efektif menghadapi ujian. Ia juga berharap protokol kesehatan diterapkan dengan ketat.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, ada sekitar 20 provinsi yang mengadakan PTM sejak Januari 2021, antara lain Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Kepulauan Riau. Ada tiga hal yang dievaluasi P2G dari PTM yang sudah ada.
Pertama, masih ada guru yang belum divaksinasi, terlebih guru di sekolah swasta. Padahal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan guru divaksinasi secara tuntas sebelum mengajar tatap muka.
Kedua, P2G menerima laporan pelanggaran protokol kesehatan di sejumlah sekolah yang melakukan PTM. Ketiga, sebagian siswa SMP-SMA/SMK tidak menaati protokol kesehatan begitu selesai bersekolah.
”Tidak ada pengawasan yang intens dari dinas pendidikan atau dinas kesehatan setempat. Kami merekomendasikan agar ada satgas khusus dari Polri, satpol PP, dinas pendidikan, dan dinas kesehatan untuk memantau mobilitas anak, khususnya setelah pulang sekolah,” kata Satriwan.
P2G juga merekomendasikan agar pemerintah mempercepat vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidik. Selain itu, peran pengawas sekolah juga perlu ditingkatkan untuk memantau kondisi sekolah.
Satriwan juga meminta Pemprov DKI Jakarta dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar transparan dengan data sekolah yang akan melakukan uji coba PTM. Sebab, hingga kini, daftar sekolah tersebut belum dirilis.
Sebelumnya, Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taga Radja mengatakan, per Maret 2021, jumlah guru dan tenaga pendidik yang telah divaksin dosis pertama dan kedua sedikitnya 290.000 orang. ”Namun, data itu masih diproses di Dinas Kesehatan DKI Jakarta,” katanya (Kompas, 6/4/2021).