Ada banyak langkah sederhana mencegah bertumpuknya sampah makanan. Sebelum makanan menjadi sampah yang dibuang di tempat pembuangan akhir, ada beberapa upaya untuk mencegah, mengurangi dan mengelolanya.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, M PUTERI ROSALINA, ALBERTUS KRISNA
·4 menit baca
KOMPAS/M PUTERI ROSALINA
Sampah makanan yang ditemukan di kolong halte di Jalan Letnan Sutopo, Tangerang Selatan, Minggu (8/5/2022).
Ada banyak langkah sederhana mencegah bertumpuknya sampah makanan. Sebelum makanan menjadi sampah yang dibuang di tempat pembuangan akhir, ada beberapa upaya untuk mencegah, mengurangi dan mengelolanya.
Mengutip laman United States Enviromental Protection Agency mengenai manajemen makanan berkelanjutan, pengelolaan sampah makanan memiliki hirarki berjenjang yang berbentuk piramida terbalik. Hirarki tertinggi, upaya mengurangi semaksimal mungkin. Selanjutnya, mendonasikan sisa makanan layak konsumsi
Jika sudah tidak layak, menjadikan sisa makanan sebagai pakan ternak. Hirarki selanjutnya adalah mendaur ulang sampah makanan. Harapannya, daur ulang menjadi proses akhir dalam pengelolaan sampah makanan. Namun, karena belum semua masyarakat melakukan empat tahapan tersebut, ada jenjang terakhir yakni Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Jajak pendapat Kompas pertengahan April lalu menyebutkan, ada sekitar 9 persen masyarakat yang langsung membuang sisa makanan ke tempat sampah. Ini sebenarnya bisa dicegah jika masyarakat bisa mengelola makanan berlebih.
Sejumlah komunitas bank pangan membagikan tips untuk mencegah dan mengurangi sampah makanan. Diantaranya Lembaga nonprofit Foodcycle Indonesia yang mengkampanyekan #makanbijaksana lewat Instagram (08/09/2020). Ajakan makan bijaksana diawali dengan membeli makanan, menyimpan, makan, dan mendaur ulang dengan bijaksana.
Upaya mencegah timbulnya sampah makanan bisa diawali saat membeli dan menyimpan makanan. Foodcycle membagikan beberapa cara.
Di antaranya, memeriksa isi kulkas dan lemari sebelum berbelanja, merencanakan makanan yang ingin dimasak, serta membuat daftar belanja. Lalu, tertib membeli barang sesuai daftar belanja dan memeriksa tanggal kadaluarsa dan kesegaran makanan.
Hal yang serupa juga disebutkan oleh Akademisi Unika Soegijapranata Budi Widianarko. “Harus tidak lapar mata saat belanja. Jangan hanya melihat kemasan kornet (misalnya) menarik, terus dibeli,” sebut Budi dalam wawancara melalui zoom akhir April lalu.
Ketua Dewan Pembina Foodbank of Indonesia Hendro Utomo juga mengingatkan upaya pencegahan dimulai dari masing-masing individu. “Belanja secukupnya, punya daftar belanja, masak dan makan secukupnya dan berbagilah,” sebutnya mengenai trik mencegah sampah makanan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga bersiap menyantap makanan Papeda di kawasan Pasar Gamalama, Ternate, Maluku Utara, Senin (11/3/2019).
Proses menyimpan makanan juga berkontribusi pada berakhirnya makanan berlebih menjadi sampah. Pengelola jasa layanan sampah Waste4change melalui Instagramnya menyarankan masyarakat menyimpan makanan dengan wadah yang tepat. Sebelum disimpan di kulkas, hangatkan kembali makanan.
Budi juga menambahkan, decluttering atau menyortir isi lemari es juga penting dilakukan. Kegiatan tersebut untuk memilah makanan/bahan makanan yang masih atau sudah tidak dibutuhkan lagi sehingga mengurangi potensi munculnya sampah makanan.
Mengurangi
Proses mengurangi sampah makanan terkait bagaimana proses kita mengkonsumsi makanan saat di rumah ataupun tempat makan.
Foodcycle mengajak masyarakat untuk memasak secukupnya dan menghabiskan sisa makanan pada hari sebelumnya. Selain itu juga menyarankan untuk menggunakan bahan makanan berlebih untuk dibuat menjadi hidangan baru.
Saran yang hampir sama juga diungkapkan oleh Sekretaris komunitas penyelamat makanan Carefood Solo, Widihanantoro. “Masyarakat sebisa mungkin sekali masak dan langsung habis. Jadi dari perencanaan sudah tahu berapa porsi untuk sekali habis,” sebutnya. Menurutnya, hal ini juga untuk menjaga nilai gizi.
Menghabiskan
Sampah makanan juga bisa timbul dari piring makanan kita sehari-hari. Terkadang karena merasa porsi makanan terlalu banyak atau pun cita rasa makanan yang tidak cocok membuat kita tidak menghabiskan makanan yang telah ada di piring.
Beberapa Lembaga non profit penyelamat makanan seperti Foodbank of Indonesia dan Foodcycle menggaungkan kampanye “makan tanpa sisa” dan “makan dengan bijaksana”. Tujuannya mengajak masyarakat untuk menghabiskan makanan yang ada di piring atau yang telah dimasak.
Namun jika upaya mencegah dan mengurangi sudah maksimal dilakukan dan makanan masih berlebih, langkah berbagi makanan bisa dilakukan. Lima tahun terakhir banyak bermunculan Lembaga non profit yang bergerak untuk menyelamatkan makanan. Di antaranya, Foodbank of Indonesia, Foodcare, Garda Pangan, Hungerbank, Carefood, serta Feedinghands yang lokasinya tersebar di beberapa kota besar.
Jika ada masyarakat, restoran, hotel ataupun supermarket yang mempunyai makanan berlebih, komunitas tersebut akan menjemput, memeriksa kelayakan makanan, mengemasnya kembali serta memberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Daur ulang
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Petugas TPS 3R Benua Lestari, Tangerang, mengaduk media budidaya maggot, atau larva dari lalat Black Soldier Fly, seperti yang terlihat pada Senin (25/4/2022).
Daur ulang makanan menurut hirarki pengelolaan sampah makanan menjadi langkah pungkasan sebelum makanan dibuang ke TPA. Salah satu sampah organik ini bisa didaur ulang menjadi kompos, ecoenzyme dan menjadi sumber makan maggot.
Sebelum mendaur ulang sampah makanan, proses pemilahan sampah menjadi kunci. . “Untuk sampah makanan harus dipilah, mana sampah organik, mana anorganik. Kadang saya masih menemukan sendok/garpu/pisau plastik dari sampah makanan yang masuk,” ujar Basuki, pengelola Bank Sampah “Gajah Putih” Solo.
Upaya untuk mencegah dan mengurangi sampah makanan bersumber dari perilaku masyarakat sehari-hari. Beberapa tips dan trik sudah banyak dikomunikasikan melalu berbagai media. Tinggal kesadaran dan kemauan masyarakat untuk mempraktikannya.