Pandemi Sadarkan Masyarakat Hidup Lebih Sehat
Gaya hidup sehat menjadi kesadaran publik saat pandemi. Pola hidup sehat ini harus dipertahankan sebagai sebuah kebutuhan.
Pandemi Covid-19 tidak selalu menghadirkan kisah pilu tentang kehilangan atau kesulitan hidup. Di baliknya, terdapat sisi positif yang tanpa disadari dirasakan oleh sebagian masyarakat. Salah satunya adalah kebiasaan berolahraga yang kian banyak digemari oleh masyarakat di sejumlah daerah.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, suatu penyakit kerap diikuti oleh lahirnya kebiasaan baru. Besarnya dampak penyebaran penyakit memaksa setiap orang di zamannya untuk menyesuaikan diri agar dapat terhindar dari infeksi suatu penyakit.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, suatu penyakit kerap diikuti oleh lahirnya kebiasaan baru.
Pada pertengahan abad ke-19 di Eropa, misalnya, kebiasaan cuci tangan mulai dilakukan di kalangan tenaga medis sebagai upaya menekan angka kematian ibu melahirkan. Saat itu, kematian ibu setelah melahirkan diduga karena penyakit akibat partikel yang terbawa dari tangan tenaga medis yang membantu persalinan.
Partikel ini diduga berasal dari jenazah yang sebelumnya juga ditangani oleh tenaga medis yang sama. Sejak saat itu, cuci tangan menjadi kebiasaan yang kerap dilakukan oleh tenaga medis.
Di Indonesia, penyebaran suatu penyakit juga diiringi oleh kebiasaan baru masyarakat, salah satunya terkait upaya penyembuhan secara medis. Jejak ini salah satunya terlihat ketika wabah cacar melanda sejumlah wilayah di Pulau Jawa sejak pertengahan abad ke-17.
Pada abad ke-18 hingga abad ke-19, cacar telah menyebar ke sejumlah daerah di Pulau Jawa, seperti Bogor, Semarang, dan Surakarta.
Di Indonesia, penyebaran suatu penyakit juga diiringi oleh kebiasaan baru masyarakat, salah satunya terkait upaya penyembuhan secara medis.
Menurut peneliti senior KITLV Leiden, Peter Boomgaard, dalam tulisannya berjudul ”Smallpox, Vaccination, and The Pax Neerlandica, Indonesia, 1550-1930”, jalinan hubungan dagang dan perdagangan budak menjadi faktor penyebab meluasnya penularan cacar melalui kota pelabuhan.
Luasnya penyebaran penyakit ini memaksa pemerintah untuk memberikan vaksin cacar sejak tahun 1804. Vaksin ini menjadi titik singgung masyarakat dengan tindak medis modern. Sejak saat itu, secara perlahan masyarakat mulai memahami dan terbiasa dengan pengobatan modern berdampingan dengan pengobatan tradisional.
Meski teknik pengobatan modern sempat menuai penolakan pada masa-masa awal saat bersentuhan dengan masyarakat lokal, lambat laun masyarakat juga mulai terbiasa, khususnya terkait upaya kuratif dalam penanggulangan penyakit.
Baca juga: Menjaga Kesehatan Otak Selama Pandemi
Rajin olahraga
Kini, di tengah pandemi Covid-19, saat sebagian masyarakat mulai terbiasa dengan upaya preventif ataupun kuratif penanggulangan penyakit secara medis, adaptasi baru juga dilakukan oleh masyarakat. Selain kembali lebih rajin mencuci tangan, aktivitas fisik untuk menjaga kebugaran melalui kegiatan olahraga juga gemar dilakukan.
Kondisi ini terekam dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 22–24 Februari 2022. Pandemi secara tidak langsung menyadarkan masyarakat tentang pentingnya upaya preventif dalam mencegah penyakit.
Dibandingkan dengan periode awal pandemi, jajak pendapat merekam bahwa lebih dari separuh responden melakukan aktivitas olahraga secara rutin selama pandemi. Bahkan, sepertiga di antaranya kini lebih sering berolahraga demi meningkatkan imunitas dan kondisi fisik.
Menariknya, tindakan ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat di Pulau Jawa. Di daerah luar Jawa, aktivitas olahraga juga lebih sering dilakukan oleh sebagian masyarakat di tengah pandemi, baik di daerah Indonesia bagian barat maupun Indonesia bagian timur.
Peningkatan aktivitas olahraga paling banyak dilakukan oleh responden dari generasi Baby Boomers atau mereka yang berusia di atas 55 tahun.
Jika menilik berdasarkan generasi, peningkatan aktivitas olahraga paling banyak dilakukan oleh responden dari generasi Baby Boomers atau mereka yang berusia di atas 55 tahun. Sebanyak 35,6 persen responden dari generasi ini mengaku lebih sering berolahraga dibandingkan dengan periode awal pandemi.
