Menurut Biden, Rusia mencoba membalikkan kesalahan atas penyebab krisis itu kepada pihak lain. Ia menyatakan, sanksi AS tidak menyasar pangan dan pupuk Rusia.
Oleh
FRANSISCA ROMANA DARI NEW YORK, AMERIKA SERIKAT
·3 menit baca
AFP/ANNA MONEYMAKER/GETTY IMAGES
Foto yang diambil dengan teknik long exposure ini memperlihatkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden tengah menyampaikan pidato dalam Sidang Umum Ke-77 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu (21/9/2022) yang digelar di Markas Besar PBB di New York City.
NEW YORK, KOMPAS – Presiden Amerika Serikat Joe Biden menuding Rusia sebagai penyebab memburuknya krisis global melalui serangan ke Ukraina. Dia juga menyebut Rusia melanggar inti Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan perang tersebut.
Biden berpidato dalam Sidang Ke-77 Majelis Umum PBB, Rabu (21/9/2022) di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Biasanya AS selaku tuan rumah sidang tahunan ini berpidato pada hari pembukaan, Selasa (20/9), setelah pidato Presiden Brasil. Namun, berhubung Biden menghadiri pemakaman Ratu Elizabeth II di London, Inggris, pada hari yang sama, pidatonya digeser ke hari berikutnya.
Memulai pidatonya, Biden langsung blak-blakan menyebut nama Presiden Rusia Vladimir Putin dan menudingnya sebagai satu orang yang menyebabkan perang yang “brutal dan tidak diperlukan”. “Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB menginvasi tetangganya, berusaha menghapus negara berdaulat dari peta. Rusia tanpa malu-malu melanggar prinsip inti Piagam PBB,” kata Biden.
Biden juga menuding Putin secara terbuka mengancam Eropa dengan perang nuklir sehingga melanggar tanggung jawabnya sebagai rezim nonproliferasi nuklir. “Sekarang Rusia mengerahkan lebih banyak tentara untuk bergabung dalam perang di Ukraina. Kremlin mengorganisasi referendum untuk mencoba mencaplok sebagian Ukraina. Ini pelanggaran signifikan atas Piagam PBB,” lanjut dia.
Krisis pangan
Tak berhenti di situ, setelah berpidato tentang krisis iklim dan pencegahan pandemi serta tantangan kesehatan global, Biden kembali mengungkit peran Rusia dalam krisis pangan global. Ia menyalahkan Rusia karena menyebarkan kebohongan tentang sanksi Barat di tengah invasinya ke Ukraina.
Menurut Biden, Rusia mencoba membalikkan kesalahan atas penyebab krisis itu kepada pihak lain, yakni sanksi sejumlah negara atas invasi tersebut. “Biar saya bicara jelas: sanksi kami secara eksplisit mengizinkan Rusia untuk mengekspor pangan dan pupuk. Tidak ada batas,” ujarnya.
Selama perang di Ukraina yang telah berlangsung selama tujuh bulan, jutaan ton gandum dan biji-bijian produksi Ukraina tidak bisa keluar dari pelabuhan di Laut Hitam. Akibatnya, banyak negara yang mengandalkan impor gandum dari Ukraina mengalami kesulitan mendapatkan gandum. Kelangkaan bahan pangan otomatis menaikkan harga.
Maka, banyak orang, terutama kelompok rentan, berisiko mengalami kelaparan. Menurut Biden, setidaknya 193 juta orang di seluruh dunia mengalami kerawanan pangan global. Jumlah itu naik 40 juta orang dalam satu tahun.
AFP/SALEH AL-OBEIDI
Warga miskin di Yaman di Lahj menerima bantuan pangan dari kelompok bantuan. Foto diambil pada 29 Maret 2022.
Biden lantas memuji upaya PBB untuk membantu menjembatani kesepakatan ekspor gandum Ukraina dan Rusia. Ia mengumumkan bantuan sebesar 2,9 miliar dollar AS untuk kemanusiaan dan pangan. Sebanyak 2 miliar dollar AS akan langsung digunakan untuk membantu ketahanan pangan global melalui Badan Pembangunan Internasional AS. Selain itu, dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek pembangunan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan ketangguhan suplai pangan global.
Pada akhir pidato, Biden menyampaikan pandangan tentang berbagai isu, termasuk kerja sama dengan ASEAN dan kawasan Pasifik, hak asasi manusia di China, Palestina, dan traktat nonproliferasi nuklir.
Sehari sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan, sudah waktunya bagi negara-negara untuk mengesampingkan perbedaan dan segera mengatasi krisis global bersama-sama. “Kita punya tugas untuk bertindak. Akan tetapi, kita terkunci dalam disfungsi global. Komunitas internasional tidak siap atau tidak rela untuk mengatasi tantangan besar dalam era kita,” katanya.
Kemajuan penanganan berbagai isu itu kini tersandera ketegangan geopolitik. Dunia menjadi lumpuh. “Ketegangan geopolitik ini melemahkan kerja Dewan Keamanan, hukum internasional, kepercayaan masyarakat pada institusi demokratis, melemahkan semua bentuk kerja sama internasional. Kita tidak bisa terus seperti ini,” tegas Guterres.