Meningkatkan Performa dan Kualitas DPR
Pamor anggota DPR perlu ditingkatkan melalui proses rekrutmen calon legislatif yang lebih menekankan kualitas. Sosok politisi muda perlu diberi ruang untuk masuk dalam lembaga legislatif.
Pemilu 2024 semestinya menjadi momentum bagi publik untuk mendapatkan kualitas wakil rakyat yang lebih baik. Perekrutan calon anggota legislatif dapat menjadi awal bagi partai politik untuk melakukan seleksi yang ketat guna menghasilkan performa lembaga legislatif yang lebih amanah dalam menjalankan mandat rakyat.
Proses perekrutan tersebut bisa dimulai dari dibukanya pengajuan bakal calon anggota legislatif DPR pada Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum melalui Surat Pengumuman KPU Nomor 19/PL.01.4-PU/05/2023 tentang Pengajuan Bakal Caleg DPR RI Pemilu Serentak 2024. KPU membuka pendaftaran bakal calon legislator ini sepanjang 1-14 Mei 2023.
Mengapa proses perekrutan ini penting? Karena jika mengacu rekam jejak profil DPR sejak era Reformasi, dari sejumlah sisi demografi, profil kelembagaan DPR ini sudah menampung aspirasi dari sejumlah kelompok kepentingan di satu sisi. Namun, di kelompok kepentingan yang lain belum secara optimal terwujud.
Kita lihat saja dari sisi partisipasi jender ataupun kelompok usia, lembaga DPR secara umum relatif sukses memberikan kesempatan peluang bagi sosok-sosok perempuan untuk masuk dalam parlemen. Namun, untuk kelompok kepentingan dari kategori usia, khususnya anak-anak muda, relatif belum optimal memberikan karpet merah bagi politisi muda untuk masuk ke Senayan.
Dari kelompok kepentingan perempuan, data menunjukkan peningkatan jumlah perempuan politisi yang berhasil masuk ke DPR sebagai hasil kontestasi pada pemilihan umum. Data saat anggota DPR itu dilantik menunjukkan ada tren peningkatan jumlah anggota DPR dari kalangan perempuan.
Pada Pemilu 1999 jumlah perempuan masuk parlemen nasional ini hanya sembilan persen, artinya masih didominasi anggota DPR dari kalangan laki-laki. Jumlah ini merambat naik pada Pemilu 2004 dengan capaian 10,7 persen jumlah anggota DPR dari kalangan perempuan.
Data ini kembali menunjukkan peningkatan pada Pemilu 2009 dan 2014 yang masing- masing mencatat sekitar 17 persen anggota DPR diisi oleh perempuan. Jumlah ini kembali meningkat pada Pemilu 2019 dengan menorehkan angka 20,9 persen anggota DPR diisi oleh perempuan. Artinya, pada periode DPR 2019-2024 saat pelantikan, seperlima dari kursi DPR sudah diisi sosok-sosok perempuan politisi.
Prestasi ini tentu tidak lepas dengan regulasi yang mencoba memberikan perlakuan khusus terhadap perempuan untuk masuk dalam kursi parlemen.
Setidaknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memang sudah memberikan kebijakan afirmasi dengan menempatkan perempuan minimal 30 persen pada daftar calon anggota legislatif, bahkan ketentuan ini juga dicantumkan dalam susunan kepengurusan partai politik.
Pendek kata, dengan memberikan kesempatan dan peluang yang terbuka bagi perempuan dalam daftar calon legislator, secara tidak langsung juga memberikan potensi bagi perempuan untuk terpilih sebagai wakil rakyat. Apalagi dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka, setiap calon legislator memiliki peluang yang sama untuk terpilih.
Hal itu disebabkan sistem ini lebih menekankan pada perolehan suara calon legislator yang menjadi dasar untuk menentukan siapa yang berhak menduduki kursi parlemen yang diraih partai politik.
Baca juga : Harapan Pada Rekrutmen Caleg yang Lebih Terbuka
Politisi muda
Namun, tren yang sama tidak terjadi pada kategori usia. Tren lima pemilu terakhir di era Reformasi justru lebih mengarah pada semakin berkurangnya jumlah politisi muda yang berhasil masuk dalam keanggotaan DPR. Pada Pemilu 1999, jumlah politisi muda di rentang usia 21-25 tahun hanya 3,7 persen. Angka ini relatif paling tinggi dibandingkan periode-periode selanjutnya.
Pada Pemilu 2004 di kategori usia yang sama hanya 0,4 persen yang berhasil masuk ke lembaga legislatif pusat di Senayan yang kemudian dilantik menjadi anggota DPR periode 2004-2009.
Selanjutnya, pada Pemilu 2009, angkanya tidak berubah, yakni 0,7 persen. Di pelantikan anggota DPR 2014-2019, sebagai hasil Pemilu 2014, jumlah politisi muda (21-25 tahun) yang ikut dilantik mencapai 3,4 persen. Namun, angkanya kembali merosot pada Pemilu 2019 menjadi 0,9 persen.
