Sampah makanan merupakan jenis sampah terbesar di Indonesia. Di sisi lain, sebagian penduduk masih mengalami kelaparan dan kurang gizi. Perlu kesadaran dan upaya keras semua pihak untuk mengatasi hal ini.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Secara kultural kita diajar untuk tidak menyia-nyiakan makanan. Kenyataannya, Indonesia masuk dalam peringkat tinggi terkait sampah makanan.
Hasil penelitian Barilla Center for Food & Nutrition Foundation, nilai indeks kehilangan dan kemubaziran pangan Indonesia masuk kategori buruk. Masuk peringkat tiga besar negara terburuk bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020, sampah makanan mencapai 40 persen dari total sampah yang dihasilkan masyarakat di 199 kabupaten/kota.
Hasil analisis Kompas mendapatkan, penduduk Indonesia rata-rata membuang makanan setara Rp 2,1 juta per orang per tahun. Nilai sampah makanan di Indonesia mencapai Rp 330 triliun per tahun.
Di sisi lain, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat kelaparan moderat di dunia. Data Global Hunger Index 2021, Indonesia menempati urutan ke 73 dari 116 negara. Di Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan ketiga tertinggi, di atas Timor Leste (108) dan Laos (78).
Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat kelaparan moderat di dunia.
Ketimpangan ini merupakan akumulasi berbagai masalah dari hulu hingga hilir. Di tingkat produsen, penanganan pasca panen yang kurang baik, kesulitan transportasi, serta harga jatuh menyebabkan hasil pertanian tak terjual, menjadi rusak, dan terbuang. Pada rantai selanjutnya, pengemasan, pendinginan, pemasaran, dan distribusi yang kurang baik, pasokan berlebih, juga membuat pangan rusak. Di tingkat konsumen, cara penyimpanan yang salah, pembelian, dan penyajian berlebihan, mengakibatkan makanan terbuang sia-sia.
Alih-alih membantu mengatasi masalah kelaparan di Indonesia, bahan pangan malah terbuang dan menumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Sampah organik itu menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Gas-gas tersebut berpotensi merusak lapisan ozon di atmosfer dan meningkatkan suhu bumi. Makanan yang terbuang juga merupakan kerugian besar, karena penggunaan lahan dan air bagi pertanian, bahan bakar serta waktu dan tenaga untuk distribusi pangan menjadi sia-sia.
Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat bahu membahu mengendalikan sampah makanan. Pemerintah perlu membuat, membantu atau memastikan adanya sistem penanganan pasca panen, pemasaran, jaringan jalan dan transportasi yang baik untuk distribusi pangan. Menjaga stabilitas harga, hingga mengatur sanksi dan insentif untuk meminimalkan sampah makanan di tingkat industri, distribusi, serta konsumen.
Masyarakat sebagai konsumen perlu mulai membuat perencanaan lebih baik dalam hal persediaan makanan. Membeli dan mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan, menyimpan secara baik sehingga tidak rusak dan terbuang.
Sikap hemat, cermat, bersahaja, seperti yang diajarkan nenek kakek kita dan termaktub dalam dasa darma Pramuka, perlu menjadi kebiasaan lagi. Tujuannya, selain memelihara bumi agar tetap layak dihuni, juga untuk mengatasi kelaparan dan kurang gizi yang diderita sebagian penduduk Indonesia.