Ales Bialiatski: Rakyat Hanya Ingin Pemilu yang Jujur
Impian Ales Bialiatski sederhana, yakni terciptanya pemilu yang jujur di Belarus. Perjuangan menegakkan demokrasi dan HAM di Belarus itu membuat Bialiatski diganjar Hadiah Nobel Perdamaian 2022.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·5 menit baca
Ales Bialiatski (60) dari Belarus menjadi salah satu dari tiga penerima Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2022 bersama dengan lembaga swadaya masyarakat Memorial dari Rusia dan Pusat Kebebasan Sipil (Centre for Civil Liberties/CCL) dari Ukraina. Mereka menjadi simbol perjuangan penegakan hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi di tiga negara ”panas” di Eropa Timur.
Dua isu itu adalah makanan sehari-hari bagi Bialiatski yang telah menjadi pegiat HAM sejak tahun 1980-an. Ketika itu, hampir semua Eropa Timur dan Asia Tengah masih menjadi satu negara bernama Uni Soviet. Kemudian, Soviet pecah pada tahun 1991 dan Belarus pun menjadi negara merdeka pada Maret tahun yang sama.
Bialiatski saat ini masih mendekam di penjara di Belarus. Ia ditangkap pada 14 Juli 2021, satu tahun setelah Presiden Belarus Aleksandr Lukashenko memenangi pemilihan umum presiden dan memimpin negara itu untuk keenam kalinya. Bialiatski bersama rekan-rekannya dari lembaga swadaya masyarakat Viasna—yang berarti musim semi dalam bahasa Belarus—ditangkap tanpa alasan jelas dan dipenjara tanpa proses pengadilan.
”Hal paling penting adalah jangan sampai merasa sedih dan tertekan. Saya menghabiskan hari-hari dengan menonton siaran olahraga di televisi. Kadang-kadang juga membaca novel,” demikian potongan surat Bialiatski kepada istrinya, Natalia Pinchuk, yang dikutip Deutsche Welle edisi bahasa Rusia, Jumat (7/10/2022).
Nama Bialiatski menjadi duri dalam daging bagi Pemerintah Belarus. Lukashenko pertama kali dipilih menjadi presiden di tahun 1994 dan setiap pilpres ia selalu muncul sebagai pemenang. Pada tahun 1996, Bialiatski mendirikan LSM Viasna yang memperjuangkan demokrasi dan penegakan HAM. Dilansir dari laman resmi Viasna, lembaga ini awalnya didirikan untuk membantu para pengunjuk rasa yang ditangkap pemerintah. Kemudian, Viasna berkembang menjadi LSM pemantau demokrasi, pemilu, dan penegakan HAM.
”Rakyat Belarus itu menginginkan hal sederhana. Mereka hanya mau pemilu yang jujur,” kata Bialiatski ketika diwawancara oleh media pro-demokrasi Charter97 edisi 16 Juni 2020.
Namun, ia melanjutkan, sederhana itu sukar dicapai. Pemilu yang jujur berarti proses demokrasi yang juga dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu masih menjadi impian bagi masyarakat Belarus mengingat sistem politik mereka menggunakan sosok strongman alias orang kuat sebagai kepala negara selama 28 tahun terakhir.
Viasna pada tahun 2003 dibubarkan Pemerintah Belarus tanpa alasan jelas. Ini terjadi setelah Viasna menjadi pengawas independen pemilu tahun 2001 dan mereka mengkritik bahwa Lukashenko menang secara tidak sah. Setelah dibubarkan, Viasna mendaftarkan diri dan diterima sebagai bagian dari Federasi Penegak HAM Internasional sehingga memiliki landasan untuk terus beroperasi.
Ketika menghadiri Konferensi Pembela HAM di Paris, Perancis, pada 28 Oktober 2018, Bialiatski menerangkan alasan kegigihannya memperjuangkan HAM di Belarus. Ia menampik tuduhan dari orang-orang yang tidak menyukainya bahwa Bialiatski ”kebelet” agar Belarus diterima menjadi angota Uni Eropa.
”HAM itu tidak ada hubungan dengan diterima pada asosiasi tertentu. HAM itu pertanda kita adalah masyarakat yang beradab, masyarakat yang menghargai hak setiap individu,” tuturnya.
