Demokrat di Ujung Tanduk, Nasib Biden Dipertaruhkan
Pamor Partai Demokrat di Amerika Serikat cenderung meredup seiring dengan tergerusnya peluang partai ini memenangi kursi legislatif di pemilu sela. Apa dampaknya bagi pemerintahan Joe Biden?
Posisi Demokrat dalam pemilu sela AS kali ini terbilang sulit. Kans kemenangan partai ini di tiap kamar legislatif dan penguasaan pemerintahan eksekutif daerah cukup jauh tertinggal dari partai Republikan. Di tengah tingkat penerimaan yang menurun, jatuhnya penguasaan legislatif ke partai rival akan menempatkan pemerintahan Biden di posisi yang sulit.
Selama dua tahun menjabat, pemerintahan Joe Biden memang menghadapi tantangan yang berat. Di satu sisi, dunia tengah dilanda pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian ikut “batuk-batuk”. Di sisi lan, di saat upaya pemulihan ekonomi tengah mendapat traksi, dunia diguncang dengan konflik Rusia-Ukraina yang berdampak pada krisis energi dan pangan global.
Untungnya, langkah Biden menavigasi tantangan internal dan eksternal selama dua tahun kebelakang cukup mendapat dukungan. Hal ini utamanya karena posisi Partai Demokrat yang menguasai pilar eksekutif dan legislatif AS.
Posisi Demokrat dalam pemilu sela Amerika Serikat kali ini terbilang sulit.
Saat ini, baik kamar senat maupun house of representative (DPR AS) sama-sama dikuasai oleh Partai Demokrat. Di kamar atas, partai ini menguasai separuh dari total kursi yang kemudian diperkuat oleh suara Wakil Presiden Kamala Harris sebagai pemecah kebuntuan (tie-breaker). Selaras, Demokrat juga bisa menguasai kamar bawah dengan perolehan kursi sebesar 51 persen.
Penguasaan ini menjadi modal politik yang kuat, di mana Joe Biden dan Nancy Pelosi, selaku ketua DPR AS, bisa saling bergotong royong menelurkan kebijakan dengan relatif mulus. Tanpa adanya suara dominan, sulit bagi Partai Republikan sebagai rival untuk melawan agenda yang dibawa Demokrat. Walhasil, beberapa UU penting lahir seperti American Rescue Plan Act yang menjadi fondasi penanganan Covid-19 oleh pemerintahan Biden.
Baca Juga: Para Mantan Presiden AS ”Turun Gunung” demi Kampanye Pemilu Sela
Penentuan pemilu sela
Jalan tol bagi kebijakan pemerintahan Biden ini bisa tertutup setelah Pemilu sela 2022. Diselenggarakan pada 8 November, Pemilu ini akan memperebutkan 435 kursi di DPR dan 35 kursi di senat. Tak ayal, apabila gagal mempertahankan penguasaan, predikat partai mayoritas bisa bergeser ke Partai Republikan.
Data prediksi terakhir yang dikeluarkan oleh lembaga FiveThirtyEight menggambarkan posisi Demokrat yang diujung tanduk. Berdasarkan agregasi dari ratusan lembaga riset dan survei, Partai Republikan diperkirakan akan menguasai baik kamar atas maupun kamar bawah pemerintahan legislatif AS. Di kamar atas, diperkirakan penguasaan GOP berada di kisaran 59 persen.
Padahal, dukungan pada Partai Demokrat tidaklah sedikit. Selisih elektabilitas berdasar survei menunjukkan selisih yang tipis, di kisaran 1,2 persen saja, antara Partai Demokrat dan Republikan. Bahkan, tingkat elektabilitas Demokrat sempat melampaui Republikan di minggu kedua Oktober. Walakin, suara Demokrat yang sebarannya tak seluas Republikan membuat tingkat popularitas partai ini tak bisa berbicara banyak saat pemilu.
Ditambah lagi, secara umum, tak banyak dari warga AS yang puas dengan kinerja legislatif AS yang saat ini menjabat. Data dari Statista menunjukkan bahwa selama setahun terakhir, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pilar pemerintahan ini tak pernah lebih dari angka 23 persen. Sedangkan, tingkat ketidakpuasannya selalu konsisten di atas 73 persen.
Namun, hingga Rabu, 9/11/2022, pukul 12.00 WIB, kontestasi justru kian memanas antara kedua kubu. Sudah 45 kursi senat yang dikuasai oleh Partai Republikan. Dalam penghitungan terakhir, Republikan unggul di negara bagian Georgia, Wisconsin dan Utah, sehingga hampir bisa dipastikan partai ini mengantongi 48. Jika ditambah satu kursi dari Alaska, yang secara tradisional merupakan daerah kekuasaan Republikan, perolehan Republikan baru mencapai 49 kursi.
Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya, kans Demokrat mempertahankan dominasi di Senat masih terbuka. Apalagi, kini perolehan Demokrat tengah memimpin di Pennsylvania dan Arizona. Dapat diperkirakan, setidaknya Demokrat juga akan memperoleh 49 kursi senat, termasuk kursi independen.