Hal ini berbanding terbalik dengan keanggotaan DPR di usia yang jauh lebih senior, yakni di rentang usia lebih dari 50 tahun, yang jumlahnya relatif stabil dari periode ke periode dengan rata-rata menguasai separuh dari keanggotaan DPR.
Artinya, dengan melihat tren dan rekam jejak keanggotaan DPR lima periode terakhir dan tidak adanya kebijakan afirmasi khusus bagi politisi muda sepertinya halnya bagi politisi perempuan, bisa dikatakan komposisi keanggotaan DPR ke depan tidak akan jauh berbeda, lebih banyak didominasi politisi di usia yang lebih senior.
Selain tidak adanya kebijakan afirmasi, tidak ada batasan periode bagi keanggotaan DPR juga memberikan kontribusi semakin terbatasnya akses dan kesempatan regenerasi di tubuh lembaga legislatif tersebut. Hal ini berbeda dengan proses sirkulasi politik di lembaga eksekutif yang relatif lebih terbuka dengan pembatasan periode yang maksimal dua kali masa jabatan.
Tidak heran jika kemudian data yang dihimpun Litbang Kompas merekam, dari latar belakang pekerjaan anggota DPR saat dilantik, rata-rata lebih dari sepertiganya adalah anggota legislatif sebelumnya atau petahana.
Baca juga : Jalan Sunyi Calon Senator
Regenerasi
Pada akhirnya, regenerasi politik menjadi isu penting untuk diangkat dalam upaya menghadirkan performa keanggotaan DPR yang lebih baik lagi ke depan. Apalagi dengan komposisi pemilih yang kurang lebih 60 persen adalah pemilih muda dan milenial. Jadi, tidak ada salahnya ada harapan akan hadirnya politisi-politisi muda untuk duduk di parlemen nasional.
Apalagi menjelang perhelatan Pemilu 2024 sejumlah partai politik kerap kali mengumandangkan isu-isu anak muda dalam upaya menggaet simpati dari pemilih muda.
Justru pada tahapan pendaftaran calon anggota legislatif ini partai politik akan diuji apakah wacana yang selama ini mereka kumandangkan akan ditindaklanjuti dengan mengajukan sosok-sosok politisi muda untuk bertarung di pemilu nanti dalam daftar calon anggota legislatifnya.
Ke depan, perlu diuji apakah untuk membuka peluang anak-anak muda terserap dalam kursi legislatif ini juga dibutuhkan kebijakan afirmasi seperti halnya di isu perempuan. Dengan komposisi jumlah pemilih muda yang dominan pada pemilu nanti, rasanya tidak ada yang salah jika wacana kebijakan afirmasi untuk anak-anak muda ini juga diberlakukan.
Namun, yang menjadi tantangan adalah bagaimana kemudian menumbuh dan menguatkan minat dan komitmen anak-anak muda untuk terjun ke dunia politik praktis. Pada sejumlah jajak pendapat Kompas, misalnya, politik cenderung dihindari dan kurang diminati.
Salah satunya adalah hasil jajak pendapat Kompas pada pertengahan Agustus 2022. Lima dari 10 responden muda jarang mengikuti pemberitaan politik, bahkan tidak sedikit yang mengaku tidak pernah sama sekali. Hanya seperempat responden yang mengikuti isu politik nasional maupun lokal, sedangkan sebanyak 16 persen di antaranya menyebut sering dan 9,4 persen menyebut selalu mengikuti.
Jajak pendapat tersebut juga menangkap adanya gejala ketidaktertarikan responden, termasuk anak-anak muda, terhadap partai politik. Hampir separuh responden (47,8 persen) menyatakan tidak tertarik memasuki dunia partai politik, baik hanya menjadi anggota biasa maupun sebagai pengurus, apalagi menjadi calon anggota legislatif dari partai politik tersebut.
Gejala ini tentu menjadi tantangan bagi semua pemangku kepentingan, terutama partai politik, untuk terus mengupayakan membuka diri dengan melakukan perekrutan politik terhadap anak-anak muda.
Partai politik juga perlu memastikan sekaligus meyakinkan pada anak muda bahwa perubahan kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik, semua akan bergantung pada perjuangan mereka di jalur-jalur politik
Partai politik juga perlu memastikan sekaligus meyakinkan pada anak muda bahwa perubahan kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik, semua akan bergantung pada perjuangan mereka di jalur-jalur politik, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif. Pintu utama untuk memasuki dunia tersebut adalah melalui partai politik.
Pembukaan pendaftaran bakal calon anggota legislatif 1-14 Mei 2023 ini semestinya tidak saja menjadi momentum bagi partai politik untuk aktif merekrut anak-anak muda terjun dalam politik.
Momentum yang sama semestinya juga menjadi kesempatan bagi sosok-sosok muda yang peduli pada nasib bangsa ini untuk aktif memilih kepada partai politik mana dia berlabuh dan berjuang bersama demi merebut mandat rakyat. Tentu, semua bertujuan untuk meningkatkan performa lembaga legislatif yang lebih baik dan amanah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Jajak Pendapat Litbang ”Kompas”: Partai Politik Kurang Diminati