RUU DKJ Dibahas, Pasal Kontroversial Penunjukan Gubernur Jakarta Masih Bisa Diubah
Pasal kontroversial dalam RUU DKJ yang mengatur Gubernur Jakarta bakal ditunjuk Presiden disebut masih bisa diubah.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta mulai dibahas. Pasal kontroversial yang mengatur bahwa Gubernur Jakarta bakal ditunjuk oleh Presiden disebut masih bisa diubah. Pembahasan juga bakal dikebut mengingat Jakarta tak lagi menjadi Daerah Khusus Ibu Kota sejak pertengahan Februari lalu.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad saat memimpin Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024), menjelaskan, pimpinan DPR telah menerima surat presiden (surpres) mengenai persetujuan pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).
Presiden menugaskan lima menteri untuk membahas RUU tersebut bersama DPR. Kelima menteri dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly.
Sementara itu, pimpinan DPR menugaskan Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk membahas RUU DKJ bersama dengan pemerintah. Ditemui seusai rapat paripurna, Dasco menjelaskan, pembahasan RUU DKJ bakal memperhatikan aspirasi masyarakat.
Salah satunya terkait dengan kritik terhadap pasal penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden. Poin tersebut diakui tidak sejalan dengan keinginan sebagian besar masyarakat Jakarta yang disampaikan melalui partai politik (parpol) dan berbagai organisasi.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengetuk palu atas keputusan persetujuan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) oleh Komisi II DPR saat digelar Rapat Paripurna VII DPR di Ruang Sidang Paripurna DPR, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga pernah menyampaikan bahwa hendaknya Gubernur Jakarta tetap dipilih melalui pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut Dasco, seluruh fraksi partai politik (parpol) yang ada di DPR pun sepakat dengan sikap pemerintah.
”Ya, kan, kita sudah sepakat dengan pemerintah. Bukan hanya Gerindra, seluruh parpol sudah sepakat dengan pemerintah sebelum reses bahwa untuk pemimpin DKJ itu dipilih melalui pilkada,” ujar Ketua Harian Partai Gerindra itu.
Ditemui terpisah, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, pihaknya telah menerima surat berisi penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU DKJ. Baleg tengah mengagendakan rapat kerja dengan Mendagri dalam dua hari ke depan untuk menindaklanjutinya.
Rapat dimaksud akan memprioritaskan pembahasan soal Pasal 10 RUU DKJ yang mengatur soal penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden. ”Poin krusial itu, kan, hanya Pasal 10,” ungkap Supratman.
Ia mengakui, saat RUU DKJ disepakati untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR semua fraksi parpol telah setuju dengan ketentuan yang dimuat di Pasal 10. Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ menyebutkan, gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Akan tetapi, belakangan pemerintah menyampaikan sikap berbeda di hadapan publik walaupun sikap resminya akan terbaca dari daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU DKJ yang dibuat pemerintah. Baleg pun belum membaca DIM pemerintah karena baru mendapatkan penugasan resmi hari ini.
Setelah rapat dengan Mendagri, lanjut Supratman, Baleg juga akan menggelar rapat dengar pendapat umum dengan berbagai pihak untuk mengumpulkan pandangan ihwal penunjukan Gubernur Jakarta oleh presiden. Hal itu penting agar nantinya keputusan yang diambil benar-benar matang dan tidak diputuskan secara sepihak.
Apalagi, penunjukan Gubernur Jakarta oleh presiden merupakan salah satu opsi kekhususan yang menurut DPR bisa dipilih setelah tak lagi menjadi ibu kota negara.
”Kami akan memanggil orang-orang yang kontra, yang mendukung. Kan, sekarang lebih banyak terdengar yang menolak, tetapi tidak pernah ditelusuri siapa yang mendukung. Selain itu, yang paling menentukan adalah sikap pemerintah,” katanya.
Supratman menambahkan, terlepas dari substansi yang akan dibahas, Baleg akan berusaha untuk mengebut pembahasan RUU DKJ. Pembahasan dalam waktu singkat dibutuhkan, mengingat status DKI Jakarta yang telah berakhir pada 15 Februari lalu.
Jakarta bukan lagi DKI karena berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). ”Dalam waktu seminggu sampai 10 hari kerja, (pembahasan RUU DKJ) harus selesai karena DKI sudah kehilangan status per 15 Februari kemarin,” ujar Supratman.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman, kekosongan hukum memang tengah terjadi. Tetapi, Jakarta tetap mengacu pada UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI lewat pengaturan otonomi khususnya. Aturan itu masih mendukung berbagai pembangunan yang berlangsung di Jakarta.
Dalam waktu seminggu sampai 10 hari kerja, (pembahasan RUU DKJ) harus selesai karena DKI sudah kehilangan status per 15 Februari kemarin.
Percepatan perampungan RUU DKJ tidak boleh mengesampingkan esensi bagi publik sehingga tidak sekadar kepentingan politik. Komitmen berbagai fraksi dan pemerintah bahwa gubernur dan wakil gubernur bakal dipilih lewat pilkada harus dikawal.
Herman N Suparman
Bagi Herman, penunjukan kepala daerah oleh presiden merupakan pencorengan terhadap otonomi daerah. Hal itu juga menunjukkan degradasi nilai-nilai demokrasi lokal yang sudah ada di Jakarta. Ia mencontohkan kondisi Jakarta terkini saat dipimpin penjabat gubernur yang cenderung tidak dipercaya publik. Sebab, legitimasi dan hubungannya dengan masyarakat lemah.
”Melihat Jakarta beberapa tahun ini, saat dipimpin penjabat gubernur yang ditunjuk oleh pemerintah pusat, ada suatu distrust atau ketidakpercayaan dari masyarakat. Ini sangat mengganggu kegiatan pemerintahan daerah mulai dari pelayanan, penganggaran, dan lainnya,” kata Herman.
Selain itu, draf RUU DKJ memuat lembaga Dewan Aglomerasi yang bertugas untuk menyinkronkan agenda pembangunan di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal ini dinilai sebagai hal positif, tetapi publik harus memastikan bahwa prosesnya tidak mencampuri urusan internal dari pemerintah daerah masing-masing.