PDI-P dan Presiden Jokowi diprediksi akan menjaga hubungan saling menguntungkan hingga Oktober 2024.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hubungan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Presiden Joko Widodo kian meruncing. Partai politik pengusung Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 itu kian gencar membongkar manuver Joko Widodo yang dipandang terkait dengan kemunduran demokrasi. Kendati demikian, perkembangan relasi kedua pihak dinilai tidak berpengaruh signifikan terhadap sisa masa pemerintahan periode 2019-2024.
Setelah penetapan hasil Pemilu 2024, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kian gencar mengungkap sejumlah manuver politik yang dinilai mengancam demokrasi Indonesia. Manuver dimaksud khususnya yang terkait ataupun yang diduga dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pada Selasa (2/4/2024), misalnya, tim hukum PDI-P menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping calon presiden (capres) Prabowo Subianto.
Adapun dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD, pasangan calon yang diusung PDI-P, juga menyebut bahwa Jokowi menyalahgunakan kekuasaan secara terstruktur sehingga menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran saat berkontestasi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Tak hanya terkait pilpres, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto juga mengungkap bahwa Jokowi memiliki intensi untuk memimpin partai politik (parpol) yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu. Dalam kurun enam bulan terakhir, Jokowi disebut menugasi salah satu menteri di kabinetnya untuk menjembatani upaya pengambilalihan kursi ketua umum PDI-P. Langkah tersebut dilakukan untuk mempertahankan kekuatan politik Jokowi setelah lengser dari jabatannya.
”Supaya enggak salah, ini (salah satu menteri) ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi. Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi. Jadi, dalam rangka kendaraan politik, untuk 21 tahun ke depan,” kata Hasto.
Menanggapi tudingan itu, Jokowi saat ditemui di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (3/4/2024), hanya tertawa. Ia berkelakar mengenai dirinya yang tak hanya dikabarkan ingin menjadi Ketua Umum PDI-P, tetapi juga Partai Golkar.
Presiden Jokowi meminta agar siapa saja tidak sembarang melemparkan rumor. Jokowi heran sekaligus mempertanyakan mengapa isu bahwa dirinya berintensi merebut posisi tertinggi di parpol tertentu mulai ramai belakangan ini.
”Katanya mau ngerebut Golkar? Katanya mau ngerebut (PDI-P)? Masa mau diambil semua? Jangan seperti itu. Jangan seperti itu,” ucap Jokowi.
Kembalinya orientasi partai
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, melihat, langkah PDI-P membongkar berbagai manuver Jokowi ataupun yang terkait dengan Jokowi memperlihatkan kebangkitan parpol tersebut setelah lama tak memiliki musuh bersama untuk dikritisi.
Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega agar kepemimpinan PDI Perjuangan diserahkan kepada Pak Jokowi.
Hal tersebut dinilai tidak berbeda jauh dengan cara PDI-P menghadapi pemerintahan Orde Baru. Oleh karena itu, sikap PDI-P hendaknya dipertahankan hingga pemerintahan 2024-2029 terbentuk.
”Indonesia membutuhkan kekuatan yang seimbang dengan status quo. Sebab, dikhawatirkan rezim ini akan jadi competitive authoritarian,” ujar Firman.
Menurut dia, sikap PDI-P juga menunjukkan upaya pembetulan arah partai. Arah partai dibetulkan dari yang dianggap selalu melindungi menjadi mengkritisi Jokowi. Jokowi dinilai sebagai pihak yang perlu bertanggung jawab atas kemerosotan demokrasi dan kembali munculnya praktik nepotisme.
Sekalipun demikian, menurut Firman, sikap PDI-P tidak akan berpengaruh signifikan terhadap jalannya sisa masa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Baik PDI-P maupun Jokowi diprediksi masih akan saling menjaga hubungan saling menguntungkan hingga Oktober mendatang.
PDI-P dinilai masih membutuhkan jabatan di pemerintah. Sementara itu Jokowi juga tidak bisa menafikan kinerja menteri dari PDI-P yang mumpuni.
Kalaupun ada perubahan, pemicunya bakal muncul dari Jokowi jika dia merasa terusik oleh sikap PDI-P. Akan tetapi, sejauh ini belum ada indikasi bahwa Presiden bakal mengambil langkah krusial, semisal mengganti menteri-menteri dari PDI-P dengan tokoh lain. ”Saya kira Jokowi masih santai karena cenderung lebih memantau bagaimana pengaruh dirinya di pemerintahan selanjutnya,” tutur Firman.