Analisis Litbang ”Kompas”: Peran Partai dalam Membangun Partisipasi Pemilih
Partai politik turut bertanggung jawab untuk dapat hadir melakukan pendidikan politik kepada masyarakat sehingga langkah itu diharapkan dapat mewujudkan partisipasi politik yang lebih baik dan berkualitas.
Setelah resmi ditetapkan sebagai peserta pemilu, sejatinya partai akan banyak bergerak melaksanakan berbagai strategi untuk kepentingan elektoral.
Di luar ”agenda setting” internal itu, partai politik juga dituntut untuk dapat hadir melakukan pendidikan politik kepada masyarakat sebagai tanggung jawab bersama mewujudkan partisipasi politik yang lebih berkualitas.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Total ada 18 partai politik yang sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilihan Umum 2024. Dari jumlah tersebut, sembilan partai berasal dari pemilik kursi di DPR saat ini. Sisanya adalah partai politik lama yang belum lolos ambang batas parlemen dan partai politik baru alias pendatang baru yang belum pernah mengikuti pemilu.
Delapan partai politik parlemen memutuskan untuk menggunakan nomor urut yang sama dari pemilihan periode sebelumnya. Hanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memilih untuk ikut dalam proses pengundian nomor urut baru.
Partai politik juga dituntut untuk dapat hadir melakukan pendidikan politik kepada masyarakat sebagai tanggung jawab bersama mewujudkan partisipasi politik yang lebih berkualitas.
Adapun partai-partai yang dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024 beserta nomor urutnya sebagai berikut, PKB (1), Partai Gerindra (2), PDI-P (3), Partai Golkar (4), Partai Nasdem (5), Partai Buruh (6), Partai Gelora (7), PKS (8), PKN (9), Partai Hanura (10).
Selanjutnya Partai Garuda (11), PAN (12), PBB (13), Partai Demokrat (14), PSI (15), Perindo (16), PPP (17), dan menyusul kemudian adalah Partai Ummat (24). Nomor urut 18-23 dipakai oleh partai politik lokal di Aceh.
Pengumuman sebagai peserta pemilu sekaligus juga menjadi puncak dari tahapan verifikasi administrasi hingga faktual terhadap partai politik untuk partai non-parlemen yang sudah berlangsung sejak 29 Juli 2022. Terhitung terdapat setidaknya 40 partai politik yang mendaftar ke KPU untuk dapat menjadi peserta pemilu.
Baca juga: Analisis Litbang ”Kompas”: Menegaskan Batas Sosialisasi Partai Politik
Pendidikan politik
Setelah resmi ditetapkan sebagai peserta pemilu, euforia pemilihan dan kontestasi pun semakin kentara. Meskipun belum resmi masuk dalam masa kampanye, partai-partai kini sudah masif untuk unjuk kepopuleran di tengah khalayak lewat berbagai poster, spanduk, dan baliho yang terpampang di jalanan.
Dalam hal ini, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) cukup memberikan atensi terhadap upaya publisitas yang dilakukan partai-partai tersebut.
KPU dan Bawaslu menilai fenomena tersebut wajar mengingat masa kampanye yang masih terpaut jauh sehingga selayaknya pula perlu diatur dalam batasan tertentu agar tetap berada dalam koridor aturan.
KPU dan Bawaslu menganggap unjuk popularitas yang lebih awal boleh dilakukan sebagai bagian dari sosialisasi partai politik, bukan untuk keperluan kampanye.
Salah satu yang menjadi penting untuk dibatasi dalam cakupan ini adalah substansi yang ditampilkan oleh partai yang tidak mengandung ajakan untuk memilih atau pun endorse calon presiden tertentu.
Momentum sosialisasi atau pengenalan awal ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh partai politik untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
Dengan demikian, secara paralel selain agenda untuk kepentingan elektoral, partai juga dapat membangun interaksi dengan masyarakat dengan pendekatan yang edukatif seputar kepemiluan maupun pentingnya peran publik dalam kerangka besar demokrasi.
Melaksanakan pendidikan politik perlu pula dipahami sebagai bagian tanggung jawab dibentuknya partai politik. Hal ini sebagaimana yang diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Di undang-undang itu disebutkan, salah satu fungsi partai dari pembentukan partai diperuntukkan sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam konteks kepemiluan, berjalannya proses pendidikan politik dapat memberikan sumbangsih pengetahuan kepada masyarakat mengenai tujuan, tahapan, dan pentingnya andil masyarakat dalam pemilu.
