Parpol Jadi Penyelenggara Pemilu, Kemunduran Demokrasi
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk membolehkan individu terafiliasi partai politik mengisi jabatan sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu), seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), adalah kemunduran jauh dalam proses demokrasi di Indonesia.
“Tidak masuk akal. Pemilu adalah kompetisi antarpartai politik. Masak pemain yang berkompetisi sekaligus menjadi wasit dari pertandingan itu sendiri,” kata Syamsuddin Harris, peneliti politik Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta, Jumat (24/3).
Menurut Syamsuddin, adalah sebuah logika sederhana yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas bila pemain sekaligus menjadi wasit dalam sebuah pertandingan yang dimainkannya sendiri. Pemilu yang digawangi oleh individu yang terkait partai politik, kata peneliti senior LIPI, ini sudah hampir pasti tidak akan bisa dilakukan secara adil dan mandiri.
Syamsuddin menyatakan, bila wacana membolehkan individu terafiliasi partai politik diloloskan oleh DPR, ini adalah sebuah kemunduran yang jauh dalam politik dan demokrasi Indonesia.
Sebelumnya, mantan Ketua DPR yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengatakan mendukung wacana tersebut. Dia menilai, masuknya individu yang terafiliasi dengan parpol pada penyelenggara pemilu tahun 1999 menghasilkan pemilu yang baik. Bahkan, Agung menilai pujian dari mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter sebagai salah satu indikator baiknya pelaksanaan pemilu.
Syamsuddin menilai pernyataan itu salah kaprah. “Hasil pemilu harus diselesaikan dngan keputusan Presiden Habibie. Itu bukan sebuah bentuk kesuksesan. Bahkan kegagalan,” katanya. (MHD)