Kualitas Panel Ahli Menentukan
Peran panel ahli yang akan dibentuk DPR dalam seleksi calon hakim konstitusi mesti diperjelas. Kualitas panel ahli akan menentukan.
JAKARTA, KOMPAS – Kualitas panel ahli yang akan dipilih Dewan Perwakilan Rakyat akan turut menentukan kualitas seleksi, serta hasil seleksi hakim Mahkamah Konstitusi. Semakin bagus panel ahli yang dipilih, proses seleksi akan semakin baik, dan dapat dipercaya hasilnya.
Mantan anggota tim panitia seleksi hakim konstitusi, yang juga pengajar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, Sabtu (26/1/2019), mengatakan, kualitas seleksi akan sangat dtentukan oleh peranan panel ahli dan anggota DPR. Selama ini, proses seleksi di DPR cenderung menjadi proses politik semata, sehingga kualitas dan hasil seleksinya rentan terabaikan lantaran faktor pertimbangan politik yang lebih mengemuka.
“Yang harus juga diketahui ialah sejauhmana peran panel ahli untuk menentukan jalannya sleeksi, dan bagaimana pula peran anggota DPR. Dalam hal ini, kualitas panel ahli akan menentukan, karena semakin bagus panel ahlinya, semakin representatif dan berkualitas hasilnya. Demikian pula bila panel ahlinya sendiri mencurigkan, maka hasilnya akan dicurigai,” kata Zainal.
Peran
Selain itu, sejak awal harus jelas desain seleksi seperti apa yang diinginkan oleh DPR. Misalnya, sejauhmana rekam jejak para calon itu menjadi pertimbangan bagi DPR untuk memilih calon hakim konstitusi. Sebelumnya, dalam seleksi hakim konstitusi oleh Presiden, tahun 2018, yakni saat memilih pengganti Maria Farida Indrati, rekam jejak menjadi sesuatu yang sangat menarik perhatian.
“Di timsel presiden, biasanya rekam jejak menjadi sangat menarik perhatian, hingga bekerja sama dengan lembaga-lembaga penting, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), kepolisian, dan lain-lain, untuk melacak rekam jejaknya. Bahkan ketaatan atas Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), misalnya, juga menjadi pertimbangan,” kata Zainal yang juga mantan anggota timsel hakim konstitusi dari presiden.
Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, bila melihat mekanisme seleksi yang saat ini dijalankan oleh DPR, ada keanehan. Alasannya, panel ahli belum dibentuk, tetapi pendaftaran untuk seleksi telah dibuka. Hal ini berbeda dengan mekanisme yang dijalankan oleh presiden dalam perekrutan hakim, tahun lalu.
“DPR ini anomali, karena panel ahli tidak segera diumumkan, sedangkan pendaftran telah dibuka terlebih dulu. Ini seperti terbalik. Kalau pansel yang terdiri dari panel ahli itu dibentuk dulu, publik akan menjadi tahu siapa saja panselnya, dan dengan demikian bisa menarik kepercayaan publik maupun para pihak yang berminat mendaftar. Kalau panselnya, misalnya, adalah orang A, B, C, atau D, maka publik tidak lagi ragu mendaftar, karena mereka dipandang obyektif dan akuntabel,” kata Bayu.
Di sisi lain, masa pendaftaran yang dibuka hanya lima hari kerja juga dinilai terlalu pendek, sehingga tidak banyak ahli dan akademisi yang memiliki kesempatan untuk mendaftar. Sampai saat ini, ada 12 pendaftar seleksi hakim konstitusi. Kendati sifatnya terbuka, menurut Bayu, di sisi lain pendaftaran yang pendek itu juga menampakkan niatan DPR yang setengah-setengah dalam menjalankan seleksi yang benar-benar terbuka, transparan, dan berkualitas.
Dihubungi sebelumnya secara terpisah, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, mengenai panel ahli itu harus dibahas dalam rapat komisi yang melibatkan semua perwakilan fraksi. Pertama kali yang harus dibahas ialah kesepakatan internal mereka untuk melibatkan panel ahli. Ketika usulan itu disepakati barulah nama-nama panel ahli diusulkan di dalam rapat.
“Saya setuju untuk mendorong proses seleksi di DPR ini tidak sekadar menjadi proses politik, tetapi juga melibatkan pilihan-pilihan obyektif. Proses politik jangan juga mengabaikan obyektivitas dan kualitas para calon hakim konstitusi. Kualitas juga penting dipertimbangkan,” kata Arsul yang merupakan perwakilan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, idealnya yang menjadi panel ahli ialah para pakar, akademisi, atau mantan hakim konstitusi yang telah terbukti kepakaran dan kenegarawanannya. “Dengan kualitas panel ahli yang negarawan, mereka juga akan menghasilkan hakim-hakim yang sesuai spesifikasi UU, antara lain memiliki sifat dan sikap negarawan,” katanya.