Belum dipahami
Ia menjelaskan, di negara seperti Belarus, konsep HAM belum sepenuhnya dipahami rakyat. Generasi yang hidup di bawah Soviet sudah terbiasa dipimpin oleh sosok otoriter. Di Minsk, ibu kota Belarus, kalangan masyarakat terpelajar sudah menuntut penegakan HAM dan nilai demokrasi. Akan tetapi, hal itu belum terasa di kota-kota kecil, apalagi perdesaan. Warga masih sibuk fokus memenuhi kebutuhan hidup di bawah tekanan ekonomi.
”HAM ini konsep yang terus berkembang. Kadang perkembangannya lama, kadang pesat. Akan tetapi, di Belarus, sekeras apa pun pihak ototriter ingin membungkam, suara penegakan HAM selalu ada,” ujarnya.
Bialiatski ditangkap aparat penegak hukum Belarus pada tahun 2011 dan dipenjara hingga tahun 2014. Ia sebagai direktur Viasna dituduh melakukan kejahatan keuangan. Berdasarkan protes yang dilayangkan Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International (AI), kejahatan keuangan” adalah istilah yang kerap dipakai Pemerintah Belarus untuk memberangus berbagai LSM pembela HAM.
HRW, AI, Viasna, dan berbagai lembaga HAM internasional kemudian membuat petisi untuk membebaskan Bialiatski. Ia kembali menghirup udara bebas pada Juni 2014. Akan tetapi, Bialiatski mengaku sedih meskipun keluar dari penjara. Menurut dia, alasan bisa bebas adalah berkat tekanan internasional kepada Lukashenko. Bukan karena Belarus sudah berubah menjadi negara demokratis.
Dihukum oleh Lukashenko tidak membuat ia dan Viasna kapok. Justru, mereka semakin gencar mengampanyekan nilai-nilai demokrasi. Pada 9 Agustus 2020 Belarus mengadakan pemilu. Kandidat terkuatnya adalah Lukashenko dan Svetlana Tikhanovskaya yang juga merupakan kandidat penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2022.
Komisi Pemilihan Umum Belarus mengatakan, Lukashenko memenangi pemilu dengan 80 persen suara. Hal ini ditantang oleh oposisi, termasuk Viasna. Mereka berargumen, Lukashenko menang dengan curang karena berdasarkan liputan media independen Tut.by, para pegawai negeri sipil dipaksa untuk mencoblos Lukashenko jika mereka tidak menginginkan permasalahan di tempat kerja masing-masing. Di samping itu, pemantauan berbagai lembaga independen dalam hitung cepat mengatakan bahwa Tikhanovskaya memperoleh 70-80 persen suara.
Bialiatski tidak tinggal diam. Viasna melakukan unjuk rasa damai yang kemudian berkembang karena masyarakat ikut dengan sukarela. Protes ini adalah yang terbesar pernah dialami oleh Belarus. Tidak ada jumlah pasti pengikut unjuk rasa. Charter97 dan sejumlah lembaga HAM menduga kisaran pesertanya 200.000-400.000 orang. Protes berlangsung selama 10 bulan hingga Maret 2021.
Di tengah aksi unjuk rasa, Lukashenko mengadakan upacara pelantikan kecil-kecilan di Istana Kepresidenan Minsk pada 23 September 2020. ”Ini saja sudah menandakan ia mengakui bahwa kemenangannya tidak sah. Rakyat tidak menganggap Lukashenko sebagai kepala negara mereka,” kata Bialiatski kepada Charter97 edisi tanggal yang sama.
Konsekuensinya, pada 14 Juli 2021, Bialiatski ditangkap tanpa ada tuduhan jelas. Di penjara, ia tetap berusaha untuk positif. Salah satu rekan sesama pegiat HAM, Diana—nama lengkapnya tidak disiarkan oleh Deutsche Welle karena alasan keamanan—menceritakan bahwa surat-surat Bialiatski kepadanya kini membahas kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan surat-surat periode 2011-2014 yang sarat dengan diskusi politik.
”Bagi kami, surat itu menandakan Ales masih sehat, itu yang penting. Kalau soal perjuangan untuk demokrasi, tidak perlu diragukan lagi semangatnya,” ujar Diana.
Ales Viktaravich Bialiatski
Lahir: Karelia, Uni Soviet, 25 September 1962
Pendidikan: Sarjana Sastra Universitas Gomel
Pekerjaan: Pegiat hak asasi manusia dan ketua lembaga swadaya masyarakat Viasna