Masih Ada Kekhawatiran Orangtua terhadap Pembelajaran Tatap Muka
Sebanyak 1.150 sekolah jenjang SD dan SMP di Banyuwangi sudah menggelar pembelajaran tatap muka. Kendati demikian, masih ada sejumlah orangtua yang belum mengizinkan putra-putrinya mengikuti pembelajaran tatap muka.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Sebanyak 1.150 sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Banyuwangi telah menggelar pembelajaran tatap muka. Namun, sekolah tatap muka itu belum diikuti seluruh siswa karena sebagian orangtua belum mengizinkan anak mereka mengikuti pembelajaran tatap muka.
Pembelajaran tatap muka di Banyuwangi dilakukan secara terbatas. Sekolah hanya diizinkan menggelar tatap muka dengan jumlah siswa per kelas tidak lebih dari 30 persen dari kapasitas kelas.
Salah satu orangtua yang masih keberatan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka ialah Edy Fakhturahman. Hal itu dilakukan setelah melalui pembahasan di keluarganya dengan melibatkan anak.
”Sebagai orangtua, kami masih merasa ada kekhawatiran. Kami tahu sekolah sudah menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Namun, melihat realitas di masyarakat, kami masih menemukan orang dewasa yang abai menjalankan protokol kesehatan, apalagi mereka yang masih anak-anak,” ujarnya di Banyuwangi, Rabu (24/2/2021).
Edy mengatakan, anaknya semula sangat ingin dapat belajar di sekolah dengan teman-temannya. Namun, melihat pembelajaran jarak jauh yang juga dapat diikuti dengan baik, alternatif belajar daring masih jadi pilihan yang cenderung aman.
Hal senada disampaikan Albertus, orangtua siswa yang masih mengarahkan putrinya untuk sekolah secara daring. Ia baru mengizinkan anaknya sekolah apabila nanti vaksinasi sudah merata dan penularan Covid-19 sudah terkendali
”Sejauh ini anak tidak mengeluhkan soal pelajaran. Mungkin dia juga bosan dan kangen dengan teman-temannya. Tapi risikonya masih lebih besar daripada keuntungan yang didapat. Mungkin nanti kalau vaksinasi sudah merata dan Banyuwangi sudah masuk zona hijau, baru saya izinkan, ungkapnya.
Salah satu sekolah dasar (SD) yang sudah menggelar pembelajaran tatap muka ialah SD Katolik St Maria Banyuwangi. Pembelajaran tatap muka dilakukan terbatas, menerapkan protokol kesehatan, dan mendapat pengawasan dari Satgas Covid-19 kecamatan setempat.
”Sampai saat ini, peserta pembelajaran tatap muka hanya siswa kelas IV, V, dan VI. Total siswa di tiga kelas tersebut ada 133 siswa, hanya sekitar 50 persen saja yang orangtuanya mengizinkan untuk sekolah tatap muka. Sebagian masih memilih untuk tetap belajar jarak jauh,” tutur Kepala SD Katolik St Maria Banyuwangi Fransisca Yatinah.
Fransisca mengatakan, kapasitas kelas di setiap pembelajaran tatap muka juga dibatasi 30 persen. Dengan demikian, ada beberapa kelas yang harus menggelar pembelajaran tatap muka dalam dua gelombang.
Apabila pada hari Senin gelombang pertama siswa mengikuti pembelajaran tatap muka, maka pada hari Selasa siswa di gelombang pertama itu akan mengikuti pembelajaran secara daring. Pembelajaran daring biasanya diberikan para guru setelah mereka mengajar di pembelajaran tatap muka.
”Pembelajaran tatap muka dimulai pukul 07.00 hingga pukul 09.20. Setelah itu, guru akan mengajar materi yang sama kepada siswa yang pada hari itu mengikuti pembelajaran secara daring,” ujarnya.
Fransisca mengatakan, masih terbuka kemungkinan bagi para guru yang ingin memadukan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh sekaligus dalam satu waktu. Sistem belajar blended learning tersebut tentu akan membuat pembelajaran lebih efektif.
Sistem blended learning juga sudah diterapkan di SD Negeri 1 Lateng Banyuwangi. Bahkan guru juga menampilkan gambar para siswa yang mengikuti pelajaran dari rumah mereka masing-masing.
”Sistem blended learning, selain lebih efesien, juga membuat suasana kelas lebih hidup. Siswa yang di sekolah juga bisa berinteraksi dengan teman-temannya yang belajar di rumah. Ini membuat semangat belajar mereka bangkit. Harus diakui, belajar di rumah dengan hanya melihat gawai itu membosankan,” ujar Mohammad Husaini, salah satu guru di SD Negeri 1 Lateng Banyuwangi.
Husaini mengatakan, dari 300-an siswa kelas IV, V, dan VI yang sudah mendapat kesempatan belajar tatap muka ada beberapa orangtua yang belum mengizinkan anak mereka belajar di sekolah. Faktor kekhawatiran menjadi alasan orangtua belum mengizinkan anaknya belajar di sekolah.
”Kami sudah meyakinkan orangtua bahwa protokol kesehatan diterapkan dengan baik. Bahkan kami mendesain meja belajar dengan bilik-bilik plastik. Namun, kami tidak bisa memaksa orangtua, itu sudah menjadi arahan dari Dinas Pendidikan,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno mengatakan, hingga tahap ketiga pembelajaran tatap muka, sudah 166 SMP dan 984 SD yang melaksanakannya. Jumlah tersebut meningkat terus apabila dibanding pada tahap-tahap sebelumnya.
Di jenjang SD, tahap pertama hanya diikuti 78 sekolah, lalu jumlahnya ditambah 210 sekolah dan di jenjang ketiga kembali ditambah 696 sekolah. Sementara di SMP, di tahap pertama 43 sekolah, lalu ditambah 59 sekolah di tahap kedua, dan kembali ditambah 64 sekolah di tahap ketiga.
”Pelaksanaan pembelajaran tatap muka dilakukan bertahap sesuai dengan kesiapan sekolah dan siswa. Sekolah yang hendak melakukan pembelajaran tatap muka juga harus lolos verifikasi dari tim satgas Covid-19 di setiap kecamatan,” ungkap Suratno.
Saat ini, Dinas Pendidikan baru mengizinkan pembelajaran tatap muka dilakukan untuk 30 persen siswa per kelas. Angka 30 persen tersebut masih bisa berubah sesuai dengan risiko penularan Covid-19 di Kabupaten.
Suratno mengatakan, saat ini Banyuwangi masuk dalam zona oranye atau risiko sedang. Jika nanti masuk dalam zona kuning (risiko ringan) atau bahkan zona hijau (tidak berisiko), persentase peserta pembelajaran tatap muka bisa ditingkatkan menjadi 50 persen.