Syahrul Yasin Limpo Ancam Bawahannya Kumpulkan Uang
Syahrul memaksa pejabat eselon I Kementan dan bawahannya memberikan, membayar, dan mengerjakan sesuatu untuknya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Terdakwa bekas menteri pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/2/2024). Syahrul bersama bekas sekretaris jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, dan bekas direktur alat dan mesin pertanian, Muhammad Hatta, menghadiri sidang perdana pembacaan dakwaan.
JAKARTA, KOMPAS — Bekas menteri pertanian, Syahrul Yasin Limpo, didakwa memeras, memotong pembayaran pegawai, dan menerima gratifikasi hingga Rp 44,5 miliar. Perbuatan tersebut diduga dilakukan Syahrul pada Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023 bersama bekas sekretaris jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, serta bekas direktur alat dan mesin pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Dakwaan dibacakan secara bergantian oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Taufiq Ibnugroho, Masmudi, dan Ricard Marpaung, secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/2/2024). Sidang dipimpin ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh. Ketiga terdakwa hadir di ruang sidang didampingi penasihat hukum masing-masing.
Taufiq Ibnugroho mengungkapkan, Syahrul memaksa para pejabat eselon I Kementan beserta bawahannya untuk memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya.
”Para pejabat eselon I di lingkungan Kementan dengan terpaksa memenuhi permintaan terdakwa oleh karena khawatir terdakwa akan marah, takut dipindahtugaskan, demosi jabatan atau dinon-job-kan,” kata Taufiq.
Para pejabat eselon I di lingkungan Kementan dengan terpaksa memenuhi permintaan terdakwa oleh karena khawatir terdakwa akan marah, takut dipindahtugaskan, demosi jabatan atau dinon- job-kan.
Ia mengungkapkan, pada awal 2020 Syahrul memerintahkan staf khususnya, Imam Mujahidin Fahmid, Kasdi, dan Hatta, serta ajudannya, Panji Harjanto, mengumpulkan uang patungan dari pejabat eselon I di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Syahrul menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan di Kementan yang harus diberikan kepadanya.
Syahrul juga menyampaikan kepada bawahannya, apabila pejabat eselon I tidak memenuhi permintaan tersebut, jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan, atau dinon-job-kan. Apabila ada yang tidak sejalan dengan apa yang disampaikan Syahrul, pejabat tersebut diminta mengundurkan diri dari jabatannya.
Permintaan Syahrul tersebut tidak dianggarkan di Kementan, tetapi tetap disetujui Kasdi, Hatta, dan Imam. Selanjutnya, Kasdi yang saat itu masih menjabat direktur jenderal perkebunan bersama dengan Hatta, Imam, dan Panji menyampaikan perintah Syahrul tersebut ke Momon Rusmono selaku Sekretaris Jenderal Kementan dan para pejabat eselon I lainnya.
Apabila pejabat eselon I tidak memenuhi permintaan tersebut, jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan, atau dinon- job-kan.
Momon meneruskan permintaan dan pembayaran kepentingan pribadi Syahrul serta keluarganya kepada Maman Suherman selaku Kepala Biro Umum dan Pengadaan Kementan. Pada Januari 2020, Syahrul menyuruh Momon turun dari mobil dan memintanya berpindah mobil di tengah perjalanan dalam kunjungan kerja di Pandeglang, Banten, karena tidak dapat memenuhi kepentingan Syahrul.
Pada Februari 2020, Panji meminta Momon mengundurkan diri jika tidak sejalan. Keesokan harinya, Kasdi menyampaikan kepada Momon tidak perlu mendampingi dan ikut kunjungan kerja bersama menteri, kecuali atas perintah menteri. Sejak saat itu, tugas Momon diambil alih Kasdi selaku orang yang lebih dipercaya Syahrul.
Jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai menteri pertanian dengan cara menggunakan paksaan sebesar Rp 44,5 miliar.
Sekitar Mei 2021, Kasdi dipromosikan Syahrul menjadi Sekretaris Jenderal menggantikan Momon. Setelah itu, Kasdi meneruskan perintah pengumpulan uang dan pembayaran terkait kepentingan Syahrul dan keluarganya kepada para pejabat eselon I Kementan.
Syahrul meminta Kasdi dan Hatta sebagai koordinator pengumpulan uang dari pejabat eselon I dan jajarannya. Dalam pelaksanaan di lapangan, pengumpulan uang dan pembayaran kepentingan pribadi Syahrul ataupun keluarganya dilakukan oleh pegawai di masing-masing direktorat, sekretariat, dan badan.
”Jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai menteri pertanian dengan cara menggunakan paksaan sebesar Rp 44,5 miliar,” kata Taufiq.
Untuk pribadi, keluarga, dan partai
Uang dari setoran pejabat eselon I Kementan tersebut digunakan Syahrul untuk keperluan pribadi dan keluarganya, Partai Nasdem, kado undangan, sewa pesawat, bantuan bencana alam/sembako, keperluan ke luar negeri, umrah, kurban, dan lain-lain. Total uang yang diberikan ke Partai Nasdem sebesar Rp 40,1 juta.
Adapun pemotongan pembayaran pegawai negeri dan kas umum dilakukan dengan cara seolah-olah mempunyai utang kepada Syahrul. Ia juga didakwa menerima gratifikasi berupa penerimaan uang dan pembayaran keperluan pribadi serta keluarganya.
Seusai mendengarkan dakwaan dari JPU KPK, ketiga terdakwa menyatakan mengerti. Setelah berdiskusi dengan masing-masing penasihat hukumnya, ketiga terdakwa mengajukan eksepsi. Rianto melanjutkan sidang pada Rabu (6/3/2024).