Proses edukasi yang baik ini akan mengantarkan masyarakat sebagai pemilih yang cerdas dan kritis sehingga tak mudah terprovokasi dalam pusaran praktek berbagai kemungkinan pelanggaran pemilu.
Publik perlu diberikan informasi dan pemahaman mengenai tahapan pemilu yang berjalan. Pelibatan masyarakat pada proses pemilihan tidak hanya terkesan pada saat masa kampanye yang mengumpulkan massa besar ataupun sekadar memberikan dukungannya di bilik suara.
Hal yang juga tak kalah penting membentuk kedewasaan publik untuk dapat terlibat berpolitik secara bijak dan dewasa dengan mengedepankan persatuan.
Baca juga: Analisis Litbang ”Kompas”: Gelanggang Terbuka Partai Politik
Hal yang juga tidak kalah penting, kehadiran partai di tengah masyarakat sebagai perpanjangan upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa, termasuk dalam rangka mengembangkan kualitas kehidupan berdemokrasi.
Secara jelas diamanatkan dalam pasal undang-undang partai politik, yang menyatakan bahwa meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka kegiatan politik dan pemerintahan merupakan salah satu tujuan khusus dari eksisten partai politik.
Pemaknaan yang tak jauh berbeda pun tertera dalam salah satu butir fungsi partai sebagai sarana untuk partisipasi politik warga negara yang dijelaskan dalam regulasi tersebut.
Berkaitan dengan tujuan dan fungsi partisipasi politik yang bukan hanya menyangkut para kader internal, maka peran besar partai pun sangat dituntut untuk dapat menjaga bahkan meningkatkan partisipasi pemilih.
Sampai saat ini, salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu adalah mampu memberikan informasi secara optimal kepada masyarakat sehingga dapat teredukasi dan sadar akan pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan.
Data tingkat partisipasi pemilih dalam dua periode pemilu terbaca mengalami peningkatan. Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan legislatif (pileg) pada 2019 berada di angka 81,7 persen, begitu pula dengan partisipasi dalam pemilihan presiden (pilpres) yang juga mencapai 81,9 persen.
Capaian keikutsertaan pemilih dalam pesta demokrasi itu meningkat jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 sebelumnya. Pada periode itu, KPU mencatat angka partisipasi untuk pileg sekitar 75,1 persen, sementara tingkat partisipasi pilpres masih berada di angka 69,6 persen.
Di luar dua agenda pemilihan besar itu, berjalan pula beberapa kali pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Tercatat pilkada serentak pernah dilakukan pada 2015, 2017, dan 2018 dengan tingkat partisipasi yang cenderung masih fluktuatif berkisar di angka 70 persen.
Melihat itu, angka partisipasi pemilih di negara ini belum sepenuhnya stabil dan masih perlu diupayakan untuk dapat lebih optimal dengan bukan hanya berfokus pada sisi politik, melainkan juga kondusivitas pada sejumlah aspek yang turut dipengaruh, seperti kehidupan sosial, budaya, sampai perekonomian. Termasuk membentuk kualitas pemahaman publik yang berada di dalamnya.
Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya ikut andil dalam setiap proses pemilihan menjadi hal yang sangat penting. Bukan hanya mengenai partai ataupun sosok apa yang layak untuk didukung dan dipilih dalam bilik suara.
Lebih dari itu, pada konteks kehidupan bernegara publik sudah selayaknya juga memahami peran besarnya dalam berdemokrasi, termasuk menentukan masa depan berjalannya pemerintahan yang menjamin kesejahteraan hidup lebih baik.
Termasuk pula dapat kritis dalam mengawal segenap proses yang dijalankan oleh penyelenggara, mulai dari pendataan pemilih, perekrutan petugas, hingga saling menjaga untuk memastikan pemilu berjalan dengan transparan dan jauh dari berbagai tindak penyelewengan atau kecurangan di level mana pun.
Dalam hal ini, partai politik perlu menyadari tanggung jawab besarnya yang bukan hanya berorientasi pada agenda dan kepentingan elektoral partai, melainkan juga dapat banyak berperan dalam mewujudkan masyarakat yang teredukasi dan pemilihan yang semakin berkualitas.
Kian terdidiknya masyarakat juga dibarengi dengan proses bersih dan transparan akan berdampak pula pada hasil pemilu yang semakin memenuhi harapan publik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Parpol Perlu Mendekati Rakyat