Analisis Litbang ”Kompas”: Melirik Laju Elektabilitas ”Kuda Hitam” Perindo
Partai Perindo mencuri perhatian pemilih. Elektabilitasnya mengalami tren kenaikan. Perindo bisa menjadi ”kuda hitam” dan membuka peluang masuk dalam parlemen. Seberapa besar peluangnya?
Sebagai partai politik yang baru genap delapan tahun berdiri, jejak Partai Persatuan Indonesia (Perindo) di kancah politik nasional semakin menunjukkan eksistensinya.
Jika tren kenaikan keterpilihan Perindo dapat dirawat, bukan tidak mungkin partai ini akan menjadi ”kuda hitam” di Pemilu 2024. Tentu, ini menjadi angin segar bagi partai-partai non-parlemen dan partai baru yang selama ini mencoba berkontestasi di pemilu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Semakin mantapnya langkah Perindo menyongsong Pemilu 2024 ini terekam dari hasil survei Litbang Kompas di Oktober 2022. Tingkat keterpilihan Perindo tercatat mencapai 4,5 persen. Tingkat keterpilihan ini naik sebesar 1,2 persen dibandingkan hasil survei sebelumnya.
Secara tren, angka tersebut menjadi yang tertinggi selama tiga tahun terakhir. Pada pengukuran Oktober 2019, elektabilitas partai ini hanya berkisar di 1,2 persen. Bahkan, angka tersebut sempat tergerus hingga di titik 0,3 persen pada 2020.
Jika tren kenaikan keterpilihan Perindo dapat dirawat, bukan tidak mungkin partai ini akan menjadi ’kuda hitam’ di Pemilu 2024.
Perlahan tetapi pasti, langkah Perindo untuk mendongkrak elektabilitas mulai berbuah. Tingkat keterpilihan partai ini terus menanjak dengan rerata kenaikan sekitar 1 persen di tiap pengukuran selama setahun terakhir. Dengan tingkat elektabilitas di titik saat ini, Perindo berpeluang untuk bisa lolos ambang batas parlemen, sebagai syarat suara partai bisa dikonversi menjadi kursi di DPR.
Apa yang terjadi di Perindo dengan tren kenaikan elektabilitas ini belum diikuti oleh partai-partai politik lain yang selama ini juga berjuang di luar DPR. Sebut saja partai-partai yang pernah ikut Pemilu 2019 tetapi belum berhasil lolos ambang batas parlemen, seperti Partai Hanura, PBB, PSI, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Sementara di sisi lain, ada tren penurunan elektabilitas dari partai-partai yang selama ini selalu lolos ambang batas parlemen. Sebut saja Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang cenderung dukungan dari pemilihnya menurun di survei Litbang Kompas ini.
Dibandingkan hasil Pemilu 2019, capaian keterpilihan dari PPP memang turun drastis. Pada Pemilu 2019, partai ini mampu mengantongi 4,5 persen suara hingga berhasil meloloskan calegnya ke Senayan. Di survei Oktober 2022 ini, elektabilitas PPP berada di angka kurang dari dua persen.
Namun, di sisi lain, apa yang dialami Perindo juga belum tampak dari partai-partai non-parlemen lainnya. Sebut saja seperti PSI dan Partai Berkarya dan PSI yang meraih angka keterpilihan di survei berkisar 1,8-2 persen.
Hal ini menunjukkan, partai-partai non-parlemen memang masih sulit untuk mendulang suara. Maka, kecenderungan naiknya elektabilitas Perindo ini menjadi ”kejutan” yang menarik untuk diperhatikan.
Baca juga: Jaga Tren Elektabilitas, Parpol Konsisten Jalankan Kerja-kerja Politik
Pemilih Perindo
Salah satu kunci Perindo dalam mendongkrak elektabilitas adalah menggaet suara-suara dari pemilih golongan muda. Jika dilihat berdasar kategori umur, tingkat keterpilihan Perindo di golongan tua relatif rendah, yakni berkisar di angka 2,4 persen. Sementara keterpilihananya di pemilih golongan milenial mencapai kisaran 4 persen.
Bahkan, di ceruk usia pre-milenial, tingkat elektabilitas dari partai ini cukup tinggi, yaitu di angka 8 persen. Ketika disandingkan dengan calon partai peserta pemilu lain, kemampuan Perindo untuk menggerakkan golongan usia muda ini memang cukup menjanjikan.
Di kategori umur tersebut, partai ini berada di posisi keempat setelah PDI-P, Demokrat, dan Gerindra. Bahkan, tingkat elektabilitas Perindo mengungguli PKS di mata anak-anak muda.
Kuatnya daya tawar di golongan muda ini terkonfirmasi dari simpatisan Perindo saat ini. Hasil survei menunjukkan, seperempat dari responden yang mengaku ingin memilih partai ini sebelumnya merupakan pemilih muda. Artinya, Pemilu 2024 menjadi pengalaman pertama mereka mengikuti gelaran pemilu.
