Tunggu Kantor Akuntan Publik Audit Dana Kampanye, Bawaslu Tuai Kritik
Langkah Bawaslu menunggu audit kantor akuntan publik soal dana kampanye capres dan cawapres menuai kritik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu masih menunggu laporan dari kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye calon presiden dan calon wakil presiden yang telah dipublikasi oleh Komisi Pemilihan Umum. Langkah ini menuai kritik karena semestinya Bawaslu dapat menggunakan data pembanding untuk mengecek silang dana kampanye para kandidat.
Anggota Bawaslu, Totok Hariyono, saat ditemui di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Jumat (8/3/2024), mengatakan, laporan dana kampanye calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sudah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Namun, sekarang ini pihaknya masih menunggu laporan hasil audit dari kantor akuntan publik (KAP).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Setelah menerima laporan audit dari KAP, Bawaslu baru bisa menentukan penilaian apakah yang dilaporkan itu benar atau tidak. ”Misalnya, laporan awalnya sekian lalu yang digunakan sekian. Itu, kan, diaudit oleh KAP benar atau tidak itu? Jadi, yang paling tahu adalah kantor akuntan publik yang netral. Yang paling tahu pelanggarannya, ya, kantor akuntan publik,” kata Totok.
Menurut Totok, hasil audit kantor akuntan publik itulah yang dapat digunakan masyarakat untuk menilai. Laporan audit itu juga akan dipublikasi untuk transparansi dan akuntabilitas dana kampanye pemilihan presiden (pilpres).
Dana kampanye yang tidak sesuai nilai riil sumbangan ataupun pengeluarannya, menurut Totok, berdasarkan aturan dapat dikembalikan kepada negara. Namun, bisa juga masuk ke dugaan pidana pemilu apabila penggunaan dananya tidak transparan dengan sumber yang tidak jelas.
Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, menilai langkah Bawaslu yang hanya menunggu laporan dari kantor akuntan publik adalah salah. Bawaslu seharusnya menggunakan data pembanding untuk mengecek silang kesesuaian laporan dana kampanye capres dan cawapres dengan realita.
”Kalau Bawaslu hanya menunggu audit dari KAP, auditnya saja, kan, cuma audit administrasi, bukan audit penerimaan dan pengeluaran riil. Ruang ini seharusnya bisa diisi oleh Bawaslu. Jadi, jangan hanya menunggu kantor akuntan publik,” tutur Ihsan.
Data pembanding itu, menurut Ihsan, dapat diambil dari aktivitas kampanye masing-masing capres dan cawapres. Sebab, ketika capres dan cawapres akan berkampanye, tidak hanya melampirkan izin. Mereka juga menginformasikan lokasi, jumlah orang yang terlibat, dan nilai anggaran yang dikeluarkan untuk biaya transportasi peserta.
Seharusnya Bawaslu memiliki pegangan data hasil pengawasan tersebut. Jika data hasil pengawasan itu dikumpulkan dan diakumulasi, dapat dijadikan pembanding untuk laporan dana kampanye yang dilaporkan oleh kandidat.
Ihsan menuturkan, laporan hasil pemeriksaan atau analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga dapat digunakan sebagai data pembanding. Apalagi, PPATK menyebutkan ada miliaran hingga triliunan dana yang dikeluarkan selama masa kampanye.
”Pengawasan kampanye di media sosial dan iklan dana kampanye seharusnya juga ada. Harusnya Bawaslu minta saja laporannya ke medsos supaya mereka terbuka untuk membuka dana penggunaan iklan kampanye masing-masing capres dan cawapres. Itu bisa jadi data pembanding,” kata Ihsan.
Jika terbukti laporan dana capres dan cawapres itu tidak sesuai dengan realitanya, Ihsan menuturkan, ancamannya adalah pelanggaran administrasi pemilu hingga dugaan tindak pidana pemilu. Hal itu juga bisa menjadi tindak pidana lainnya, seperti pencucian uang.
Penggunaan aliran dana yang dilarang untuk aktivitas dana pemilu bisa masuk sebagai tindak pidana pemilu. Hal ini dapat mendiskualifikasi para kandidat.
”Dengan kampanye hanya 75 hari, harusnya jauh lebih mudah. Apalagi, dengan laporan dana kampanye yang sekarang sudah dipublikasi oleh KPU, publik juga bertanya benar atau tidak karena besaran dana kampanyenya, kok, sepertinya tidak riil,” tutur Ihsan.
Ihsan menegaskan bahwa seharusnya mudah bagi Bawaslu untuk membandingkan laporan dana kampanye yang dilaporkan oleh capres dan cawapres. Aktivitas kampanye, baik langsung maupun di media sosial, membutuhkan biaya.
”Misalnya, pengawasan dari alat peraga kampanye saja juga sudah bisa dihitung berapa banyak baliho, videotron, yang dia gunakan. Di Jakarta saja, itu bisa di-cross check, datanya benar atau tidak,” ujar Ihsan.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menuturkan, laporan dana kampanye sekadar formalitas dan tidak banyak membantu akuntabilitas dan transparansi dana pemilu. Hal ini karena yang dilaporkan hanya dana kampanye melalui tim sukses, tim kampanye, atau peserta pemilu resmi. Padahal, banyak aktivitas kampanye melalui tim sukses atau tim kampanye tak resmi.
”(Dana kampanye) Yang dilaporkan pasti tidak mencerminkan angka yang sebenarnya. Bawaslu harus mau mendalami itu dengan waktu yang terbatas dan sumber daya manusia yang memadai,” ujar Zaenur.
Informasi dari PPATK bahwa ada banyak dana ilegal yang masuk ke dana kampanye, dengan jumlah lebih besar dari angka yang dilaporkan parpol maupun tim sukses capres dan cawapres, seharusnya dapat ditelusuri melalui audit dari kantor akuntan publik. Parpol diharapkan tidak menyampingkan temuan PPATK tersebut.
Dana yang tidak dilaporkan ditengarai menjadikan demokrasi terbebani biaya tinggi. ”Dengan jumlah (dana kampanye) yang terbilang sangat kecil, menjadi seperti tidak masuk akal untuk gelaran kampanye yang diselenggarakan itu. Saya pikir dana gelap atau dana yang tidak dilaporkan dalam kampanye itu mengakibatkan banyaknya beban demokrasi berbiaya tinggi dan mahal,” papar Zaenur.
Banyaknya pengeluaran tidak resmi itu, menurut Zaenur, bisa jadi digunakan untuk aktivitas membeli suara (vote buying), pengeluaran untuk serangan fajar, ataupun politik uang. Dengan demikian, hal itu mustahil untuk dilaporkan.
(Dana kampanye) Yang dilaporkan pasti tidak mencerminkan angka yang sebenarnya. Bawaslu harus mau mendalami itu dengan waktu yang terbatas dan sumber daya manusia yang memadai.
Zaenur juga mengusulkan agar ke depan aturan dana kampanye diubah dengan memperketat regulasi dan sanksi bagi para peserta. Misalnya, mengatur aktivitas-aktivitas kampanye di luar pihak yang resmi. Selain itu, harus ada sanksi lebih berat kepada peserta pemilu yang melanggar aturan, misalnya dengan pembatalan atau membatalkan keterpilihan kandidat.