Selama setahun terakhir, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pilar pemerintahan ini tak pernah lebih dari angka 23 persen
Perkembangan ini menempatkan negara bagian Nevada menjadi penentu. Hingga kini, perolehan suara di negara bagian ini masih belum diumumkan. Jika melihat beberapa pemilu ke belakang, Nevada lebih cenderung dikuasai oleh Partai Demokrat. Artinya, jika hal ini kembali terulang, Demokrat akan tetap memegang kuasa di kamar atas legislatif AS.
Sedangkan, di kamar bawah, partai ini diperkirakan akan menguasai 84 persen dari kursi yang diperebutkan. Sampai 72 persen dari total suara yang masuk, Partai Republikan unggul 32 kursi dari Demokrat. Artinya, prediksi bahwa GOP menguasai DPR AS nampaknya akan terjadi di Pemilu sela kali ini.
Baca Juga: Pertarungan Jelang Pemilu Sela AS Panas, Biden Serang Kubu Republik Pro-Trump
Nasib Biden dipertaruhkan
Peralihan kekuasaan di legislatif ini akan berdampak besar pada keberlanjutan pemerintahan Joe Biden. Tanpa dukungan yang kuat dari legislatif seperti dulu, agenda yang ingin diajukan akan lebih sulit untuk direalisasikan. Pada titik ekstrem, posisi partai pengusung presiden yang lemah di legislatif akan berujung pada kemandekan pemerintahan (shutdown).
Kejadian shutdown ini pernah terjadi pada pemerintahan Donald Trump, tepatnya pada Desember 2018 hingga Januari 2019. Selama 35 hari, layanan dan fungsi non-esensial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Federal berhenti. Kebuntuan ini bersumber pada tidak adanya kesepakatan soal RAPBN (Appropriation Bill) antara pemerintahan eksekutif, Trump dan Republikan, dan pemerintahan legislatif yang dikuasai oleh Demokrat.
Nasib pemerintahan makin tidak pasti ketika melihat tingkat popularitas Biden. Setelah menjabat pada Januari 2021, tingkat penerimaan publik menurun secara konsisten hingga saat ini. Di awal masa menjabat, tingkat penerimaan berada di kisaran 55 persen dengan tingkat penolakan sekitar 37 persen.
Popularitas Biden ini terus merosot hingga di titik 42 persen dengan tingkat penolakan sekitar 53 persen. Bahkan, pada titik terbawahnya, tingkat popularitas sempat berada di angka 38 persen. Artinya, semenjak pertengahan Agustus tahun lalu, persepsi negatif terhadap pemerintahan Biden lebih dominan dibandingkan persepsi positif.
Lepasnya penguasaan pada pilar legislatif ditambah dengan merosotnya tingkat popularitas Biden berpotensi untuk menjadi ganjalan stabilitas politik AS. Rendahnya dukungan pada Demokrat dan Biden akan membuat Republikan memiliki alasan yang kuat untuk menolak usulan yang dibawa oleh Biden. Tak hanya itu, agenda yang selama ini telah dilaksanakan oleh Biden juga bisa dirombak ulang oleh partai penguasa baru.
Baca Juga: Biden: Rusia Perburuk Krisis Global
Pemilu gubernur
Selain perebutan kursi legislatif, pemilu sela juga menjadi ajang untuk memilih kepala daerah yang masa jabatannya sudah habis. Dari 50 negara bagian, 36 diantaranya mengadakan pemilihan pada pemilu sela kali ini.
Serupa dengan nasib di legislatif, prospek Demokrat di kontestasi pemilihan kepala daerah nampaknya juga kurang positif. Dari total daerah yang melakukan pemilu, hanya 14 daerah yang hampir dapat dipastikan untuk dimenangkan oleh Demokrat. Jumlah tersebut lebih sedikit dari Republikan yang memegang 17 daerah.
Sama halnya dengan penguasaan di tingkat pusat, penguasaan di tingkat daerah ini juga penting bagi kedua partai. Dengan menguasai negara bagian, partai bisa mendorong agenda di tingkat pusat untuk diimplementasikan di tingkat daerah. Hal ini utamanya terlihat pada beberapa isu krusial yang memicu perdebatan publik seperti aborsi dan jaminan kesehatan.
Selain itu, peta penguasaan pemerintahan daerah kali ini juga bisa menjadi parameter untuk memprediksi Pemilu 2024. Pasalnya, beberapa daerah yang sebelumnya dikuasai oleh Demokrat dalam Pemilu 2020 cenderung lebih mungkin dimenangkan oleh Partai Republikan pada pemilu sela kali ini.
Beberapa wilayah seperti Arizona, Georgia dan Wisconsin memang wilayah yang sengit atau bisa disebut dengan daerah Toss-up. Walau lebih mungkin menang, tingkat kemungkinan Republikan di wilayah ini berkisar di angka 60-75 persen. Namun, ada juga beberapa wilayah tradisional Demokrat di wilayah pesisir timur seperti Vermont dan New Hampshire yang diprediksi akan dikuasai oleh Republikan pada pemilu kali ini.
Meski mungkin tidak sama persis, pergeseran dukungan di wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Demokrat ini menarik untuk terus diperhatikan. Bukan tidak mungkin, peta yang muncul dalam pemilu kali ini dan menjadi basis penguasaan baru yang bertahan hingga di 2024 nanti. Apabila hal ini terjadi, besar kemungkinan rezim kembali berpindah ke tangan Republikan pada pemilu mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga: Tumbangnya Penjaga Konservatisme Partai Republik, Alarm Kebangkitan Trump