Kecenderungan dukungan dari pemilih muda ke Perindo ini bisa menjadi sinyal positif. Sebab, jumlah di golongan usia muda (milenial dan pre-milenial) menjadi ceruk pasar yang paling menggiurkan. Berkaca pada Pemilu 2019, jumlah pemilih di golongan usia muda ini berkisar 35-40 persen dari total pemilih. Jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat pada Pemilu 2024.
Namun, di sisi lain, pemilih di usia muda ini masih belum memiliki keterikatan kuat dengan partai politik. Perindo cenderung belum memiliki basis pemilih loyalis kuat yang bisa diandalkan pada kontestasi 2024. Inilah yang menjadi tantangan terbesar dari Perindo untuk bisa menembus beratnya ambang batas parlemen di Senayan nanti.
Baca juga: Menjaga Peluang Parpol Non-parlemen
Suara luar Jawa
Selain dari segi usia, kantong lain yang berpotensi untuk makin dikuasai oleh Perindo adalah wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa. Hasil survei menunjukkan, tingkat elektabilitas Perindo di daerah ini berada di angka 5,2 persen, lebih besar 1,2 persen dibandingkan dengan tingkat keterpilihan di Pulau Jawa.
Keberadaan tokoh-tokoh dari luar Jawa yang bergabung ke Perindo boleh jadi turut mendongkrak elektabilitas. Salah satu figur tersebut ialah mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang Zainul Majdi (TGB), yang saat ini menjadi Ketua Harian Nasional Partai Perindo.
Tokoh lain ialah Wakil Ketua DPD Mahyudin yang berasal dari Kalimantan Timur. Ia pernah menjadi Bupati Kutai Timur dan anggota DPR dari daerah pemilihan Kaltim. Saat ini Mahyudin dipercaya oleh Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Perindo.
Selain keberadaan tokoh-tokoh tersebut, peningkatan elektabilitas Perindo di luar Pulau Jawa juga tidak terlepas dari makin tersaturasinya pasar politik di Pulau Jawa.
Terlebih lagi, loyalitas pendukung partai-partai politik papan atas relatif sudah mapan di wilayah ini. Hal ini tecermin dari tingginya elektabilitas beberapa partai, seperti PDI P, Gerindra, dan PKB yang di wilayah ini dukungannya berada di kisaran dua digit.
Namun, seperti adagium ”Jawa adalah kunci”, penguasan politik di pulau ini masih krusial. Bisa dibilang, separuh dari para pemilih di pemilu nanti berada di sini. Artinya, belum berhasilnya menangkap pasar elektabilitas di Jawa menjadi tantangan besar Perindo dalam kontestasi politik nasional.
Selain itu, bukan berarti juga persaingan di luar Jawa lebih ringan. Sebab, beberapa partai, seperti Demokrat, PAN, Nasdem, dan Golkar, juga cukup mengandalkan penguasaan di wilayah luar Jawa. Bahkan, tingkat elektabilitas dari Golkar dan Demokrat di luar Jawa ini cukup tinggi, rata-rata keterpilihan kedua partai ini di atas 10 persen.
Baca juga: Adaptasi Partai Politik untuk Membidik Pemilih Muda
Koalisi
Tantangan menjaga tingkat elektabilitas membuat Perindo harus bisa bersikap strategis menghadapi arus politik yang makin kencang. Bagi partai ini, kesalahan memilih koalisi politik bisa membuat partai ini kehilangan suara yang tak sedikit. Apalagi, Perindo belum memiliki basis massa yang kuat.
Asumsi ini bisa disimpulkan ketika melihat pilihan partai dan calon presiden dalam survei kali ini. Hasil survei menunjukkan, sebanyak 40 persen pemilih Perindo akan berpindah dan memilih partai lain yang segerbong dengan calon presiden pilihan atau bahkan golput jika calon presiden yang didukung Perindo tidak disukai oleh pemilihnya. Sementara masih ada 14,5 persen yang masih bingung apakah akan tetap memilih Perindo atau tidak jika dihadapkan pada situasi yang sama.
Artinya, jika salah memilih koalisi di pemilihan presiden nanti, Perindo bisa kehilangan lebih dari separuh suara yang berpotensi mereka raup. Meskipun demikian, masih ada 45 persen dari responden yang mengaku setia untuk memilih Perindo, terlepas dari pilihan calon presidennya.
Sikap hati-hati ini tampak terlihat dari strategi para elite Perindo. Hingga kini, partai tersebut belum tampak dekat dengan beberapa koalisi politik yang telah terbentuk. Namun, Perindo harus berani untuk mengambil langkah politik dalam beberapa waktu ke depan agar tidak ditinggal oleh gerbong-gerbong koalisi politik.
Tak dapat dimungkiri bahwa tingkat elektabilitas saat ini akan menguatkan posisi tawar partai tersebut. Apabila Perindo bisa konsisten, raihan di kisaran 4 persen tentu bisa mendorong perolehan calon presiden yang nantinya diusung.
Terlebih lagi, Perindo masih punya banyak kesempatan untuk memperlebar ruang untuk mendulang simpati dan dukungan dari pemilih yang masih terbuka di pasar politik nasional. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga peluangnya menjadi ”kuda hitam” di Pemilu 2024. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Membaca Pergeseran Pemilih Partai Politik