Bertambahnya frekuensi berolahraga dari generasi tua saat pandemi boleh jadi tidak terlepas dari kemungkinan tingkat keparahan yang lebih besar dibandingkan dengan generasi lainnya jika terjangkit Covid-19.
Data dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, generasi berusia di atas 59 tahun adalah kelompok dengan persentase kematian tertinggi akibat Covid-19. Dari 152.745 angka kematian hingga pertengahan Maret lalu, 47,3 persen di antaranya adalah penduduk berusia di atas 59 tahun.
Baca juga: Jangan Kendur, Perkuat Imunitas dengan Pola Hidup Sehat Selama Pandemi
Lingkungan terdekat
Selain frekuensi, pandemi juga mengubah aktivitas sebagian masyarakat dalam berolahraga. Jika sebelum pandemi olahraga jamak dilakukan di tempat umum, seperti lingkungan gelanggang olahraga, stadion, atau pusat kebugaran, maka selama pandemi aktivitas olahraga lebih banyak dilakukan di lingkungan sekitar hunian.
Dari seluruh responden yang berolahraga selama pandemi, hampir dua pertiga di antaranya memilih olahraga di lingkungan sekitar perumahan. Hanya satu dari empat responden yang masih aktif berolahraga di lapangan olahraga ataupun gimnasium.
Banyaknya masyarakat yang memilih untuk berolahraga di sekitar area hunian tidak terlepas dari adanya rasa khawatir untuk berkerumun di tengah keramaian. Selain itu, banyaknya tempat berolahraga yang tutup atau membatasi jumlah pengunjung selama pandemi juga turut berpengaruh pada keputusan sebagian masyarakat untuk memilih berolahraga di sekitar area hunian.
Hal lain yang juga dapat mendorong banyaknya masyarakat yang berolahraga di sekitar perumahan adalah faktor kesadaran berolahraga yang baru muncul di tengah pandemi. Akibatnya, belum semua masyarakat mengetahui lokasi tujuan berolahraga sehingga lebih memilih untuk berolahraga di sekitar area perumahan.
Banyaknya masyarakat yang memilih untuk berolahraga di sekitar area hunian tidak terlepas dari adanya rasa khawatir untuk berkerumun di tengah keramaian.
Senada dengan lokasi olahraga yang dipilih, jenis olahraga yang dilakukan juga disesuaikan oleh publik. Dari seluruh responden yang melakukan aktivitas olahraga selama pandemi, lebih dari separuh di antaranya (52 persen) memilih olahraga berlari sejak Januari hingga Februari lalu. Sementara senam menjadi olahraga kedua yang paling sering dilakukan oleh publik dalam kurun waktu yang sama.
Dipilihnya olahraga lari dan senam juga tidak terlepas dari aspek kemudahan dalam menjalankan aktivitas ini. Berbeda dengan olahraga lainnya, seperti sepak bola, renang, atau sepeda yang membutuhkan peralatan atau tempat khusus, berlari dan senam dapat dengan mudah dilakukan di sekitar area hunian warga. Kegiatan inilah yang sering terlihat, khususnya di perkotaan, dilakukan oleh warga selama pandemi.
Baca juga: Berolahraga Ringan Selama Pandemi
Modal
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berolahraga tentu menjadi modal sosial bagi pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang hidup lebih sehat. Kebiasaan ini tentu perlu dirawat, salah satunya dengan cara menyediakan fasilitas olahraga.
Jika melihat catatan Badan Pusat Statistik, dalam kurun waktu empat tahun sejak 2014 hingga 2018, semakin banyak desa atau kelurahan yang memiliki lapangan olahraga.
Lapangan sepak bola, misalnya, jika pada 2014 terdapat 44.698 desa atau kelurahan yang memiliki lapangan sepak bola, jumlahnya meningkat 9 persen menjadi 48.819 desa atau kelurahan. Kenaikan serupa tercatat pada jenis lapangan olahraga lainnya, seperti lapangan voli, futsal, dan kolam renang.
Sayangnya, masih banyak desa atau kelurahan di Indonesia yang belum memiliki fasilitas lapangan olahraga. Hal inilah yang menyebabkan banyak warga mencari fasilitas untuk berolahraga yang cukup jauh dari area hunian.
Dari catatan BPS pada 2018, misalnya, hanya 4 dari 10 desa atau kelurahan di Indonesia yang memiliki lapangan bulu tangkis. Sementara hanya 15 persen desa atau kelurahan yang memiliki lapangan futsal pada periode yang sama.
Fasilitas olahraga terbanyak yang sudah dibangun adalah lapangan bola voli. Hingga 2018, terdapat 54.974 desa atau kelurahan yang memiliki lapangan voli di Indonesia. Namun, masih terdapat 34 persen desa atau kelurahan yang belum memiliki lapangan voli saat itu.
Jika merujuk data ini, maka belum ada satu pun jenis lapangan olahraga yang terdapat pada setiap desa atau kelurahan di Indonesia. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian di tengah meningkatnya minat masyarakat untuk berolahraga saat ini. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Lebih Sehat, Adil, dan Hijau di 2022