JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta memutuskan menerima gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) terkait putusan Bawaslu yang menolak PKPI menjadi peserta Pemilu 2019. Komisi Pemilihan Umum merasa kecewa dengan keputusan tersebut karena PKPI belum memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Berdasarkan informasi komisioner KPU, Hasyim Asy’ari, PTUN DKI Jakarta telah mengabulkan gugatan PKPI untuk seluruhnya pada Rabu (11/4/2018). PTUN membatalkan keputusan KPU yang menyatakan PKPI tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tahun 2019.
Komisi Pemilihan Umum merasa kecewa dengan keputusan tersebut karena PKPI belum memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
PTUN memerintahkan KPU mencabut surat keputusannya dan menerbitkan surat keputusan (SK) baru yang menyatakan PKPI menjadi partai politik peserta Pemilu 2019. Putusan tersebut harus dilaksanakan paling lambat dalam kurun waktu tiga hari kerja terhitung sejak putusan diucapkan. PTUN juga menghukum KPU membayar biaya perkara sebesar Rp 1.860.000.
Adapun catatan pertimbangan hukum majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PKPI, yaitu adanya tahapan yang tidak sempurna saat verifikasi faktual kepengurusan PKPI di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. PTUN menilai, penerbitan obyek sengketa cacat yuridis sehingga aspek substansi tidak dipertimbangkan lagi. Maka, obyek sengketa harus batal demi hukum.
Sekretaris Jenderal PKPI Imam Anshori Saleh mengaku bahagia dengan keputusan tersebut. ”PKPI berencana melakukan konsolidasi pengurus di pusat dan daerah untuk menyiapkan calon legislatif,” kata Imam saat dihubungi di Jakarta.
PKPI berencana melakukan konsolidasi pengurus di pusat dan daerah untuk menyiapkan calon legislatif.
Imam mengkritik sidang di Bawaslu terkesan terburu-buru sehingga saksi dan bukti-bukti yang diperiksa sangat terbatas. Saat dikonfirmasi, anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, enggan menanggapi hal itu karena sudah ada putusan dari PTUN.
Kecewa
Ketua KPU Arief Budiman mengaku kecewa dengan keputusan tersebut. ”Sesuai dengan informasi yang diterima, KPU kecewa karena semua fakta sudah dibuktikan,” katanya.
Arief mengakui jika PKPI belum memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2019. Ia pun membantah apabila KPU terkesan tidak teliti. Ia menambahkan, meskipun demikian, KPU harus menghormati hukum.
Sebagai langkah selanjutnya, KPU masih menunggu salinan putusan. Arief mengaku belum mengetahui kapan harus mengeluarkan SK baru agar PKPI dapat menjadi peserta Pemilu 2019.
”Kami belum menerima salinan keputusan tersebut dan saya tidak tahu SK baru harus dikeluarkan pada tiga hari setelah putusan dibacakan atau salinan putusan diterima,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, KPU harus mempertimbangkan untuk peninjauan kembali atas putusan PKPI.
Menurut Titi, situasi yang terjadi pada PKPI akan digunakan sebagai contoh bagi penyelesaian sengketa pencalonan pemilu di masa mendatang.
”Sangat rentan kalau putusan final di PTUN tidak tepat dalam menerapkan hukum,” kata Titi. Ia menambahkan, KPU telah berkomitmen pada keadilan pemilu dan konsisten menjalankan administrasi pemilu dengan baik.
Titi menegaskan, PK tersebut bukan untuk memperumit proses pemilu, melainkan untuk memperjuangkan akurasi kerja KPU beserta jajarannya. Hal ini sebagai pembelajaran agar hakim cermat menerapkan hukum pemilu dalam memutus sengketa tata usaha negara (TUN) pemilu. Apalagi, PTUN akan banyak menangani sengketa TUN pencalonan DPR, DPD, dan DPRD.